NERACA
Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative justice) merupakan gerakan sosial yang berkontribusi pada perkembangan hukum pidana ke depan.
Eva dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (18/12) memastikan bahwa ke depan keadilan restoratif akan mengalami transformasi dan perkembangan terus-menerus seiring dengan perkembangan modus operandi, model kejahatan serta perkembangan cara penanganannya.
Hal itu disampaikannya dalam pidato pengukuhan berjudul "Restorative Justice : Gerakan Sosial Masyarakat Global dalam Upaya Memulihkan Keadilan".
Untuk diketahui, Eva pada Rabu hari ini dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap FHUI, bidang Hukum Sanksi dan Restorative Justice. Pengukuhan dilakukan oleh Rektor Universitas Indonesia Prof. Heri Hermansyah Ph.D.
Eva mengatakan gerakan keadilan restoratif yang muncul lebih dari setengah abad lalu menjadi topik sentral dalam mempertanyakan tentang masa depan hukum pidana dan sistem peradilan pidana.
Bahkan dalam beberapa tahun terakhir ini, konsep tersebut menonjol dan menjadi diskursus tentang bagaimana masyarakat menanggapi kasus-kasus kenakalan anak dan remaja, konflik yang terjadi di sekolah, lingkungan, dan tempat kerja dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, lanjut dia, keadilan restoratif juga diperbincangkan dan potensi diterapkan dalam penanganan kejahatan domestik atau kejahatan serius seperti narkotika, korupsi, pelanggaran HAM berat, dan bahkan terorisme.
Eva menyebut sudah banyak penulis yang mencatat tentang ratusan skema yang dikembangkan akademisi, penegak hukum atau pembuat kebijakan di seluruh dunia dalam rangka mengadaptasi restoratif tersebut dalam skema sistem peradilan. Artinya, ucap dia, pengembangan dan penerapan keadilan restoratif bukan pekerjaan yang mudah.
Menurutnya, gerakan keadilan restoratif merupakan gerakan sosial global dengan keragaman internal yang sangat besar karena setiap negara, wilayah atau kelompok masyarakat memiliki kekhasan dalam jenis konflik sosial yang terjadi dan pendekatan yang berbeda-beda.
"Bahwa restorative justice merupakan suatu konsep yang terbuka, potensi transformasi atas penerapannya di berbagai perkara ke depan pasti akan banyak mengejutkan berbagai pihak. Utamanya dalam perkembangan penerapan di berbagai jenis dan kualifikasi tindak pidana yang tidak terpikirkan sebelumnya," kata dia.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 telah membuka jalan bagi penegak hukum untuk dapat meramu model sanksi yang tepat kepada pelaku tindak pidana dengan mengacu pada tujuan pemidanaan berbasis keadilan restoratif.
Namun dalam perjalanannya, Indonesia masih memiliki tunggakan pekerjaan rumah (PR), yaitu pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk memberi ruang bagi model penanganan perkara pidana yang juga berbasis keadilan restoratif. Ant
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…
NERACA Jakarta - BPOM mengadakan pertemuan dengan Saudi Food and Drug Authority (SFDA) guna memperkuat kolaborasi pengawasan obat dan makanan…
NERACA Jakarta - Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga Surabaya Hardjuno Wiwoho menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset penting untuk…
NERACA Jakarta - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Eva Achjani Zulfa SH., M.H. menilai keadilan restoratif (restorative…
NERACA Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan Tahun Tematik Hak Cipta dan…