NERACA
Bali – Kementerian Pertanian (Kementan) terus berkomitmen kembangkan penerapan pertanian berkelanjutan dan menjaga industri sawit bergerak menuju standar keberlanjutan yang lebih tinggi.
Menurut Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, industri kelapa sawit di Indonesia dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Melihat dari aspek lingkungan, tantangan keberlanjutan dalam produksi minyak sawit sangat beragam, melibatkan degradasi lingkungan, ketergantungan pada input kimia dan dampak perubahan iklim.
“Isu-isu ini sangat menonjol bagi negara penghasil maupun konsumen minyak sawit, dalam mengatasi tantangan ini dibutuhkan kerjasama antara pemerintah maupun sektor swasta untuk berbagi pengalaman dan mencari solusi serta strategi pendekatan komprehensif yang mengintegrasikan praktik pertanian berkelanjutan, inovatif dan upaya penelitian kolaboratif,” jelas Sudaryono, atau biasa disapa Mas Dar.
Sejalan dengan itu, Plt. Direktur Jenderal Perkebunan, Heru Tri Widarto mengungkapkan salah satu dampak negatif perubahan iklim adalah kebakaran lahan. Kebakaran lahan menjadi fenomena yang merugikan semua pihak, baik pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, maupun masyarakat umum di luar perkebunan. Selain itu, kebakaran lahan yang umumnya disertai dengan polusi asap juga berdampak pada tanaman kelapa sawit.
Selain itu, Heru juga mengatakan selain dampak perubahan iklim, Sawit juga dihadapkan tantangan dari sisi internasional, isu yang diangkat pun bermacam-macam, mulai dari isu lingkungan, hak asasi manusia, hingga munculnya kebijakan EUDR (European Union on Deforestation-free Regulation) atau regulasi pengenaan produk bebas deforestasi dari Uni Eropa.
“Memperhatikan kondisi tersebut, kami menerapkan surat tanda daftar budidaya (STDB) yang merupakan pendataan dan pendaftaran pekebun dengan luasan kurang dari 25 ha. Penerapan STDB bertujuan untuk menghimpun data kepemilikan kebun rakyat dan informasi pendukung lainnya, mewujudkan tata kelola perkebunan berkelanjutan, mempermudah petani dalam mendapatkan program bantuan pendanaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ataupun pendanaan lainnya, serta sebagai persyaratan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) pekebun,” papar Heru.
Karena itu, Heru terus mendorong seluruh pelaku usaha perkebunan kelapa sawit agar memiliki sertifikasi ISPO, termasuk Pekebun untuk meningkatkan produktvitas tanpa merusak lingkungan.
Terkait ISPO, Kadiv Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Achmad Maulizal Sutawijaya pun membenarkan pentingnya sertifikasi ISPO untuk pembuktian bahwa kelapa sawit di Indonesia telah sustainable.
Lebih lanjut, Maulizal menjelaskan betapa pentingnya komoditas kelapa sawit bagi Indonesia. Sebab jika kelapa sawit di Indonesia terhenti bukan hanya industri yang terkena dampaknya, tapi juga petani.
Berdasarkan catatan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) bahwa ada sekitar 2,4 juta petani swadaya yang melibatkan 4,6 juta pekerja. Artinya, jika sampai komdoditas kelapa sawit ini terpukul oleh aturan EUDR maka akan ada jutaan petani dan pekerja yang ikut merasakan dampaknya.
Menanggapi hal tersebut, Mauli mengungkapkan, selain mendorong sertifikasi ISPO juga kampanye positif juga harus semakin agresif dilakukan oleh negara-negara yang selama ini diskriminatif dalam perdagangan minyak sawit, seperti negara-negara Uni Eropa.
“Kami sudah menyiapkan strategi kampanye positif di Uni Eropa. Ini sekaligus untuk mengimbangi opini terkait sawit yang masih negatif di kalangan masyarakat dan pengambil kebijakan di Eropa,” jelas Mauli.
Maulizal menguraikan, dalam hal ini ada beberapa langkah untuk kampanye positif sawit dalam menghadapi EUDR. Pertama, aksi legal untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan minyak sawit Indonesia.
Kedua, membangun hubungan bilateral dengan negara-negara anggota Uni Eropa. “Hubungan bilateral yang baik akan menjadi upaya persuasif untuk meredam berbagai diskriminasi dagang terhadap minyak sawit Indonesia,” ungkap Maulizal.
Ketiga, lanjut Maulizal, mendukung sertifikasi berkelanjutan yang diakui dunia internasional untuk menembus pasar Uni Eropa. Sehingga dalam hal ini perlu adanya penguatan standar sertifikasi ISPO sebagai langkah komunikasi positif sawit di Eropa dan wilayah-wilayah lain di dunia. Terakhir yakni melakukan komunikasi media dengan bekerja sama melalui media-media terpercaya di Jerman, Prancis, dan Belgia.
NERACA Mojokerto - Kementerian Koperasi (Kemenkop) bersama Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) bakal memperkuat ekosistem petani tebu di Jatim, khususnya…
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menekankan UMKM membutuhkan semangat kemitraan untuk mengembangkan skala…
NERACA Jakarta – Tidak saja mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) tahun 2060, perdagangan karbon memberikan sejumlah manfaat bagi…
NERACA Mojokerto - Kementerian Koperasi (Kemenkop) bersama Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) bakal memperkuat ekosistem petani tebu di Jatim, khususnya…
NERACA Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menekankan UMKM membutuhkan semangat kemitraan untuk mengembangkan skala…
NERACA Jakarta – Tidak saja mendukung pencapaian target net zero emission (NZE) tahun 2060, perdagangan karbon memberikan sejumlah manfaat bagi…