Realisme Ekonomi Politik

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi Neraca

 

Ketika pemerintah menekankan pendekatan defensif seperti  reformasi fiskal,  deregulasi perpajakan, serta memanfaatkan peluang dari trade diversion  dalam situasi internasional yang kian didominasi praktik koersif dan unilateralisme, Indonesia tidak cukup hanya mengandalkan diplomasi.

Jika mengandalkan diplomasi semata tanpa langkah konkret di lapangan, hal ini dapat menempatkan Indonesia pada posisi yang rentan. Untuk itu perlu mendorong pemerintah untuk mengimbangi upaya diplomasi dengan penerapan langkah-langkah protektif yang sah dan sejalan dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

“Pentingnya  kajian menyeluruh terhadap sektor-sektor ekonomi yang paling terdampak, serta perlunya merumuskan kebijakan counter measure yang terukur,” ujar Kusfiardi, ekonom FINE Institute, menanggapi pernyataan Menkeu  Sri Mulyani Indrawati atas kebijakan tarif Trump, tidak berguna memakai  teori ekonomi yang selama ini berlaku.

Dalam Sarasehan Ekonomi di Jakarta (8/4),  Sri Mulyani  menatap panggung Trump itu dengan sorot mata penuh refleksi. Lantas beliau  menyatakan, “It’s purely transactional, enggak ada landasan ilmu ekonominya. Jadi, teman-teman ini ada ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) di sini, mohon maaf, tidak berguna Pak, ilmunya hari-hari ini”. Ini seolah beliau menjelaskan bahwa ilmu ekonomi yang kita pelajari bertahun-tahun,  jadi barang usang, tak mampu menjelaskan logika Trump yang liar—tarif 32 persen untuk baja, otomotif, tekstil, dan alas kaki Indonesia, dan ancaman tarif lebih besar, hingga retaliasi sengit dari China  dan Kanada.

Apakah benar pragmatisme dan realisme saat ini yang mampu menggerakkan dunia? 

Kita, sebagai ekonom yang dibesarkan oleh buku-buku teks reference ilmu ekonomi, oleh angka-angka, serta oleh equations, proposition, lemma, optimum solutions, mendengar pernyataan itu dengan hati yang masygul. Mengapa? Karena barangkali to some extent, ada nada getir Ibu Menkeu yang telah kita lihat bersama—beliau dengan pengalaman di kursi keuangan negara yang sangat panjang, tak terbantahkan lagi.

“Namun, sesungguhnya, kalau kembali membaca textbook ilmu ekonomi khususnya teori perdagangan internasional, sebenarnya ini adalah purely ilmu ekonomi yang sedang diperagakan oleh Presiden Trump,” menurut M. Edhie Purnawan, PhD, staf pengajar Departemen Ilmu Ekonomi FEB, UGM.

Sebagai  ekonom tidak perlu menjelaskan lagi, bahwa Robert C. Feenstra dalam bukunya Advanced International Trade: Theory and Evidence  yang menjelaskan model  H-O dan heterogenitas perusahaan (Melitz).H-O menjelaskan tarif memengaruhi alokasi sumber daya; Melitz fokus pada dampak seleksi perusahaan. Jadi tarif 32 persen pada baja Indonesia melindungi sektor capital intensive AS,  tapi meningkatkan biaya input dan menyaring eksportir kecil sampai sedang. Skema trade diversion ke negara lain juga logik per gravity model.

Kemudian,  boleh juga  membuka kembali Jagdish Bhagwati dalam Lectures on International Trade, terutama tentang Specific-Factors Model—yang  untungkan sektor spesifik tapi rugikan perekonomian secara luas. Bhagwati ini anti-proteksionisme, sehingga dengan 32 persen tarif kepada Indonesia, ini jelas untungkan baja AS tapi bebankan kepada konsumen dan industri lain.

Patut disadari bahwa Trump bukan sekadar Presiden, melainkan dia sebagai  pengatur papan catur dagang yang tidak suka berkompromi. Dia memukul banyak negara, termasuk Indonesia dengan tarif 32 persen, menggenggam defisit dagang sebagai dalihnya, terus melangkah maju tanpa menoleh. Dalam dunia Game Theory, ini bukan kekacauan acak, tapi kondisi non-cooperative game yang disengaja. Logikanya sederhana sekaligus frontal : “America First,” kemenangan mutlak, tak peduli siapa yang jatuh.

Bagaimanapun, langkah Trump tersebut sejalan dengan pendekatan realisme dalam ekonomi politik internasional yang menempatkan negara sebagai aktor rasional, yang harus mengutamakan kepentingan strategis dalam menghadapi dinamika global.

BERITA TERKAIT

Optimalkan Kolaborasi Internasional Demi Berantas Judi Daring

  Oleh : Aditya Gunawan, Pengamat Sosial Budaya   Pemberantasan judi daring membutuhkan kerja sama lintas negara yang solid dan…

Serapan Gabah Melesat, Jalan Menuju Swasembada Pangan Nasional

  Oleh: Arkan Dwiyanto, Peneliti Pangan   Peningkatan signifikan dalam serapan gabah pada awal 2025 menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia…

Kesiapan Infrastruktur Kunci Sukses Pelaksanaan MBG

    Oleh : Irfan Aditya, Pemerhati Kebijakan Pangan   Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu langkah strategis…

BERITA LAINNYA DI Opini

Optimalkan Kolaborasi Internasional Demi Berantas Judi Daring

  Oleh : Aditya Gunawan, Pengamat Sosial Budaya   Pemberantasan judi daring membutuhkan kerja sama lintas negara yang solid dan…

Serapan Gabah Melesat, Jalan Menuju Swasembada Pangan Nasional

  Oleh: Arkan Dwiyanto, Peneliti Pangan   Peningkatan signifikan dalam serapan gabah pada awal 2025 menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia…

Kesiapan Infrastruktur Kunci Sukses Pelaksanaan MBG

    Oleh : Irfan Aditya, Pemerhati Kebijakan Pangan   Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu langkah strategis…