NERACA
Jakarta - Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi konsisten dalam mendorong penguatan implementasi keadilan restoratif (restorative justice) melalui putusan-putusannya.
“MK itu sudah pernah memutus permohonan-permohonan dari pemohon yang berkaitan dengan restorative justice dan ini juga merupakan salah satu dasar hukum karena memang putusan MK itu bersifat erga omnes, artinya berlaku untuk semua, dan final dan binding (mengikat),” kata Ridwan dalam webinar yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (25/10).
Ridwan menjelaskan, MK berkomitmen untuk mendorong penguatan implementasi keadilan restoratif pada sistem peradilan di Indonesia. Dorongan penguatan tersebut dapat dilihat dari pertimbangan hukum MK dalam beberapa putusan, seperti Putusan Nomor 12/PUU-VIII/2010, Nomor 110/PUU-X/2012, Nomor 68/PUU-XV/2017, dan Nomor 140/PUU-XXI/2023.
“MK mendorong penguatan implementasi restorative justice melalui putusannya sudah sangat jelas bahwa bisa diterimanya keadilan restoratif itu dalam sistem perundang-undangan,” kata dia.
Secara garis besar, terang Ridwan, keadilan restoratif merupakan proses yang melibatkan semua pihak yang memiliki kepentingan dalam masalah pelanggaran tertentu, untuk datang bersama-sama menyelesaikan secara kolektif permasalahan tersebut.
Keadilan restoratif sejalan dengan ideologi negara, khususnya sila keempat Pancasila, yakni kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Hal ini karena keadilan restoratif menitikberatkan penyelesaian sengketa dengan cara musyawarah dan mufakat.
Keadilan restoratif tidak lagi menitikberatkan keadilan pada pembalasan (retributive justice) maupun pada pemberian ganti rugi (restitutive justice), tetapi menekankan pada pemulihan, mengembalikan keseimbangan dalam penyelesaian hukum, dan melibatkan anggota masyarakat.
Menurut dia, keadilan restoratif merupakan kearifan lokal yang sekarang digali kembali untuk diterapkan dalam sistem hukum Indonesia. Sebab, pada dasarnya, implementasi keadilan restoratif telah ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang diatur secara tertulis maupun tidak di dalam hukum adat.
“Kalau menganggap restorative justice itu berasal dari asing, itu keliru. Karena sebenarnya itu sudah kita miliki sejak lama dan itulah yang kita gali kembali,” ucap Ridwan.
Dikatakannya pula, keadilan restoratif sudah dipraktikkan sejak lama, seperti adanya budaya rembug di Jawa, bakar batu di Papua, badamai di Banjar, silih ngahampura di Sunda, dan duduak basamo di Minangkabau.
“Sekarang, kita dengan pelan-pelan mengembalikan itu lagi kepada sistem hukum kita, khususnya dalam sistem hukum pidana. Kita selesaikan dengan musyawarah dan mufakat, hikmat kebijaksanaan, dan juga keadilan sosial,” kata Ridwan. Ant
NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong agar legislator segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembatasan uang kartal, demi…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi mengatakan penguatan pertahanan siber dan koordinasi antar-lembaga mampu menjaga…
NERACA Jakarta - Mantan calon presiden Anies Rasyid Baswedan percaya bahwa proses peradilan terkait mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong…
NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong agar legislator segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembatasan uang kartal, demi…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi mengatakan penguatan pertahanan siber dan koordinasi antar-lembaga mampu menjaga…
NERACA Jakarta - Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi konsisten dalam mendorong penguatan implementasi keadilan restoratif (restorative justice)…