Pemerintah Diminta Berfokus pada Lifting Migas

NERACA

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor minyak dan gas bumi (migas) untuk berfokus pada lifting migas dengan mengoptimalkan intervensi teknologi dan proses untuk meningkatkan eksplorasi.

Bahlil mengatakan, saat ini lifting migas terus mengalami penurunan. Tiga puluh tahun lalu, lifting migas dapat mencapai 1,6 juta barel/hari dengan konsumsi tidak lebih dari 600-700 ribu barel/hari. Namun saat ini, lifting menurun, sampai tinggal 600 ribu barel/hari, dengan konsumsi 1 juta barel/hari. Kondisi ini, membuat pemerintah dan para pemangku kepentingan harus mengambil tanggung jawab.

"Ada beberapa hal penting yang menjadi fokus kita, lifting yang ada harus kita naikkan. Bagaimana sumur-sumur bisa kita optimalkan dengan intervensi teknologi dan proses, untuk meningkatkan eksplorasi," ujar Bahlil.

Selaras dengan upaya peningkatan lifting, pemerintah mengambil jalan untuk menyederhanakan perizinan. Salah satunya adalah fleksibilitas dan penyederhaan kontrak hulu migas. Perubahan dari gross split menjadi cost recovery dan penyesuaian komponen tambahan bagi hasil gross split menjadi hanya 5 komponen.

"Maka kemudian kita ramping menjadi 5 item, untuk diberikan keleluasaan bagi kontraktor untuk memilih jalur mana, agar kemudian bisa kita mengoptimalkan dan percepatan terhadap proses lifting kita. Itu dari sisi lifting," jelas Bahlil.

Terkait dengan pengurangan impor Bahan Bakar Minyak (BBM), lanju Bahlil, saat ini mandatori biodiesel B35 (biodiesel 35 persen) dan kajian B40 (biodiesel 40 persen) sudah hampir selesai, dan menurut kajian yang tengah dilakukan, dapat dilanjutkan untuk menjadi B50 (biodiesel 50 persen). Hal ini, untuk mengurangi impor dan mendorong penggunaan energi hijau. Ini juga menjadi tantangan tersediri, kata Bahlil.

"Terjadi peralihan dari fosil, batu bara kepada energi baru terbarukan. Ini tantangan baru bagi kita. Di saat bersamaan dibutuhkan cost investasi kapital yang tidak sedikit. Nah, inilah sebuah tantangan untuk kita. Nah, tapi bagi kita sekarang adalah, kalau kita berbicara tentang Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060, saya pikir kita masih mempunyai cukup waktu untuk melakukan langkah-langkah yang terukur," ungkap Bahlil.

Bahlil juga menyoroti masalah impor Liquefied Petroleum Gas (LPG), di mana konsumsi dalam negeri mencapai 8 juta ton pertahun, sementara produksi hanya 1,7 juta ton pertahun. Ini membuat Indonesia harus mengimpor 6-7 juta ton LPG pertahun. Bahlil mendorong untuk produksi LPG dalam negeri.

"Saya mendengar informasi laporan, harganya tidak kompetitif. Karena harga yang diambil dalam negeri berbeda dengan harga Aramco yang jauh lebih maha ketimbang harga dalam negeri. Itu yang kemudian industri kita tidak bisa kita lakukan. INSYA ALLAH ke depan, kami akan menyarankan agar segera membangun industri energi dalam negeri memanfaatkan bahan-bahan baku yang ada dalam negara kita," ujar Bahlil.

Untuk mewujudkannya, Bahlil mengatakan, regulasi yang diatur Pemerintah harus adaptif dengan keinginan industri. Ke depan, Bahlil menginginkan kolaborasi yang produktif dan menguntungkan antara Pemerintah dan pelaku usaha.

"Kita jamin keberlangsungan usaha dengan profit yang baik, tapi negara juga harus mendapat bagian untuk mewujudkan daripada cita-cita negara. Hanya dua cara itu yang bisa kita lakukan Bapak-Ibu semua," tutur Bahlil.

Bahlil juga mengatakan perlunya penegakan aturan di sektor hilir migas, terkait dengan pendistribusian BBM. Perlu penyelarasan dan pengawasan di lapangan, sehingga apa yang berjalan di lapangan, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Erika Retnowati juga mengajak masyarakat untuk ikut mengawasi penyaluran BBM Bersubsidi di masyarakat agar penggunaannya lebih tepat sasaran. Masyarakat dapat dengan langsung menghubungi BPH Migas bila ada BBM yang bersubsidi tidak tepat sasaran.

"Seperti yang kita tahu, BBM bersubsidi tujuannya bukanlah untuk semua orang. Jadi kalau misalkan teman-teman sedang ada di SPBU dan melihat hal-hal mencurigakan, teman-teman bisa langsung laporkan ke BPH Migas ke nomor kami. Teman-teman bisa ikut mengawasi BBM bersubsidi karena sekali lagi tidak semua orang layak menggunakannya. Namun ada saja orang yang coba-coba menggunakan BBM bersubsidi itu, sehingga BBM bersubsidi jadi tidak tepat sasaran" papar Erika.

BERITA TERKAIT

Optimalkan P3DN untuk Majukan Industri Alat Olahraga

NERACA Jakarta – Pemerintah bertekad untuk terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di berbagai sektor guna mewujudkan kemandirian…

Industri Komponen Otomotif Alami Pertumbuhan

NERACA Jakarta – Industri komponen otomotif dan aftermarket dunia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Industri ini meliputi suku cadang, aksesoris, dan…

Batik, Industri Padat Karya dan Simbol Identitas Budaya Indonesia

NERACA Jakarta – Batik sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia menjadi salah satu ciri khas yang kini mulai dengan mudah dikenali…

BERITA LAINNYA DI Industri

Optimalkan P3DN untuk Majukan Industri Alat Olahraga

NERACA Jakarta – Pemerintah bertekad untuk terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di berbagai sektor guna mewujudkan kemandirian…

Pemerintah Diminta Berfokus pada Lifting Migas

NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor…

Industri Komponen Otomotif Alami Pertumbuhan

NERACA Jakarta – Industri komponen otomotif dan aftermarket dunia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Industri ini meliputi suku cadang, aksesoris, dan…