Ekspansi Industri Cokelat Artisan Terus Didukung

NERACA

Jakarta – Bertepatan dengan Peringatan Hari Kakao Nasional, Kementerian Perindustrian kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan daya saing produk turunan kakao, terutama produk cokelat artisan. Jumlah industri cokelat artisan mengalami peningkatan, dari 31 perusahaan menjadi 39 perusahaan pada tahun 2023.

“Dalam lima tahun ke depan, diharapkan industri ini terus dapat berkembang hingga 120 industri,” ujar Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika pada acara Peringatan ke-23 Hari Kakao Indonesia di Jakarta.

Putu juga menyampaikan, potensi nilai tambah biji kakao jika diolah menjadi produk artisan bisa menghasilkan enam hingga sepuluh kali nilai tambah. Bahkan, apabila diolah menjadi produk farmasi seperti suppositoria, nilai tambah dapat mencapai 36 kali.

Adapun untuk mendukung pengembangan industri pengolahan kakao nasional yang mandiri, Kemenperin telah melakukan program pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) berkolaborasi dengan Cocoa Mars Academy di Tarengge, Sulawesi Selatan.

Program pelatihan ini telah menghasilkan lebih dari 200 SDM terlatih dari seluruh Indonesia yang mampu melaksanakan Good Agricultural Practices (GAP) kakao, mulai dari membuat pembibitan/nursery terstandar, perawatan tanaman, sampai penanganan pascapanen. Pelatihan ini diharapkan  dapat meningkatkan produktivitas lahan kakao mencapai 1-1,5 ton/hektare/tahun. 

“Kami juga membuka kesempatan untuk talenta-talenta di perkakaoan Indonesia untuk on the job training di perusahaan atau pusat pengembangan kakao,” tutur Putu.

Selanjutnya Putu menyampaikan bahwa Pemerintah melalui program restrukturisasi menawarkan insentif investasi sebesar 35 persen untuk penggantian biaya mesin peralatan. Program ini dapat dimanfaatkan seluruh insan pengolahan kakao dalam meningkatkan kapasitas dan efisiensi.

EUDR Jadi Kesempatan Industri Cokelat Artisan

Lalu, untuk dapat menembus pasar ekspor, industri kakao dalam negeri perlu memenuhi European Union Deforestation Regulation (EUDR), yang menetapkan persyaratan uji tuntas bagi perusahaan yang menempatkan atau mengekspor komoditas tertentu yang terkait dengan deforestasi di pasar Uni Eropa. Persyaratan tersebut berdampak pada tujuh komoditas termasuk kakao dan menjadi tantangan tersendiri bagi petani kakao. Selanjutnya, Kemenperin akan mendorong industri untuk membantu sertifikasi bagi petani dampingan dan memperluas kemitraan.

Adapun untuk mendukung para pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan EUDR, Kemenperin telah menjalankan beberapa upaya, antara lain sosialisasi kepada pelaku usaha terkait EUDR dan mendorong diversifikasi negara tujuan ekspor kakao olahan ke negara konsumen selain negara Uni Eropa, seperti India, Amerika Serikat, Tiongkok, Malaysia, Australia, Filipina, dan Kanada. 

Sementara itu, beberapa produk cokelat artisan sendiri telah memiliki sertifikat seperti fairtrade, sustainability, hingga organik. Sehingga diharapkan industri cokelat artisan lebih siap dalam menghadapi EUDR. “Dengan adanya EUDR, kita memperoleh kesempatan yang baik untuk menata proses bisnis industri kakao dan diharapkan cokelat artisan bisa menjadi tulang punggung industri kakao di Indonesia,” jelas Putu.

Tidak hanay itu, Indonesia berkomitmen menjadi bagian dari industri kakao global yang berkelanjutan dan inklusif. Indonesia juga terus memastikan penerapan prinsip konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab guna mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan pelaku industri, serta perlindungan konsumen.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional, Bara Khrisna Hasibuan mengungkakan, “Indonesia sebagai salah satu produsen kakao dunia berkomitmen untuk menjadi bagian dari industri kakao global yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan memastikan penerapan prinsip konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, Indonesia mendorong peningkatan kesejahteraan petani dan pelaku industri, serta perlindungan konsumen.”

Lebih lanjut, Bara menyebut, harga kakao dunia terus mengalami peningkatan drastis dalam beberapa  waktu belakangan ini. Hal ini diantaranya disebabkan oleh menurunnya produksi kakao global karena hama, penyakit, perubahan cuaca, dan tanaman kakao tua yang tidak produktif lagi.

“Di samping itu, kita juga harus memperhatikan implementasi European Union Deforestation-free   Products Regulation (EUDR) pada akhir tahun 2024 yang juga akan menjadi tantangan tersendiri bagi sektor kakao,” jelas Bara, di Cocoa Association of Asia-International Cocoa Conference Exhibition (CAA-ICCE) 2024 di Raffles City Convention Center, Singapura.

BERITA TERKAIT

Jurus Pemerintah Gairahkan Hulu Migas

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan penurunan produksi minyak dan gas bumi serta fluktuasi harga minyak dunia, pemerintah tengah gencar…

Presiden Jokowi Berharap Tak Ada Lagi Ekspor Bahan Mentah

NERACA Mempawah – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk…

Dukung Industri Selulosa Terapkan Konsep Berkelanjutan

NERACA Jakarta – Industri pulp dan kertas yang merupakan bagian dari industri selulosa digolongkan ke dalam sektor hulu agro. Sektor ini termasuk mendapatkan prioritas…

BERITA LAINNYA DI Industri

Jurus Pemerintah Gairahkan Hulu Migas

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan penurunan produksi minyak dan gas bumi serta fluktuasi harga minyak dunia, pemerintah tengah gencar…

Ekspansi Industri Cokelat Artisan Terus Didukung

NERACA Jakarta – Bertepatan dengan Peringatan Hari Kakao Nasional, Kementerian Perindustrian kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan daya saing…

Presiden Jokowi Berharap Tak Ada Lagi Ekspor Bahan Mentah

NERACA Mempawah – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk…