Pemerintah Diminta Manfaatkan SAL untuk Kurangi Pembiayaan

Pemerintah Diminta Manfaatkan SAL untuk Kurangi Pembiayaan 
NERACA
Jakarta - Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyatakan pemerintah memiliki Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang besar dan bisa digunakan untuk mengurangi kebutuhan pembiayaan. “Kalau pake asumsi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) net-nya Rp640 triliun. Pemerintah mempunyai fleksibilitas pembiayaan yang tinggi. Mungkin kalau teman-teman mengikuti, ada yang namanya Saldo Anggaran Lebih. Pemerintah itu punya SAL yang besar dan itu bisa digunakan untuk mengurangi pembiayaan,” ucapnya, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.
Artinya, fleksibilitas pembiayaan pemerintah masih sangat luas karena dapat bersumber dari SAL, pinjaman multilateral, dan bilateral. Hal ini juga akan mempengaruhi target penerbitan obligasi pemerintah. Menurut dia, penerbitan obligasi pemerintah akan sangat bergantung pada defisit anggaran. Apabila defisit anggaran melebar, lanjutnya, maka penerbitan obligasi pemerintah bakal meningkat. “Untuk obligasi pemerintah tentu akan sangat tergantung dari budget defisitnya, maka budget defisitnya akan melebar atau tidak,” kata Handy.
Dalam kesempatan itu, dia juga menerangkan perubahan alokasi dana investor asing dari investasi di instrumen ekuitas ke instrumen pendapatan tetap (fixed income). Perubahan yang terjadi mengindikasikan preferensi investor asing lebih memilih obligasi dibandingkan ekuitas pada saat ini karena kondisi makro ekonomi global menunjukkan perlambatan, serta ekspektasi penurunan suku bunga. Dalam kondisi tersebut, obligasi cenderung memberikan kinerja lebih baik.
Selain itu, investor domestik seperti perusahaan asuransi dan investor ritel juga menunjukkan minat besar terhadap obligasi untuk mengoptimalkan portofolio investasi ritel pada tahun 2025. Mengenai potensi penerbitan obligasi, lanjutnya, terdapat perkembangan yang menarik. Pada tahun lalu, pertumbuhan penerbitan obligasi korporasi mencapai 11,2 persen di tengah ketidakstabilan global. Adapun hingga pertengahan Februari 2025, telah diterbitkan Rp20 triliun obligasi korporasi.
Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, obligasi korporasi tumbuh 50 persen. “Jadi kalau kita lihat tren ini berlanjut, saya kirakan mungkin tahun ini issuance obligasi korporasi bisa sampai Rp160 triliun karena karena yang jatuh tempo juga relatif banyak,” ungkap dia.
Selanjutnya, pihaknya turut memperkirakan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun berpotensi menurun ke level 6,5 persen dari level saat ini yang sekitar 7 persen. Penurunan ini mengindikasikan potensi capital gain (keuntungan modal) bagi investor. Proyeksi 6,5 persen ini sendiri didasarkan beberapa asumsi, yaitu potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate), suku bunga Fed Fund Rate (FFR), dan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (USD yield).

 

NERACA

Jakarta - Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyatakan pemerintah memiliki Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang besar dan bisa digunakan untuk mengurangi kebutuhan pembiayaan. “Kalau pake asumsi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara) net-nya Rp640 triliun. Pemerintah mempunyai fleksibilitas pembiayaan yang tinggi. Mungkin kalau teman-teman mengikuti, ada yang namanya Saldo Anggaran Lebih. Pemerintah itu punya SAL yang besar dan itu bisa digunakan untuk mengurangi pembiayaan,” ucapnya, sebagaimana dikutip Antara, kemarin.

Artinya, fleksibilitas pembiayaan pemerintah masih sangat luas karena dapat bersumber dari SAL, pinjaman multilateral, dan bilateral. Hal ini juga akan mempengaruhi target penerbitan obligasi pemerintah. Menurut dia, penerbitan obligasi pemerintah akan sangat bergantung pada defisit anggaran. Apabila defisit anggaran melebar, lanjutnya, maka penerbitan obligasi pemerintah bakal meningkat. “Untuk obligasi pemerintah tentu akan sangat tergantung dari budget defisitnya, maka budget defisitnya akan melebar atau tidak,” kata Handy.

Dalam kesempatan itu, dia juga menerangkan perubahan alokasi dana investor asing dari investasi di instrumen ekuitas ke instrumen pendapatan tetap (fixed income). Perubahan yang terjadi mengindikasikan preferensi investor asing lebih memilih obligasi dibandingkan ekuitas pada saat ini karena kondisi makro ekonomi global menunjukkan perlambatan, serta ekspektasi penurunan suku bunga. Dalam kondisi tersebut, obligasi cenderung memberikan kinerja lebih baik.

Selain itu, investor domestik seperti perusahaan asuransi dan investor ritel juga menunjukkan minat besar terhadap obligasi untuk mengoptimalkan portofolio investasi ritel pada tahun 2025. Mengenai potensi penerbitan obligasi, lanjutnya, terdapat perkembangan yang menarik. Pada tahun lalu, pertumbuhan penerbitan obligasi korporasi mencapai 11,2 persen di tengah ketidakstabilan global. Adapun hingga pertengahan Februari 2025, telah diterbitkan Rp20 triliun obligasi korporasi.

Apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2024, obligasi korporasi tumbuh 50 persen. “Jadi kalau kita lihat tren ini berlanjut, saya kirakan mungkin tahun ini issuance obligasi korporasi bisa sampai Rp160 triliun karena karena yang jatuh tempo juga relatif banyak,” ungkap dia.

Selanjutnya, pihaknya turut memperkirakan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun berpotensi menurun ke level 6,5 persen dari level saat ini yang sekitar 7 persen. Penurunan ini mengindikasikan potensi capital gain (keuntungan modal) bagi investor. Proyeksi 6,5 persen ini sendiri didasarkan beberapa asumsi, yaitu potensi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate), suku bunga Fed Fund Rate (FFR), dan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat (USD yield).

 

BERITA TERKAIT

Presiden Optimis Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja dalam Lima Tahun

  NERACA Jateng – Presiden Prabowo Subianto optimistis pemerintah dapat mencetak delapan juta lapangan kerja baru dalam periode lima tahun ke…

Pemerintah Deregulasi Sektor Padat Karya untuk Tingkatkan Daya Saing

    NERACA Jakarta – Pemerintah menerapkan deregulasi secara besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat investasi…

Visa: Tren Pariwisata Dorong Pertumbuhan Transaksi Selama Ramadan

  NERACA Jakarta – Visa Inc., pemimpin global dalam pembayaran digital, merilis laporan berjudul “Ramadan Insights”, yang menyoroti tren utama…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Presiden Optimis Ciptakan 8 Juta Lapangan Kerja dalam Lima Tahun

  NERACA Jateng – Presiden Prabowo Subianto optimistis pemerintah dapat mencetak delapan juta lapangan kerja baru dalam periode lima tahun ke…

Pemerintah Deregulasi Sektor Padat Karya untuk Tingkatkan Daya Saing

    NERACA Jakarta – Pemerintah menerapkan deregulasi secara besar-besaran untuk meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mempercepat investasi…

Visa: Tren Pariwisata Dorong Pertumbuhan Transaksi Selama Ramadan

  NERACA Jakarta – Visa Inc., pemimpin global dalam pembayaran digital, merilis laporan berjudul “Ramadan Insights”, yang menyoroti tren utama…