NERACA
Jakarta – Sektor industri nonmigas masih menjadi tulang punggung perdagangan Indonesia. Dalam kurun waktu 2020-2024, neraca perdagangan mencatat kontribusi ekspor lebih besar dibandingkan impor. Pada Januari 2025, total ekspor Indonesia mencapai USD21,45 miliar. Meski turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 (MoM), nilai ini justru naik 4,68 persen dibanding Januari 2024 (YoY). Sementara itu, nilai ekspor nonmigas Januari 2025 tercatat USD20,40 miliar dan migas USD1,06 miliar.
Meski secara keseluruhan ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan positif, namun tidak halnya dengan neraca perdagangan Indonesia-Swiss yang menunjukkan neraca perdagangan negatif. Dia menyebut performa ekonomi Indonesia terhadap Swiss mengalami tren fluktuatif dari 2022 hingga 2024.
"Ekspor Indonesia ke Swiss turun 26,05 persen menjadi USD210,4 juta pada 2024 dari USD284,5 juta pada 2023. Kemudian, impor dari Swiss ke Indonesia naik 10,27 persen menjadi USD827,4 juta pada 2024 dari USD750,4 juta pada 2023," kata Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza dalam kegiatan 'Kolaborasi Industri antara Indonesia-Swiss: Optimalisasi Potensi Investasi Sektor Manufaktur di Indonesia'.
Kegiatan 'Kolaborasi Industri antara Indonesia-Swiss' turut dihadiri oleh: Deputy Head of Mission Switzerland to Indonesia, Timor-Leste, and Asean Mathias Domenig; Chairman Board of Supervisors Luthfi Mardiansyah; dan Counsellor Head of Swiss Economic Cooperation and Development Violette Ruppanner.
Sepanjang 2024, lanjut Riza, ekspor Indonesia ke Swiss didominasi oleh tiga produk utama, yakni barang perhiasan, perangkat telepon, dan emas. Sementara itu impor Indonesia dari Swiss meliputi emas, jam tangan biasa, dan jam tangan dari logam mulia.
Karena itu, untuk meningkatkan daya saing kedua negara, ke depannya Riza berharap pemerintah Swiss terus meningkatkan investasinya di Indonesia. Saat ini, Swiss dengan nilai investasi USD244,9 juta, berada di peringkat ke-19 dalam daftar Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia, jauh di bawah Singapura, Hongkong, Tiongkok, Malaysia, dan Jepang.
"Untuk meningkatkan investasi, pemerintah telah memperkenalkan sejumlah insentif fiskal untuk menarik investor, termasuk tax holidays, tax allowances, investment allowances, dan super deduction tax untuk sekolah kejuruan dan R&D," ujar Riza.
Selain itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga memainkan peran strategis dalam memastikan kepastian penerimaan fasilitas fiskal dan non-fiskal bagi investor asing melalui kebijakan pro-investasi.
"Kami senantiasa mengkoordinasikan pemberian insentif dan berkolaborasi dengan instansi terkait untuk menjamin transparansi dan efektivitas implementasi regulasi, memberikan kepastian hukum dan dukungan bagi investor dalam menjalankan usaha di Indonesia," kata dia.
Riza menambahkan, sebagaimana amanat UU Nomor 3 Tahun 2024, pemerintah mengarahkan investor untuk berinvestasi di kawasan industri, guna mendukung industri berkelanjutan, meningkatkan daya saing, dan memastikan kesesuaian tata ruang.
Seperti diketahui, kawasan industri kini menuju generasi keempat, dengan menjadi pusat ekosistem industrialisasi berkelanjutan berbasis Industri 4.0.
"Kawasan Industri di luar Jawa fokus pada pengolahan SDA, efisiensi logistik, dan pusat ekonomi baru, sementara di Jawa diarahkan ke teknologi tinggi, padat karya, dan hemat air," ujar Riza.
Berdasarkan catatan Beberapa produk utama ekspor nonmigas dengan kenaikan tertinggi pada Januari 2025, antara lain, kapal, perahu, dan struktur terapung (HS 89) yang naik 4.732,44 persen; kakao dan olahannya (HS 18) naik 169,53 persen; bahan kimia anorganik (HS 28) naik 126,02 persen; kopi, teh, dan rempah-rempah (HS 09) naik 125,44 persen; serta logam mulia, perhiasan, dan permata (HS 71) naik 52,17 persen (YoY).Jika dilihat dari sektornya, kontribusi ekspor industri Indonesia terus meningkat selama tiga tahun terakhir.
“Pada Januari 2025, pangsa ekspor sektor industri mencapai 84,00 persen, menjadikannya yang tertinggi bila dibandingkan dengan Januari 2023 dan Januari 2024,” kata Menteri Perdagangan, Budi Santoso.
Sementara itu, sektor pertambangan menempati urutan kedua pangsa ekspor nonmigas untuk periode Januari 2025 dengan kontribusi sebesar 13,33 persen. Kemudian, disusul sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 2,67 persen.
Budi mencatat, dilihat dari pertumbuhannya, sektor yang meningkat paling signifikan adalah pertanian. Pada Januari 2025, sektor ini mencatat pertumbuhan sebesar 45,46 persen dibanding Januari 2024. Kemudian, diikuti sektor industri dengan pertumbuhan 14,02 persen (YoY). Di sisi lain, ekspor sektor pertambangan dan lainnya turun 26,45 persen (YoY).
Jika dilihat dari pasar utama ekspor pada Januari 2025, Tiongkok, Amerika Serikat (AS), dan India masih menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia dengan nilai ekspor sebesar USD8,14 miliar. Ketiga negara ini mencakup pangsa sebesar 39,89 persen dari total ekspor nonmigas nasional.
Prinsip Industri Hijau bagi Sektor Manufaktur Terus Didorong Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengakselerasi penerapan prinsip industri hijau bagi…
Efisiensi Logistik Pupuk Percepat Tercapainya Swasembada Pangan Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) bersama PT Pupuk Indonesia (Persero)…
Pemerintah Siapkan Sanksi Berat bagi Pengoplos MINYAKITA Jakarta – Pemerintah akan menindak tegas distributor MINYAKITA yang melakukan pelanggaran demi menjaga…
Prinsip Industri Hijau bagi Sektor Manufaktur Terus Didorong Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mengakselerasi penerapan prinsip industri hijau bagi…
Efisiensi Logistik Pupuk Percepat Tercapainya Swasembada Pangan Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) bersama PT Pupuk Indonesia (Persero)…
Swiss Diminta Tingkatkan Investasi di Indonesia Jakarta – Sektor industri nonmigas masih menjadi tulang punggung perdagangan Indonesia. Dalam kurun waktu…