Revisi UU Penyiaran Isi Kekosongan Hukum dalam Layanan Digital

 

 

Oleh: Aqilla Sulasmi, Pemerhati Media Digital  

 

Transformasi digital yang masif telah merombak wajah penyiaran nasional secara fundamental. Konvergensi media dan penetrasi internet yang luas telah menghadirkan lanskap baru yang tidak lagi mengenal batas antara media konvensional dan platform digital. Dalam konteks ini, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjadi suatu keniscayaan untuk menjawab tantangan zaman dan mengisi kekosongan hukum yang selama ini menganga dalam pengaturan layanan digital. Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang sedang digodok oleh Komisi I DPR RI diharapkan menjadi landasan regulatif yang adaptif, progresif, dan menjamin keberlanjutan ekosistem penyiaran yang sehat dan demokratis.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menegaskan bahwa RUU ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap berbagai bentuk layanan digital yang saat ini belum diatur secara tegas dalam regulasi sebelumnya. Layanan video on demand, platform streaming, media sosial, hingga layanan over the top (OTT) seperti YouTube dan TikTok, telah menjadi bagian dari konsumsi media masyarakat sehari-hari. Namun, keberadaan mereka belum diiringi dengan perlindungan hukum yang memadai, baik bagi konsumen maupun pelaku industri. Hal ini menciptakan ruang abu-abu yang rentan disalahgunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, mulai dari penyebaran konten vulgar hingga iklan judi online.

Dave menyadari bahwa membatasi konten digital dengan pendekatan yang sama seperti televisi konvensional tidaklah relevan dan bisa kontraproduktif terhadap perkembangan industri digital. Oleh karena itu, pembentukan undang-undang baru harus dilakukan dengan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pihak, dari regulator, pelaku industri, hingga masyarakat sipil. Visi yang disepakati bersama harus mengedepankan perlindungan terhadap anak, mendorong kreativitas, dan memastikan kebebasan berekspresi tetap terjaga. Lebih jauh, RUU Penyiaran ini harus dirancang untuk mampu menjawab tantangan 30 hingga 40 tahun ke depan, meskipun tidak mungkin meramal masa depan, prediksi yang cermat tetap bisa dilakukan dengan memperhatikan tren global dan kebutuhan domestik.

Direktur Utama TVRI, Iman Brotoseno, turut menyoroti pentingnya revisi UU Penyiaran untuk menjawab dinamika industri yang semakin digital. Ia menilai bahwa meskipun era digital telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi informasi, eksistensi televisi nasional tetap bisa dipertahankan selama mampu beradaptasi dan menyajikan konten yang relevan serta berkualitas. Konvergensi media telah mendorong TVRI untuk mulai memikirkan transisi dari penyiaran terestrial ke platform OTT dan video on demand. Namun, langkah ini memerlukan investasi besar serta penguatan sumber daya manusia. Karena itu, ada pertimbangan strategis untuk melibatkan tenaga profesional non-aparatur sipil negara dalam lini bisnis utama TVRI agar lebih fleksibel dalam menjawab tuntutan industri penyiaran modern.

Di sisi lain, Direktur Utama RRI, Hendrasmo, menyambut baik dimasukkannya ketentuan mengenai transmisi internet dalam RUU Penyiaran. Namun, ia menekankan pentingnya regulasi tambahan yang mengatur perlindungan dan keamanan data dalam penyiaran berbasis digital. Selain itu, RRI memerlukan dukungan konkret dari pemerintah, baik dalam bentuk infrastruktur maupun anggaran, untuk mengimplementasikan transformasi ke radio digital. Keberhasilan digitalisasi radio tidak bisa dicapai secara parsial, melainkan memerlukan sinergi antara pemerintah, produsen perangkat elektronik, industri otomotif, hingga penyedia layanan telekomunikasi untuk memastikan ketersediaan perangkat penerima yang terjangkau bagi masyarakat.

Lebih jauh, Direktur Utama LKBN Antara, Akhmad Munir, menekankan bahwa revisi UU Penyiaran sangat urgen untuk merespons perubahan drastis dalam ekosistem media akibat konvergensi dan digitalisasi. Ia menegaskan bahwa arah revisi undang-undang harus tetap mengakomodasi nilai-nilai dasar demokrasi, seperti kebebasan pers, hak asasi manusia, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat. Hal ini penting agar regulasi yang dilahirkan tidak menjadi alat pembatasan kebebasan, tetapi justru menjadi instrumen untuk menciptakan ekosistem penyiaran yang sehat, mencerdaskan, dan memperkukuh integrasi bangsa. Media dalam konteks ini memiliki tanggung jawab sosial yang besar untuk menyajikan konten yang mencerahkan dan memberdayakan publik.

RUU Penyiaran yang sedang disusun diharapkan tidak hanya menjadi respon terhadap perkembangan teknologi, tetapi juga sebagai upaya membangun arsitektur penyiaran nasional yang inklusif dan berkeadilan. Regulasi yang lahir harus mampu menyeimbangkan antara perlindungan publik, kebebasan berkreasi, dan kepastian hukum bagi pelaku industri. Negara tidak boleh bersikap represif terhadap perkembangan digital, tetapi harus hadir sebagai fasilitator dan pelindung dalam menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan produktif.

Oleh karena itu, pembahasan RUU ini hendaknya dilakukan secara transparan, partisipatif, dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Tujuannya bukan hanya menghasilkan undang-undang yang komprehensif secara teknis, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keterbukaan informasi. Revisi UU Penyiaran bukan sekadar penyesuaian teknis, melainkan tonggak penting dalam perjalanan bangsa menuju tata kelola penyiaran digital yang beradab dan berorientasi pada kepentingan publik.

Dengan semangat tersebut, RUU Penyiaran harus menjadi manifestasi dari visi Indonesia dalam menghadapi era digital: adaptif terhadap perubahan, berpihak pada rakyat, dan menjamin kebebasan berekspresi dalam koridor hukum yang adil dan proporsional.

BERITA TERKAIT

Perang Melawan Judi Daring Demi Masa Depan Bangsa

    Oleh : Jailani Komarudin, Pengamat Sosial Budaya   Fenomena judi daring telah berkembang menjadi ancaman serius yang menggerogoti…

Program MBG: Langkah Konkret Menghapus Kemiskinan Ekstrem

    Oleh : Dhika Permadi, Pemerhati Kesehatan Masyarakat      Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah…

Optimis Cegah Pelemahan Ekonomi Akibat Kebijakan Trump

  Oleh: Pradipta Yudatama, Pengamat Ekonomi Politik   Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan global yang tidak ringan. Kebijakan tarif impor…

BERITA LAINNYA DI Opini

Revisi UU Penyiaran Isi Kekosongan Hukum dalam Layanan Digital

    Oleh: Aqilla Sulasmi, Pemerhati Media Digital     Transformasi digital yang masif telah merombak wajah penyiaran nasional secara…

Perang Melawan Judi Daring Demi Masa Depan Bangsa

    Oleh : Jailani Komarudin, Pengamat Sosial Budaya   Fenomena judi daring telah berkembang menjadi ancaman serius yang menggerogoti…

Program MBG: Langkah Konkret Menghapus Kemiskinan Ekstrem

    Oleh : Dhika Permadi, Pemerhati Kesehatan Masyarakat      Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah…