NERACA
Jakarta – Harga Referensi (HR) biji kakao periode April 2025 ditetapkan sebesar USD8.327,85/MT, turun USD 2.067,02 atau 19,88 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada April 2025 menjadi USD 7.895/MT, turun USD2.016 atau 20,34 persen dari periode sebelumnya.
Namun, penurunan harga ini tidak berdampak pada BK biji kakao yang tetap sebesar 15 persen sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada PMK Nomor 38 Tahun 2024.
“Penurunan HR dan HPE biji kakao salah satunya dipengaruhi peningkatan produksi seiring musim panen di negara produsen utama seperti Nigeria dan Pantai Gading,” jelas Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim dalam keterangan tertulis.
Meseki begitu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendukung produsen coklat untuk melebarkan sayap ke pasar mancanegara dengan cara ekspor. Seperti dikettahui, kualitas coklat Indonesia mampu bersaing secara global. Untuk itu Kemendag mendorong ekspor produsen coklat lokal melalui program prioritas, yaitu Program Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor).
Menteri Perdagangan, Budi Santoso mengungkapkan, “kami melihat besarnya kapasitas produksi coklat dan potensi wisata di Kampung Coklat di Blitar. Coklat diambil dari petani di Blitar dan sekitar Jawa Timur, kemudian hasil produksinya dipasarkan di dalam negeri. Dengan rekam jejak ini, kami mendorong produsen coklat untuk menggiatkan pasar ekspor.”
Selain kapasitas produksi yang mumpuni, Budi juga mengapresiasi dukungan Kampung Coklat bagi UMKM di sekitar daerah operasinya. Kampung Coklat turut menyokong UMKM di sekitar kawasan melalui konsep desa wisata dan edukasi coklat bagi anak-anak.
Budi mengatakan, ada sejumlah peluang yang terbuka jika para produsen coklat lokal ikut memanfaatkan UMKM BISA Ekspor. Selain membuka pasar ekspor bagi coklat lokal, UMKM BISA Ekspor juga dapat mengoptimalkan upaya hilirisasi coklat. Sehingga, Indonesia dapat meningkatkan ekspor produk coklat jadi alih-alih ekspor bahan baku.
“Kami mengajak produsen coklat dan UMKM coklat untuk ikut Program UMKM BISA Ekspor. Kami ingin coklat yang beredar di pasar global benar-benar datang dari negara produsen coklat. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi eksportir bahan baku dan pasar produk coklat yang sudah jadi,”kata Budi.
Kampung Coklat telah beberapa kali ikut serta dalam program pengembangan kapasitas pelaku usaha untuk keperluan ekspor. Kampung Coklat termasuk salah satu perusahaan yang difasilitasi Kemendag untuk mendapatkan sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pada 2024. Pada tahun tersebut, peminat fasilitasi HACCP mencapai 500 perusahaan.
Selain itu, Kampung Coklat merupakan salah satu peserta dalam New Export Breakthrough (NEXT) Kemendag 2024. Program tersebut merupakan kerja sama Kemendag dengan Business & Export Development Organization (BEDO).
Program ini terdiri atas pendampingan ekspor secara daring dan tatap muka selama satu tahun untuk perusahaan terpilih di sektor perkebunan. Pada 2024, negara tujuan ekspor kakao dan produk kakao Indonesia meliputi India, Amerika Serikat, Malaysia, Tiongkok, dan Estonia.
Selain dorongan untuk merambah pasar ekspor, Budi juga mendorong perluasan akses pasar domestik untuk produk-produk coklat lokal. Caranya, dengan memperkuat kemitraan antara produsen coklat dan jaringan ritel. Harapannya, kemitraan tersebut mampu memperluas pemasaran produk coklat di tingkat domestik sehingga makin dikenal masyarakat.
“Kami lihat, Kampung Coklat sudah bermitra dengan ritel-ritel lokal di Jawa Timur. Kami harap, pemasaran semakin meluas ke berbagai ritel di seluruh Indonesia. Sehingga, produk-produk coklat Blitar juga dapat ditemui di berbagai swalayan dan minimarket di semua kota di Indonesia,” jelas Budi.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun mendukung dan memfasilitasi kolaborasi dalam upaya memperkuat daya saing kakao Indonesia di pasar domestik maupun global.
Penurunan produksi biji kakao menyebabkan turunnya posisi Indonesia dari produsen ke-4 dunia dan saat ini berada di peringkat ke-7 dan berdampak Industri pengolahan kakao dan cokelat mengalami kekurangan bahan baku.
Kemenperin telah menempuh berbagai upaya mengembangkan sektor kakao, antara lain menginisiasi pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) yang akan mendukung pengembangan kakao hulu-hilir berkelanjutan. Dengan terbentuknya BPDP, Kemenperin juga sedang menyusun program pencapaian swasembada kakao untuk mencapai kemandirian industri pengolahan kakao nasional.
DORONG ESPOR PERIKANAN Teknologi VMS Berikan Manfaatt untuk Nelayan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) menekankan banyaknya manfaat teknologi Vessel…
Triwulan I-2025, Sebanyak 739.843 NIB untuk UMKM Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan laporan…
Kunker Presiden Prabowo Hasilkan Yordania Siap Impor Minyak Sawit dari Indonesia AMMAN – Ditengah-tengah kunjungan kerja (kunker) Presiden Republik Indonesia…
DORONG ESPOR PERIKANAN Teknologi VMS Berikan Manfaatt untuk Nelayan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan(KKP) menekankan banyaknya manfaat teknologi Vessel…
Triwulan I-2025, Sebanyak 739.843 NIB untuk UMKM Jakarta – Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, menyampaikan laporan…
Kunker Presiden Prabowo Hasilkan Yordania Siap Impor Minyak Sawit dari Indonesia AMMAN – Ditengah-tengah kunjungan kerja (kunker) Presiden Republik Indonesia…