Swasembada Pangan

 

Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi

Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Solo

 

Kebutuhan pangan menjadi semakin penting di masa mendatang. Fakta ini tidak saja terkait laju peningkatan jumlah penduduk yang semakin banyak sehingga kebutuhan pangan semakin tinggi tapi juga komitmen mereduksi ketergantungan impor pangan dari sejumlah negara lain.

Betapa tidak, republik ini yang dikenal sebagai salah satu negara agraris, tapi faktanya laju angka impor sejumlah komoditas pangan cenderung terus meningkat sehingga tidak hanya menggerus ketahanan pangan tapi juga dampak terhadap neraca perdagangan. Oleh karena itu komitmen era Presiden Prabowo untuk memacu ketahanan pangan menarik dicermati, tidak hanya terkait peningkatan dalam ketersediaan pangan tapi juga kesejahteraan petani, termasuk juga harga pangan yang murah dan ketersediaannya yang mudah diperoleh rakyat.

Fakta ini menegaskan laju peningkatan peran pertanian memang harus ditingkatkan secara berkelanjutan karena ada mata rantai yang kompleks untuk memacu ketahanan dan swasembada pangan.

Komitmen memacu ketahanan pangan di era Presiden Prabowo secara tidak langsung menjadi peluang dan tantangan terutama menghadapi tantangan era global yang makin kompleks. Artinya, semangat ketahanan pangan disampaikan pada pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (20/10) harus bersinergi dengan banyak  pihak, baik sektoral maupun lintas sektoral.

Oleh karena itu, tidak ada alasan sebagai pengingkaran terhadap pencapaian komitmen ketahanan pangan tersebut. Meskipun demikian bukan tidak mungkin pencapaian itu bisa mudah sebab banyak tantangan di era now, baik dari aspek internal maupun eksternal, termasuk faktor dalam negeri dan juga luar negeri.

Paling tidak argumen yang mendasarinya yaitu pencapaian terhadap swasembada pangan dalam waktu singkat dan juga mereduksi ketergantungan pangan dari impor negara lain. Jadi, tidak ada alasan untuk mengabaikan komitmen Presiden Prabowo terhadap pencapaian ketahanan pangan demi swasembada pangan nasional.

Orientasi terhadap ketahanan pangan dan swasembada pangan tentu tidak bisa lepas dari ketersediaan luas lahan pertanian dan sarpras terhadap pertanian pangan. Hal ini juga mempertimbangkan kesejahteraan petani. Argumen yang mendasari tentu terkait dengan regenerasi pertanian yang sempat terputus karena faktanya banyak generasi di era now yang malas dan enggan meneruskan profesi sebagai petani.

Hal ini tidak bisa terlepas dari kesejahteraan petani yang cenderung turun sementara potensi pekerjaan di sektor informal dan formal cenderung dirasa lebih menjanjikan. Jadi, logis apabila regenerasi pelaku pertanian cenderung berhenti karena harapan mendasar dari proses regenerasi sector pertanian tentu terjadinya perbaikan dan peningkatan kesejahteraan.

Fakta yang terjadi justru sebaliknya sehingga tidak ada regenerasi di sektor pertanian dan banyak warga pedesaan yang akhirnya migrasi ke perkotaan dan beralih profesi di sektor informal. Padahal, migrasi dari pedesaan ke perkotaan juga berdampak bagi kondisi pedesaan secara umum.

Sinergi dari sejumlah kasus di atas maka beralasan jika era Otda ternyata tidak mampu memberikan peningkatan kesejahteraan di daerah pada umumnya dan juga pedesaan pada khususnya. Dampak sistemik dari kasus ini maka tingkat kesejahteraan di sektor pertanian cenderung terus menurun dan akhirnya tidak ada regenerasi pada pertanian yang kemudian berdampak sistemik terhadap sektor pertanian secara menyeluruh.

Di satu sisi, tentunya harus juga dipikirkan bagaimana meningkatkan daya tarik di sektor pertanian, terutama bagi generasi muda di era now sehingga mereka mau terlibat pada sektor pertanian secara menyeluruh dan di sisi lain bukan tidak mungkin pemerintah juga harus mendukung dengan memberikan stimulus kepada sektor pertanian sebagai komitmen memacu pencapaian ketahanan pangan yang mendukung swasembada pada sektor pertanian pangan pada khususnya. Oleh karena itu, era pemerintahan Prabowo mengalokasikan anggaran Rp.139,4 triliun untuk ketahanan pangan pada tahun 2025 yang disebar ke berbagai kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Pekerjaan Umum.

BERITA TERKAIT

Mendorong Kewaspadaan Masyarakat Lawan Hoaks Jelang Pilkada

    Oleh : Alva Raksa, Pemerhati Media Digital   Menjelang Pilkada serentak 2024, hoaks dan informasi palsu sering kali…

Prabowo Dorong Penguatan UMKM sebagai Pilar Ekonomi Nasional

Oleh: Jefri Muskaro, Pengamat UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan fondasi penting bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi UMKM dalam…

DI BALIK IMPOR GULA YANG MASIF: - Celah Konflik Kepentingan dan Risiko Kriminalisasi Pejabat

    Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Kasus impor gula di Indonesia menjadi sorotan tajam…

BERITA LAINNYA DI Opini

Mendorong Kewaspadaan Masyarakat Lawan Hoaks Jelang Pilkada

    Oleh : Alva Raksa, Pemerhati Media Digital   Menjelang Pilkada serentak 2024, hoaks dan informasi palsu sering kali…

Prabowo Dorong Penguatan UMKM sebagai Pilar Ekonomi Nasional

Oleh: Jefri Muskaro, Pengamat UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan fondasi penting bagi perekonomian Indonesia. Kontribusi UMKM dalam…

DI BALIK IMPOR GULA YANG MASIF: - Celah Konflik Kepentingan dan Risiko Kriminalisasi Pejabat

    Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Kasus impor gula di Indonesia menjadi sorotan tajam…