Hari Lahan Basah Sedunia 2025: Bukan Sekadar Rawa

 

Oleh: Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian

Setiap 2 Februari, dunia memperingati Hari Lahan Basah Sedunia sebagai pengingat pentingnya ekosistem lahan basah bagi kehidupan. Hari Lahan Basah Sedunia tahu 2025  mengusung tema "Lahan Basah dan Kesejahteraan Manusia" (Wetlands and Human Well-being). Lahan basah—termasuk rawa, danau, muara, serta mangrove—sering kali dianggap kurang produktif, padahal peranannya sangat vital dalam menjaga keseimbangan ekologi, ekonomi, dan sosial. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan lahan basah terbesar di dunia, memiliki sekitar 24,14 juta hektar lahan basah yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi. Ekosistem ini kaya akan biodiversitas dan memiliki manfaat strategis dalam ketahanan pangan serta ekonomi hijau.

Lahan basah di Indonesia memiliki vegetasi beragam, mulai dari hutan mangrove dengan jenis seperti Rhizophora, Avicennia, dan Sonneratia, hingga ekosistem rawa yang didominasi oleh pohon ramin, jelutung, dan palem. Sementara itu, rawa dan perairan darat dihuni oleh pandan air, eceng gondok, serta teratai. Ekosistem ini juga menjadi sumber utama pangan dengan hasil perikanan melimpah seperti ikan, udang, dan kepiting.

Selain sektor perikanan, lahan basah berperan dalam komoditas pangan dan perkebunan, terutama untuk padi, kelapa, sagu dan tanaman lainnya. Pemerintah telah menjalankan program Serasi (Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani) serta Program Optimasi Lahan (Oplah) guna meningkatkan produksi pangan di lahan rawa. Lahan basah juga memiliki keunggulan dalam menyediakan nutrisi alami bagi tanaman, mengurangi kebutuhan pupuk kimia, serta membantu pengendalian hama secara alami. Diversifikasi pertanian dengan budidaya sagu, singkong, dan sayuran di lahan basah menjadi langkah strategis dalam mencapai ketahanan pangan nasional.

Rawa Andalan Ekonomi

Lahan basah memiliki potensi ekonomi yang sangat besar, namun sering kali terabaikan dalam perencanaan pembangunan dan kebijakan ekonomi. Padahal, ekosistem ini mampu mendukung berbagai komoditas perkebunan yang bernilai tinggi, baik dalam skala lokal maupun nasional. Dengan pengelolaan yang tepat, lahan basah dapat menjadi sumber pendapatan yang signifikan tanpa harus mengorbankan kelestarian lingkungan. Berbagai komoditas perkebunan seperti kelapa sawit, sagu, kelapa, aren, pinang, nipah, dan karet rawa telah terbukti memberikan kontribusi besar bagi perekonomian.

Salah satu komoditas utama yang berkembang di lahan basah adalah kelapa sawit. Meskipun sering menuai kontroversi terkait dampak lingkungannya, perkebunan sawit di lahan rawa dapat dikelola secara berkelanjutan dengan menerapkan sertifikasi seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Dengan pendekatan ini, industri sawit tetap dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar tanpa merusak ekosistem alami.

Sagu juga merupakan komoditas bernilai tinggi yang tumbuh subur di lahan basah. Tanaman ini memiliki produktivitas tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari bahan pangan hingga bioetanol. Pengembangan industri sagu memiliki potensi besar untuk memberikan nilai ekonomi hingga puluhan triliun per tahun. Selain sebagai bahan makanan pokok di beberapa daerah, sagu juga dapat menjadi alternatif bagi diversifikasi energi terbarukan, mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.

Komoditas lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dari lahan basah adalah kelapa dan nipah. Kelapa menghasilkan virgin coconut oil (VCO) yang memiliki pasar ekspor menjanjikan karena manfaatnya bagi kesehatan. Sementara itu, nipah berpotensi menjadi sumber gula alami dengan nilai ekonomis tinggi. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap konsumsi gula alami, produk berbasis nipah dapat dikembangkan menjadi industri yang berdaya saing tinggi, baik di dalam negeri maupun di pasar internasional.

Selain itu, perkebunan karet di lahan basah juga memainkan peran penting dalam industri karet nasional. Karet rawa menyumbang sekitar 15% dari total produksi karet Indonesia, dengan nilai ekonomi mencapai puluhan triliun. Perkebunan karet ini tidak hanya memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, tetapi juga berkontribusi terhadap ekspor karet yang menjadi bahan baku utama berbagai produk industri, seperti ban dan alat kesehatan.

Dengan potensi ekonomi yang begitu besar, pengelolaan lahan basah yang berkelanjutan harus menjadi perhatian utama dalam perumusan kebijakan pembangunan. Melalui inovasi, sertifikasi berkelanjutan, dan investasi dalam riset serta teknologi, Indonesia dapat memaksimalkan manfaat dari ekosistem lahan basah tanpa harus mengorbankan kelestarian lingkungan.

Mimpi Besar di Atas Rawa

Lahan basah memiliki peran strategis dalam mendukung sektor pertanian dan mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Salah satu kontribusi utamanya adalah sebagai sumber irigasi bagi pertanian, terutama di musim kemarau ketika pasokan air dari sumber lain berkurang. Dengan luasnya lahan rawa yang tersedia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memperluas areal pertanian padi dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Selain itu, ekosistem lahan basah juga membantu menjaga keseimbangan hidrologi dan mengurangi risiko gagal panen akibat kekeringan. Oleh karena itu, pemanfaatan lahan basah secara bijak menjadi faktor kunci dalam menjaga stabilitas produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada lahan pertanian konvensional.

Sebagai langkah konkret, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah menjalankan berbagai program untuk mengoptimalkan lahan rawa. Program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani melalui teknik pertanian yang disesuaikan dengan kondisi lahan basah. Selain itu, program Optimasi Lahan (Oplah) dirancang untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya padi, dengan memanfaatkan lahan rawa yang belum dikelola secara maksimal. Melalui kedua program ini, pemerintah menargetkan swasembada pangan serta peningkatan kesejahteraan petani di seluruh Indonesia, sekaligus memastikan bahwa lahan basah tetap berfungsi secara ekologis.

Pemanfaatan lahan basah dalam pertanian tidak hanya terbatas pada produksi padi. Berbagai model integrasi pertanian berbasis ekosistem telah diterapkan, yang mengombinasikan perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Teknologi ini memungkinkan pengelolaan lahan yang lebih produktif tanpa merusak lingkungan. Integrasi kelapa sawit, sagu, dan perikanan di lahan rawa, misalnya, telah terbukti mampu meningkatkan pendapatan petani sekaligus mempertahankan keseimbangan ekosistem. Dengan pendekatan ini, pertanian di lahan basah tidak hanya berkelanjutan tetapi juga lebih beragam dan resilient terhadap perubahan iklim.

Namun, eksploitasi berlebihan terhadap lahan basah dapat membawa dampak buruk, seperti kebakaran gambut yang menyebabkan kerugian ekologis dan ekonomi yang besar. Oleh karena itu, diperlukan solusi konkret untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan ekonomi dan konservasi. Lahan basah bukan hanya gudang komoditas bernilai tinggi, tetapi juga ekosistem yang mampu menyelaraskan ekonomi hijau dengan konservasi lingkungan. Pengembangan komoditas pangan dan perkebunan dapat dibudidayakan tanpa membakar lahan. Aren, pinang dan sawit dapat menjadi komoditas ekspor unggulan, sementara kelapa, sagu dan nipah dapat berperan dalam perlindungan garis pantai. Hari Lahan Basah merupakan momentum untuk refleksi dan aksi nyata menjaga warisan alam yang memiliki nilai ekologis dan ekonomi yang menjadi tanggung jawab bersama.

 

 

BERITA TERKAIT

Akselerasi Digital UMKM, Bukti Nyata Komitmen 100 Hari Prabowo-Gibran

    Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati UMKM Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran terus menunjukkan komitmen kuatnya dalam…

Dorong Pemerataan Ekonomi Melalui Penguatan Ekonomi Daerah

  Oleh : Joanna Alexandra Putri, Pengamat Ekonomi   Pemerataan ekonomi di seluruh pelosok negeri menjadi salah satu fokus utama…

Olah Raga dan Pariwisata

  Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro,  MSi  Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo   Indonesia sukses menggelar sport tourism MotoGP di…

BERITA LAINNYA DI Opini

Akselerasi Digital UMKM, Bukti Nyata Komitmen 100 Hari Prabowo-Gibran

    Oleh : Dirandra Falguni, Pemerhati UMKM Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo-Gibran terus menunjukkan komitmen kuatnya dalam…

Dorong Pemerataan Ekonomi Melalui Penguatan Ekonomi Daerah

  Oleh : Joanna Alexandra Putri, Pengamat Ekonomi   Pemerataan ekonomi di seluruh pelosok negeri menjadi salah satu fokus utama…

Hari Lahan Basah Sedunia 2025: Bukan Sekadar Rawa

  Oleh: Kuntoro Boga Andri, Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementerian Pertanian Setiap 2 Februari, dunia memperingati Hari Lahan Basah Sedunia…