Pembebasan Tunggakan KUT : Program Menteri Koperasi

  

Oleh: Teguh Boediyana, Ketua Komite Pendayagunaan Pertanian

            Dalam acara pelantikan pejabat eselon satu di lingkungan Kementerian Koperasi pada 2 Desember 2024, seperti dilansir berbagai mass media, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa Kementerian Koperasi menetapkan akan fokus pada  16 program prioritas . Yang cukup menarik bahwa salah satu di antara 16 program tersebut adalah pembebasan  Kredit Usaha Tani.  Kita katakan menarik karena masalah tunggakan kredit Kredit Usaha Tani ( KUT ) adalah masalah yang belum terselesaikan dalam kurun waktu hampir seperempat abad.  Perlu kita sampaikan apresiasi kepada Menteri Koperasi karena secara tegas  menyatakan secara eksplisit bahwa dalam masa jabatannya akan menyelesaikan soal tunggakan KUT.  Seperti kita maklumi bersama  bahwa sampai saat ini sudah lebih dari duapuluh lima tahun kasus tunggakan KUT senilai sekitar Rp. 5,7 Triliun belum tuntas. Bahkan dalam kebijakan yang diambil Presiden Prabowo Subianto mengenai pembebasan tunggakan hutang pada UMKM melalui Perpres No. 47/2004 yang diterbitkan  pada November 22024, tunggakan KUT tidak termasuk yang dihapuskan.

Kalau dirunut ke belakang, Pemerintah sudah melakukan upaya untuk menyelesaikan kasus tunggakan KUT ini.  Di era Presiden Abudrahman Wahid, upaya mengatasi tunggakan KUT telah dicoba dilakukan oleh Menko Perekonomian saat itu Dr. Rizal Ramli. Tetapi tidak berhasil.   Ketika Menteri Koperasi dijabat oleh Suryadarma Ali dinyatakan bahwa masalah KUT akan diselesaikan secara politik. Namun demikian tidak jelas realisasinya dan  sampai akhir jabatan sebagai Menteri penyelesaian secara politik yang dimaksud juga tidak berhasil.   Ada wacana pemutihan tunggakan KUT yang dilontarkan oleh beberapa pejabat tinggi antara lain Dr. Syarif Hasan ketika menjabat sebagai Menteri Koperasi dan UKM, Dr. Ir. Airlangga Hartarto  MMT ketika menjabat sebagai Ketua Komisi VI DPR-RI, dan Hatta Rajasa sebagai Menko Perekonomian. Tetapi tidak ada juga realisasinya. Angin segar soal KUT kembali berhembus dengan pernyataan  Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi yang mentargetkan untuk pembebasan tunggakan KUT sebagai pernyataan politik di era jabatannya.

            Tunggakan KUT ini,   dari berbagai  sumber yang dapat dipercaya, melibatkan  sekitar 13.400 unit koperasi ( termasuk Koperasi Unit Desa atau KUD) dan sekitar 826 Lembaga Swadaya Masyarakat. Khususnya bagi Koperasi ataupun KUD yang memiliki tunggakan KUT berakibat mereka tersandera karena tidak dapat mengakses kredit ke lembaga perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Tentunya dengan tersumbatnya saluran permodalan ke lembaga keuangan ini maka koperasi tidak dapat  beroperasi secara wajar  untuk melayani kebutuhan ekonomi anggotanya.

Memahami  KUT

            Karena kasus tunggakan KUT sudah berlangsung lebih dari dua decade, mungkin banyak pihak termasuk yang di pemerintahan saat ini kurang atau tidak memahami  apa dan bagaimana KUT. Untuk itu ingatan atau informasi tentang KUT perlu disegarkan kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/24A/KEP/DIR  tanggal 7 Mei 1998 tentang KUT yang dimaksud dengan Kredit Usaha Tani ( KUT ) adalah  kredit modal kerja  yang diberikan oleh Bank kepada KUD atau melalui KUD untuk keperluan  petani yang tergabung  dalam Kelompok Tani guna membiayai usaha taninya   dalam rangka intensifikasi Padi, Palawija, dan Hortikultura.

            Selanjutnya  melalui Surat Keputusan  Direksi Bank Indonesia No. 31/164/KEP/DIR tanggal 8 Desember, KUT adalah kredit modal kerja  yang diberikan  melalui bank pemberi kredit kepada koperasi primer atau lembaga swadaya masyarakat sebagai pelaksana pemberian kredit untuk keperluan petani yang tergabung  dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. Dari perubahan ini yang tampak adalah bahwa kalau sebelumnyaa KUT hanya diberikan kepada Koperasi , selanjutnya diberikan peluang kepada Lembaga Swadaya untuk memanfaatkan KUT.

            Sebelum 1998 terdapat 2 (dua ) pola penyaluran yaitu Pola Umum di mana melalui KUD, dan Pola Khusus yang disalurkan melalui Kelompok Tani. Bank Pemberi Kredit berfungsi sebagai pelaksana di mana kredit yang disalurkan menggunakan dana bank pelaksana dan  dana Kredit Likuiditas Bank Indonesia  (KLBI).  Plafon kredit juga terbatas hanya  Rp 185 miliar untuk tahun 1997/ 1998. Bunga KUT ditetapkan sebesar 14% per tahun.

Pada dan sesudah 1998 terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam pemberian KUT. Di era krisis moneter yang melanda negara kita, Koperasi Unit Desa tidak lagi sebagai satu-satunya koperasi yang diijinkan di daerah pedesaan seperti tersebut dalam Instruksi Presiden No. 4/1984 tentang Koperasi Unit Desa. Melalui Instruksi Presiden No. 18/1998  yang ditandatangani oleh Presiden B.J Habibie di pedesaan dapat didirikan koperasi selain KUD.

Instansi  yang Terlibat

Dalam proses dan pelaksanaan penyaluran  KUT dalam jumlah yang sangat besar di 1998/1999  melibatkan  sekurang-kurangnya  empat lembaga yaitu : Pertama, Bank Indonesia sebagai penyedia dana  Kredit Likuiditas Bank Indonesia ( KLBI). Kedua, Departemen Koperasi dan UKM. Ketiga, Departemen Pertanian. Keempat, Bank Penyalur. Departemen Pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam pemberian dan penyaluran  KUT karena selain yang menetapkan  besaran plafond kredit, juga terkait dengan penetapan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok  Tani ( RDKK). Dalam RDKK ini terkandung  rencana kebutuhan Kelompok Tani untuk satu periode tertentu terkait dengan kebutuhan benih, pupuk, modal kerja, pestisida dan lain sebagainya  atas berbagai jenis komoditas yang masuk  dalam lingkup KUT. 

Petugas Penyuluh Lapangan  (PPL) yang adalah Pegawai Negeri Sipil Departemen Pertanian merupakan pihak yang sangat menentukan dalam pemberian dan penyaluran KUT. Sesuai dengan ketentuan PPL inilah yang bertanggung jawab atas kebenaran  RDKK yang memuat nama petani, luas areal dan kebutuhan nyata kredit. Untuk jerih payahnya ini PPL mendapatkan imbalan 1 ( satu ) % dari kredit yang diberikan.

Langkah penyelesaian.

KUT sebenarnya telah mendapat perhatian Pemerintah sejak mulai terjadi tunggakan dan diupayakan langkah penyelesaiannya.  Melalui Surat Keputusan  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian  No. 07A/M.EKON/02/2001 tentang Kebijakan Restrukturisasi Kredit Petani dan Reformasi Koperasi ditetapkan antara lain penghapusan bunga tunggakan kredit sebesar 100 persen. Namun demikian tampaknya Keputusan Menko Bidang Perekonomian yang saat itu dijabat oleh Dr. Rizal Ramli tidak terealisasi sepenuhnya yang diindikasi besarnya angka tunggakan kredit.

            Menteri Koperasi  Budi Ari Setiadi dalam menetapkan 16 priortitas program sebagai keputusan politik , termasuk pembebasan tunggakan KUT, tentunya telah menghitung secara cermat untuk realisasinya. Setidaknya  para Deputi yang membantunya telah mempersiapkan langkah operasionalnya agar program prioritas ini nantinya tidak hanya sebagai retorika politik atau hanya sebagai jargon.

            Beberapa hal yang memang perlu menjadi perhatian  dalam menangani tunggakan KUT yang sudah mengendap sekitar seperempat abad tersebut adalah tentang ketersediaan data. Selain tentang ketersediaan data, hal lain yang  harus dipertimbangkan apabila langkah pemutihan  atau pembebasan tunggakan sebagai solusi. Langkah atau kebijakan ini akan beririsan pada masalah  keadilan.

Memang sangat dilematis yang dihadapi Pemerintah dengan tunggakan kredit KUT ini.  Presiden Prabowo Subianto sudah bertekad untuk swasembada pangan yang paling tidak membutuhkan peran koperasi khususnya KUD untuk bisa  berkontribusi menunjang program tersebut. Kondisi tersandera dari beban hutang KUT ini dipastikan akan menghambat  gerak dan operasional sebagian  koperasi yang saat ini tersandera.  Namun demikian di lain sisi kasus tunggakan KUT cepat atau lambat ini juga harus diselesaikan. Namun demikian kita percaya bahwa Menteri Koperasi akan dapat merealisir programnya membebaskan tunggakan KUT. Pernyataan pembebasaan tunggakan KUT tentunya telah melalui suatu pemikiran yang mendalam.

BERITA TERKAIT

Redam Adiksi Judol di Masyarakat dan Tantangan Kebijakan di Era Digital

  Oleh: Ratna Soemirat, Peneliti Sosial Budaya Fenomena judi online (judol) telah menjadi masalah serius di Indonesia, dengan dampak yang…

Kebijakan PPN untuk Dukung Pemerataan Ekonomi di Indonesia

  Oleh: Satria Wicaksono, Pengamat Perpajakan     Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencerminkan upaya strategis pemerintah untuk mendukung…

Pajak atas Pengusaha UMKM : Pilih Tarif 0,5% atau Tidak?

  Oleh: Lazuardi Widyanto Pratama, Penyuluh Pajak KPP Pratama Pasuruan   Pajak merupakan pungutan yang sifatnya wajib dibayarkan oleh rakyat…

BERITA LAINNYA DI Opini

Redam Adiksi Judol di Masyarakat dan Tantangan Kebijakan di Era Digital

  Oleh: Ratna Soemirat, Peneliti Sosial Budaya Fenomena judi online (judol) telah menjadi masalah serius di Indonesia, dengan dampak yang…

Kebijakan PPN untuk Dukung Pemerataan Ekonomi di Indonesia

  Oleh: Satria Wicaksono, Pengamat Perpajakan     Kebijakan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mencerminkan upaya strategis pemerintah untuk mendukung…

Pajak atas Pengusaha UMKM : Pilih Tarif 0,5% atau Tidak?

  Oleh: Lazuardi Widyanto Pratama, Penyuluh Pajak KPP Pratama Pasuruan   Pajak merupakan pungutan yang sifatnya wajib dibayarkan oleh rakyat…