NERACA
Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia Daniel Yusmic Foekh mengatakan Mahkamah Konstitusi turut berkontribusi dalam mendesain pemilihan umum (pemilu) melalui berbagai putusan-nya.
"Secara tidak langsung, Mahkamah Konstitusi ikut berkontribusi dalam kaitan dengan desain pemilu melalui putusan-putusan-nya," ujar Daniel dalam webinar bertajuk, "Politik Hukum dan Pemilu: Implikasi Putusan MK terhadap Demokrasi", dipantau dari Jakarta, Jumat (11/10).
Ia mencontohkan sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan kepemiluan yang dinilai penting, seperti Putusan 114/PUU-XX/2022 yang menyatakan Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka.
Daniel menjelaskan, bila memaknai Pasal 22E ayat (3) UUD 1945 dalam menentukan sistem pemilihan umum menutup ruang bagi pemilih untuk dapat menentukan pilihannya sehingga keterpilihan calon ditentukan sepenuhnya oleh partai politik, hal demikian akan mengingkari makna kedaulatan rakyat dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Dengan demikian, lanjut dia, sistem pemilihan umum proporsional dengan daftar terbuka lebih dekat kepada sistem pemilihan umum yang diinginkan oleh UUD 1945.
"Sistem proporsional terbuka memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menentukan calon legislatif yang dipilih," kata dia.
Selain terkait sistem kepemiluan, Daniel mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi juga pernah memulihkan hak pilih bekas anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) atau organisasi terlarang lainnya melalui putusannya, lebih tepatnya pada putusan Nomor 011-017/PUU-I/2003.
Hal tersebut terkait dengan pengujian Pasal 60 huruf g Undang-Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Pasal tersebut menghalangi mereka yang selama ini dicap eks-PKI untuk memilih dan dipilih.
"Dalam keputusan ini, Mahkamah Konstitusi memulihkan hak pilih bekas anggota PKI atau organisasi terlarang lainnya," ujar Daniel.
Berbagai putusan Mahkamah Konstitusi lainnya, seperti pemilu serentak, calon independen dalam pilkada, pemenuhan hak pilih bermodal KTP, persyaratan kewarganegaraan dalam pilkada, hingga syarat keikutsertaan mantan terpidana dalam pilkada merupakan bentuk kontribusi MK dalam mendesain pemilu.
Kemudian Daniel menjamin penggunaan hak ingkar untuk menghindari berbagai konflik kepentingan dalam persidangan yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi.
"Di Mahkamah Konstitusi sudah diterapkan, bahwa seringkali hakim yang menggunakan hak ingkar, jadi tidak ikut dalam pengambilan keputusannya, untuk menjaga bila ada konflik kepentingan," ujar Daniel.
Berdasarkan Pasal 17 Ayat (5) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkara adalah seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang tengah diperiksa. Pengunduran diri itu, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berperkara.
Daniel merujuk pada sikap Hakim Mahkamah Konstitusi Indonesia Arsul Sani yang menggunakan hak ingkar ketika mengadili perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang melibatkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sebelum menjadi hakim MK, Arsul Sani pernah menjadi Sekretaris Jenderal DPP PPP.
"Demikian pula Yang Mulia AU (Anwar Usman), juga menggunakan hak ingkar untuk permohonan yang diajukan oleh PSI," kata Daniel.
Para pemohon, kata dia, juga dapat menulis dalam permohonannya untuk tidak melibatkan hakim tertentu apabila dirasa terdapat indikasi konflik kepentingan.
Dengan demikian, kekhawatiran mengenai adanya konflik kepentingan dapat ditepis melalui penggunaan hak ingkar tersebut.
Pernyataan tersebut ia sampaikan ketika membahas perihal Anwar Usman yang ikut memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan itu menjadi kontroversi karena dinilai memuluskan jalan Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar Usman, untuk melaju sebagai bakal calon wakil presiden 2024.
Mengenai putusan tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Anwar Usman karena terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
"(Setelah sanksi dari MKMK) persidangan sudah berjalan seperti biasa, bahkan ada beberapa permohonan yang kalau terkait dengan indikasi adanya konflik kepentingan, meminta supaya hakim X tidak dilibatkan," kata Daniel. Ant
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…