Presiden Jokowi Berharap Tak Ada Lagi Ekspor Bahan Mentah

NERACA

Mempawah – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk meningkatkan nilai tambah komoditi. Peningkatan nilai tambah akan membawa Indonesia menjadi negara industri.

"Hari ini kita lihat betul-betul telah kejadian dan selesai untuk fase pertamanya Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR). pembangunan smelter ini merupakan usaha kita untuk menyongsong Indonesia menjadi negara industri, mengolah sumber daya alam kita sendiri, dan tidak lagi mengekspor bahan-bahan mentah. Stop mengekspor bahan-bahan mentah, olah sendiri," tegas Presiden Jokowi pada acara Peresmian Injeksi Bauksit Perdana SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat.

Presiden Jokowi mengatakan, sekarang merupakan waktu yang tepat bagi Indonesia untuk membangun industri-industri hilirisasi, karena kecil kemungkinan untuk negara-negara maju kembali menggugat Indonesia terkait kebijakan menutup keran ekspor komoditas alam secara mentah. Hal tersebut terjadi, sambungnya, lantaran negara-negara maju sedang sibuk menyelesaikan masalah masing-masing imbas kondisi geopolitik global, pandemi Covid-19, serta gelombang resesi ekonomi.

"Meskipun empat tahun yang lalu kita stop nikel, Uni Eropa membawa kita ke WTO. Tapi setelah itu tidak ada, (ekspor) bauksit kita stop, tidak ada yang komplain, tidak ada yang gugat," imbuh Presiden Jokowi.

Sehingga dengan mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi akan memberikan nilai tambah lebih tinggi yang diperoleh bagi masyarakat maupun bagi negara, karena akan terjadi disparitas lompatan nilai yang drastic antara komoditas yang diekspor secara mentah dengan komoditas yang sudah melalui proses hilirisasi.

"Saya mencontohkan nikel, sebelum tahun 2020 itu kira-kira ekspor kita mentahan itu USD1,4-2 miliar atau sekitar Rp20-an triliun. Namun Begitu kita stop ekspor tahun kemarin, (peningkatan nilai tambah) menjadi USD34,8 miliar artinya hampir Rp600 triliun," ungkap Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi pun berharap dengan mulai beroperasinya SGAR, impor aluminium dapat dihentikan sepenuhnya.

"Kita tahu, kebutuhan aluminium di dalam negeri mencapai 1,2 juta ton, dan 56% dari itu kita masih penuhi melalui impor. Padahal, kita punya bahan baku sendiri. Dengan adanya SGAR ini, kita bisa produksi sendiri dan tidak perlu impor lagi," ujar Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi juga menekankan bahwa berhentinya impor aluminium akan mengurangi hilangnya devisa negara, yang selama ini digunakan untuk membeli aluminium dari luar negeri. Jumlah devisa yang terselamatkan diperkirakan mencapai USD3,5 miliar per tahun.

"Setiap tahun, kita kehilangan devisa sekitar USD3,5 miliar atau lebih dari Rp50 triliun hanya karena impor aluminium. Dengan produksi dalam negeri, kita bisa mengurangi ketergantungan tersebut dan menyelamatkan devisa negara," kata Presiden Jokowi.

Proyek SGAR yang dijalankan oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) merupakan bentuk sinergi antara dua BUMN besar, yakni PT Inalum (Persero) dan PT ANTAM Tbk, untuk mendukung hilirisasi sektor mineral. Smelter ini akan mengolah bijih bauksit menjadi alumina, yang kemudian dipasok ke Pabrik Peleburan Aluminium PT Inalum di Sumatera Utara.

"Saya sangat senang melihat ekosistem aluminium ini, dari hulu hingga hilir, kini telah terintegrasi dengan baik. Ini menjadi fase pertama yang sudah selesai," ujar Presiden Jokowi.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri BUMN Erick Thohir turut menggarisbawahi pentingnya hilirisasi sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor. Menurut Erick, hilirisasi bukan lagi sebuah pilihan, melainkan kewajiban untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kita harus menekan impor agar uang kita tidak terus keluar ke luar negeri. Dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian, baik di tingkat daerah maupun nasional. Hilirisasi mineral ini adalah kewajiban untuk memajukan ekonomi bangsa," tegas Erick.

Proyek SGAR yang dioperasikan oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) memiliki nilai investasi sebesar USD 831,5 juta. Saat ini, PT Inalum memiliki 60% saham BAI, sementara PT ANTAM Tbk memegang 40%.

Hingga Maret 2024, kemajuan pembangunan fisik SGAR mencapai 85,69%, dengan detail engineering design (DED) telah rampung 98,74%, pengadaan barang 96,78%, dan konstruksi 64,54% dari target 90,15%. Commissioning dijadwalkan dimulai pada Juni 2024, dengan target produksi alumina pertama pada kuartal III tahun 2024. Kapasitas produksi smelter ini direncanakan mencapai 1 juta ton alumina per tahun, dan target produksi penuh diharapkan tercapai pada kuartal II tahun 2025.

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Pemerintah Gairahkan Hulu Migas

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan penurunan produksi minyak dan gas bumi serta fluktuasi harga minyak dunia, pemerintah tengah gencar…

Ekspansi Industri Cokelat Artisan Terus Didukung

NERACA Jakarta – Bertepatan dengan Peringatan Hari Kakao Nasional, Kementerian Perindustrian kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan daya saing…

Dukung Industri Selulosa Terapkan Konsep Berkelanjutan

NERACA Jakarta – Industri pulp dan kertas yang merupakan bagian dari industri selulosa digolongkan ke dalam sektor hulu agro. Sektor ini termasuk mendapatkan prioritas…

BERITA LAINNYA DI Industri

Jurus Pemerintah Gairahkan Hulu Migas

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan penurunan produksi minyak dan gas bumi serta fluktuasi harga minyak dunia, pemerintah tengah gencar…

Ekspansi Industri Cokelat Artisan Terus Didukung

NERACA Jakarta – Bertepatan dengan Peringatan Hari Kakao Nasional, Kementerian Perindustrian kembali menegaskan komitmennya untuk meningkatkan produksi dan daya saing…

Presiden Jokowi Berharap Tak Ada Lagi Ekspor Bahan Mentah

NERACA Mempawah – Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan pentingnya hilirisasi mengolah barang mentah menjadi barang jadi untuk…