Ini Dia Tantangan Pengembangan Smelter

NERACA

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif mengatakan bahwa pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) memiliki tantangan, khususnya dalam penyediaan tenaga listriknya.

Arifin menguraikan bahwa tenaga listrik yang dibutuhkan untuk smelter sangat besar, dan mayoritas masih dihasilkan oleh pembangkit listrik berbahan dasar batubara yang menghasilkan emisi gas buang cukup besar.

"Di Sulawesi sendiri, smelter yang ada disini, mengkonsumsi kurang lebih 20 GW, dan itu didominasi dari batubara, jadi kalau dihitung emisi karbonnya ini sekian juta ton, nah ini tentu saja akan menjadi satu tantangan ya buat industri-industri smelter yang ada di sini," ungkap Arifin.

Arifin melanjutkan bahwa hal tersebut menjadi tantangan bagi industri smelter, karena sekarang dunia menuntut produk-produk yang merupakan hasil dari pemanfaatan energi bersih. "Negara Eropa sudah berpacu untuk mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai menerapkan mekanisme yang disebut 'Cross Border Carbon Mechanism', nanti disitu ada masalah perpajakan emisi gas CO2 ke depan," imbuh Arifin.

Melalui penerapan Cross Border Carbon Mechanism, tambah Arifin, nantinya akan ada pengenaan pajak karbon, sehingga produk industri dalam negeri akan terbebani dengan pajak karbon tersebut serta akan menjadi mahal dan tidak kompetitif.

Saat ini, pemerintah sedang Menyusun rencana untuk bisa menyediakan tenaga listrik dengan energi yang memiliki emisi karbon yang rendah, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat besar, seperti prospek sumber gas di Blok Masela yang akan produksi pada tahun 2030 dengan proyeksi sebanyak 10,5 juta ton LNG per tahun. Kemudian di Selat Makassar ada lapangan miliki ENI yang akan produksi di tahun 2027-2028, serta satu blok di Sumatera Bagian Utara, yakni Blok Andaman.

Potensi besar lain, jelas Arifin, adalah energi matahari di Indonesia, kemudian potensi angin, namun karena terbatas industri pendukungnya, maka potensi-potensi besar tersebut belum mampu dimanfaatkan secara optimal. Potensi lain yang belum dimaksimalkan adalah potensi hidro yang berlokasi di Kalimantan Utara dan Papua.

Adapun Dengan memanfaatkan potensi-potensi tersebut, maka produk-produk yang dihasilkan berasal dari energi yang rendah emisi sehingga harganya bisa kompetitif. "Tentu saja itu bisa menjadi peluang besar yang bisa ditangkap oleh industri, bagaimana kita itu bisa menyiapkan produk-produk yang didukung oleh energi bersih untuk bisa bersaing secara global. Produk kita pun juga tidak tergantung kepada satu pasar yang belum menerapkan Cross Border Carbon Mechanism, karena produknya sudah standar internasional dan kompetitif," ungkap Arifin.

Lebih lanjut, Indonesia memiliki potensi besar dalam upaya pengembangan industri smelter titanium karena memiliki cadangan mineral yang melimpah. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian mendukung adanya investasi di sektor tersebut, lantaran sejalan dengan kebijakan prioritas pemerintah, yakni hilirisasi.

“Pemerintah secara aktif memacu hilirisasi industri dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam negeri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Sehingga dalam hal ini Agus memberikan apresiasi kepada industtri yang telah merealisasikan investasinya untuk pembangunan industri pengolahan atau pemurnian (smelter) ilmenite menjadi produk titanium slag seperti PT. Bersahaja Berkat Sahabat Jaya. Industri tersebut menjadi smelter titanium yang pertama di Indonesia di tahun 2023 Dengan dibangunnya smelter tersebut, Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah dalam industri ini, mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan nilai tambah dalam rantai pasok industri.

Ilmenite merupakan salah satu sumber unsur titanium (Ti) yang dibutuhkan untuk membuat berbagai paduan performa tinggi. Ilmenite terbentuk sebagai mineral utama dalam batuan beku mafik, terkonsentrasi dalam suatu lapisan dan ditemukan sebagai limbah dari pertambangan timah atau pertambangan pasir zirconium. 

Agus menyampaikan, sebagian besar ilmenite yang ditambang di seluruh dunia digunakan untuk menghasilkan titanium dioksida (Ti02), pigmen, kapur putih, dan polishing abrasif. “Adanya smelter titanium dengan bahan baku Ilmenite ini tentunya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari bijih mineral dan menciptakan lapangan kerja di sektor industri hilirisasi,” jelas Agus.

BERITA TERKAIT

Berharap Pompanisasi Tingkatkan Produksi

NERACA Bantaeng –Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau bantuan pompa air di Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng. Presiden Jokowi optimis…

Berharap di Pemerintahan Prabowo-Gibran Daya Saing Sawit Bisa Kuat

NERACA Jakarta – Pemerintahan baru Prabowo-Gibran diharapkan mampu menciptakan produk sawit yang berdaya saing serta memperkuat posisinya sebagai komoditas strategis…

Juli 2024, HIP BBN Biodiesel Sebesar Rp12.161 per Liter

NERACA Jakarta - Selain menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Bioetanol, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan…

BERITA LAINNYA DI Industri

Berharap Pompanisasi Tingkatkan Produksi

NERACA Bantaeng –Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninjau bantuan pompa air di Desa Layoa, Kecamatan Gantarangkeke, Kabupaten Bantaeng. Presiden Jokowi optimis…

Berharap di Pemerintahan Prabowo-Gibran Daya Saing Sawit Bisa Kuat

NERACA Jakarta – Pemerintahan baru Prabowo-Gibran diharapkan mampu menciptakan produk sawit yang berdaya saing serta memperkuat posisinya sebagai komoditas strategis…

Juli 2024, HIP BBN Biodiesel Sebesar Rp12.161 per Liter

NERACA Jakarta - Selain menetapkan Harga Indeks Pasar (HIP) Bahan Bakar Nabati (BBN) Bioetanol, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan…