Batik, Industri Padat Karya dan Simbol Identitas Budaya Indonesia

NERACA

Jakarta – Batik sebagai warisan kekayaan budaya Indonesia menjadi salah satu ciri khas yang kini mulai dengan mudah dikenali dalam lingkup nasional maupun internasional. Tidak hanya digunakan pada acara resmi, batik terus berkembang mulai dari model dan motifnya, yang juga dapat dikreasikan sebagai fesyen oleh generasi muda.

“Untuk saya, batik itu sudah seperti bagian dari diri saya, atau gue banget kalau memakai istilah anak muda. Saya sudah suka memakai batik sejak sebelum ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda. Tidak pernah merasa salah ketika memakai batik dalam sebuah acara,” tutur Sekretaris Jenderal Eko S.A Cahyanto di Jakarta.

Eko pun menyampaikan pentingnya peran masyarakat Indonesia sendiri dalam membentuk batik menjadi simbol identitas nasional. Ia menceritakan, ketika Indonesia menduduki presidensi G20 sepanjang tahun 2022, batik menjadi bagian penting dari soft diplomacy Indonesia dalam rangkaian kegiatan. “Batik juga kerap menjadi topik ice breaker dalam pertemuan dengan negara lain. Sehingga saat mewakili RI, kami perlu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai batik dan maknanya,” jelas Eko.

Batik merupakan industri padat karya yang mampu menyerap hingga 200 ribu tenaga kerja. Proses produksi batik juga membutuhkan tahapan yang panjang, kompleks dan waktu yang cukup lama. Karenanya, Eko mengatakan industri batik perlu terus didorong pengembangannya.

“Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memiliki banyak program yang mendorong industrialisasi batik. Kami punya satuan kerja di daerah yang khusus untuk mendorong dari sisi material bahan kainnya maupun teknologi untuk membatiknya. Terakhir, kami mengembangkan teknologi canting elektrik agar lebih stabil penggunaan malamnya,” jelas Eko. 

Banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang tersebar di berbagai daerah dan mayoritas menggunakan batik, merupakan potensi yang terus Kemenperin manfaatkan khususnya dalam menjaga daya saing industri batik.“Dalam klasifikasi komoditas tekstil ada yang namanya tekstil motif batik, dibuat di pabrik dalam jumlah besar, harganya murah. Ini yang kami batasi importasinya. Kami terus menerus menyosialisasikan mengenai apa itu batik, bagaimana bisa dibuat, seperti apa yang kita sebut sebagai batik. Ini masih jadi tugas kita, karena biasanya konsumen memilih barang yang lebih murah,” tegas Sekjen

Sementara itu, Lista Damayanti Djani yang pernah menjabat sebagai Dharma Wanita Persatuan pada Perwakilan Tetap RI di New York serta Jenewa. Ia menyampaikan, upaya memperkenalkan batik kepada dunia, selain dengan menampilkan motif dan desain, dapat juga dengan memberikan cendera mata batik atau buku tentang filososfi batik kepada tokoh dunia. “Sebagai contoh, Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela jatuh cinta kepada batik karena membaca filososfi dari cendera mata batik yang diperoleh,” ujar Yanti.

Masih dalam rangka Peringatan Hari Batik Nasional, Kementerian Perindustrian menerbitkan buku yang berjudul “Batik Berkelanjutan: Rantai Pasok Industri 4.0”, yang disusun oleh tim penulis dari berbagai latar belakang. Buku ini merupakan salah satu komitmen Kemenperin untuk mendukung dan mengembangkan industri batik.

Tidak hanya itu, batik telah berkembang dari warisan seni budaya Indonesia menjadi tren fesyen yang dapat digunakan berbagai kalangan dan acara. Hal itu tidak terlepas dari peran pembatik yang terus menjaga keberlangsungan industri batik.

Saat ini, terdapat artisan batik yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk berinovasi dalam mendesain motif batik yang sudah ada. Salah satunya Falahy Mohamad, artisan batik dari Pekalongan yang dikenal dengan karya eksperimetal hasil reka ulang motif batik tambal dengan menggunakan logika matematika parametrik dan memanfaatkan teknologi komputer.

Falahy menuturkan, upaya mendalami seni batik dimulai karena merasakan kesenjangan antara anak muda, teknologi, dan budaya tampak semakin melebar, yang membuat banyak anak muda merasa bingung ketika berhadapan dengan batik. “Sehingga saya memutuskan untuk kembali menempuh pendidikan di Universitas Pekalongan dengan program studi batik,” ujar Falahy.

Falahy berpendapat, perkembangan teknologi dan lintas keilmuan seharusnya bisa menjadi jembatan untuk membawa budaya ke generasi muda. Sebagai contoh, dengan latar belakang pendidikan arsitektur yang dimilikinya, ia memahami bahwa terdapat ragam hias yang diambil dari kebudayaan setempat dan digunakan oleh para arsitektur dalam karyanya.

 

BERITA TERKAIT

Optimalkan P3DN untuk Majukan Industri Alat Olahraga

NERACA Jakarta – Pemerintah bertekad untuk terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di berbagai sektor guna mewujudkan kemandirian…

Pemerintah Diminta Berfokus pada Lifting Migas

NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor…

Industri Komponen Otomotif Alami Pertumbuhan

NERACA Jakarta – Industri komponen otomotif dan aftermarket dunia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Industri ini meliputi suku cadang, aksesoris, dan…

BERITA LAINNYA DI Industri

Optimalkan P3DN untuk Majukan Industri Alat Olahraga

NERACA Jakarta – Pemerintah bertekad untuk terus mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN) di berbagai sektor guna mewujudkan kemandirian…

Pemerintah Diminta Berfokus pada Lifting Migas

NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia meminta Pemerintah dan para pemangku kepentingan di sektor…

Industri Komponen Otomotif Alami Pertumbuhan

NERACA Jakarta – Industri komponen otomotif dan aftermarket dunia mengalami pertumbuhan yang signifikan. Industri ini meliputi suku cadang, aksesoris, dan…