NERACA
Jakarta - Ketergantungan Indonesia kepada produk susu impor kini telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Pasalnya, kebijakan pembebasan bea masuk bagi negara-negara pengimpor susu seperti Australia dan New Zealand telah membuat susu produksi dalam negeri menjadi tidak terserap.
Dimana saat ini, 80 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi oleh impor. Ditambah lagi dengan program makan siang gratis maka anggaran justru akan mengalir ke luar negeri, sehingga memperlemah industri susu lokal dan memperkuat ketergantungan pada susu impor.
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengatakan, Jika kita asumsikan harga susu impor sekitar Rp 10.000 per liter, maka biaya total untuk 1,44 miliar liter akan mencapai sekitar Rp14,4 triliun per tahun. “Ini berarti Rp14,4 triliun berpotensi mengalir keluar negeri, khususnya ke negara-negara pemasok utama susu seperti Australia dan Selandia Baru,” ujar Achmad seperti pada keterangannya, Rabu (13/11)
Sementara, lanjut Achmad, peternak lokal hanya mendapat kesempatan pasar sekitar Rp3,6 triliun, jumlah yang cukup kecil dibandingkan dengan potensi yang dapat mereka raih jika program ini lebih banyak memprioritaskan produksi lokal. "Ketergantungan pada impor menimbulkan risiko ketidakstabilan harga dan pasokan. Jika terjadi kenaikan harga di negara pemasok atau gangguan rantai pasokan global, biaya untuk program ini bisa melonjak tajam. Tentu ini juga dapat mengganggu kestabilan anggaran pemerintah," ujarnya.
Selain itu, Achmad menambahkan bahwa ketergantungan ini juga dapat mengurangi insentif untuk mengembangkan industri susu lokal, sehingga peternak Indonesia kehilangan peluang untuk berkembang dan bersaing di pasar dalam negeri.
Dalam skenario ini, perusahaan-perusahaan susu di luar negeri, khususnya dari Australia dan Selandia Baru, mendapatkan keuntungan utama dari pasar yang besar dan berkelanjutan di Indonesia. “Sementara itu, industri susu lokal hanya menjadi pelengkap kebutuhan yang kecil, tanpa ada kepastian dukungan dalam jangka panjang,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Achmad, yang saat ini diperlukan oleh industri susu di Indonesia adalah adanya kebijakan Pembatasan dan Penurunan Impor secara Bertahap. Dalam hal ini, Pemerintah bisa menetapkan batas maksimal impor susu untuk program makan siang ini, yang dapat diturunkan secara bertahap dalam beberapa tahun.
"Ini akan memberikan waktu bagi industri lokal untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Selain itu, peninjauan kebijakan perdagangan, seperti bea masuk yang rendah untuk susu impor, dapat diperkuat demi melindungi peternak lokal tanpa melanggar aturan perdagangan internasional," ujar Achmad.
Pada kesempatan berbeda, Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economics (CORE), Eliza Mardian, mengusulkan agar pemerintah memastikan pasokan susu untuk program makanan bergizi gratis yang akan dimulai awal tahun depan bersumber dari peternak lokal, bukan dari impor. “Dengan melibatkan peternak lokal, perekonomian di daerah juga akan tergerak, dan pasar bagi peternak menjadi lebih terjamin," kata Eliza.
Menurut Eliza, kepastian pasar dapat membantu membangkitkan kembali industri susu nasional. Jika ada kepastian dalam pasar dan harga, ia meyakini produksi susu dalam negeri bisa ditingkatkan sehingga impor susu akan menurun.
Jika merujuk dengan Peraturan Menteri Pertanian RI No. 33/Permentan/PK.450/72018E7 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, industri besar diwajibkan bermitra dengan koperasi peternak lokal. Namun, saat ini hanya sekitar 20% industri yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal. “Ditambah lagi program makan bergizi besok, kebutuhan susu akan meningkat. jika hanya memgandalkan impor peternak susu lokal akan hancur,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito, mengatakan salah satu masalah utama peternak sapi perah lokal tidak bisa berkembang karena pemerintah tidak memberikan proteksi dari membanjirnya susu impor dari luar.
“Yang jadi masalah, susu impor dari luar negeri selama ini nyaris seluruhnya berbentuk susu skim atau bubuk kering. Dari sisi harga susu impor ini memang jauh lebih murah dibandingkan susu segar yang dihasilkan peternakan lokal,” ungkapnya. agus
Jakarta-Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta pemerintah daerah fokus mengintervensi harga beras. Upaya ini dinilai penting, terutama di wilayah yang harga berasnya telah…
Jakarta-Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan resmi memangkas regulasi penyaluran pupuk subsidi. Nantinya, surat keputusan (SK) dari kepala daerah tidak lagi…
NERACA Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy menyampaikan keselarasan capaian indikator…
Jakarta-Badan Pangan Nasional (Bapanas) meminta pemerintah daerah fokus mengintervensi harga beras. Upaya ini dinilai penting, terutama di wilayah yang harga berasnya telah…
NERACA Jakarta - Ketergantungan Indonesia kepada produk susu impor kini telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Pasalnya, kebijakan pembebasan bea masuk…
Jakarta-Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan resmi memangkas regulasi penyaluran pupuk subsidi. Nantinya, surat keputusan (SK) dari kepala daerah tidak lagi…