Restrukturisasi Mesin Genjot Kinerja Industri Mamin

NERACA

Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) telah membuktikan perannya sebagai sektor strategis dalam menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini tecermin pada triwulan II tahun 2024, kontribusi sektor industri mamin terhadap PDB industri nonmigas mencapai 40,33 persen.

“Pertumbuhan yang signifikan ini menunjukkan pemulihan setelah sektor mamin mengalami dampak negatif akibat pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan positif sebesar 5,53 persen (y-o-y) pada triwulan yang sama,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Juli Ardika di Jakarta.

Tren positif di industri mamin juga terlihat dari nilai realisasi investasi di sektor industri mamin yang mencapai Rp21,47 triliun pada triwulan II tahun 2024. Hal ini menandakan bahwa pelaku industri mamin masih optimistis terhadap iklim usaha di Indonesia.

“Oleh karena itu, dengan performa yang gemilang tersebut, Kemenperin bertekad untuk terus meningkatkan kinerja industri mamin agar bisa lebih berdaya saing global,” ungkap Putu. Apalagi, industri mamin termasuk salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Salah satu kebijakan untuk memacu pengembangan industri mamin, telah diterbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40 Tahun 2024 tentang Program Restrukturisasi Mesin dan/atau Peralatan pada Industri Makanan dan Industri Minuman. Melalui program strategis ini, pemerintah memberikan insentif berupa potongan harga berupa penggantian sebagian dari harga pembelian mesin/atau alat.

“Program ini memberikan pembiayaan hingga Rp1 miliar bagi industri yang memenuhi syarat, dengan penggantian sebagian biaya untuk pembelian mesin dan/atau alat yang bernilai minimal Rp 300 juta,” tutur Putu.

Ketentuan mengenai besaran penggantian tersebut, yaitu sebesar 35 persen untuk mesin dan peralatan yang diproduksi di dalam negeri serta dilengkapi dengan tanda sah capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling sedikit 25 persen. Selain itu, penggantian sebesar 25 persen juga untuk produk yang diproduksi di dalam negeri, dan penggantian sebesar 15 persen untuk mesin dan peralatan yang tidak diproduksi di dalam negeri.

“Beberapa kriteria penting untuk mesin dan peralatan mencakup penggunaannya dalam proses produksi dan periode pengadaan yang ditentukan. Selain itu, penerima program diwajibkan memiliki akun SIINas dan laporan data industri setidaknya selama satu tahun terakhir guna memastikan bahwa hanya industri yang siap beradaptasi dengan inovasi yang mendapatkan fasilitas ini,” lanjut Putu.

Tujuan program restrukrturisasi mesin/alat industri mamin ini diharapkan dapat mendorong hilirisasi sumber daya alam berbasis agro, antara lain industri pengolahan rumput laut, sagu, kelapa, kakao, dan pengolahan susu.

“Program ini juga diyakini dapat meningkatkan ketersediaan bahan baku serta mendukung program substitusi impor untuk mewujudkan kemandirian industri, serta meningkatkan daya saing melalui peningkatan efisiensi, produktivitas, dan penggunaan teknologi terbaru yang ramah lingkungan,” ujar Putu. Dengan berbagai langkah dan dukungan pemerintah tersebut, Dirjen Industri Agro optimistis industri mamin dapat terus tumbuh dan berkembang.

Lebih lanjut, industri mamin merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional, khususnya terhadap sektor industri pengolahan nonmigas. Pada triwulan II tahun 2024, struktur produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan nonmigas didominasi oleh industri mamin yang berperan sebesar 38,4 persen. 

“Peranan besar tersebut didorong oleh kinerja ekspor industri mamin, yang tecermin pada Agustus 2024 mencapai USD3,78 miliar atau memberikan andil 21,36 persen dari total nilai ekspor industri pengolahan nonmigas,” ungkap Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA), Kemenperin, Reni Yanita.

Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, Yedi Sabaryadi menyampaikan bahwa IKM mamin menghadapi berbagai tantangan dalam proses pengembangan bisnisnya, seperti proses produksi yang belum menerapkan penggunaan teknologi, penerapan keamanan pangan pada proses produksinya serta akses pasar yang harus ditopang dengan aspek pemasaran yang baik.

“Untuk mengatasi tantangan tersebut, Ditjen IKMA memiliki berbagai program pembinaan, antara lain penerapan sistem keamanan pangan dalam bentuk pendampingan dan sertifikasi HACCP, kemitraan IKM dengan sektor ekonomi terkait lainnya, dan pendampingan peningkatan pasar ekspor,” ungkap Yedi.

 

 

 

BERITA TERKAIT

PHE ONWJ Raih Penghargaan Internasional GCSA 2024

PHE ONWJ Raih Penghargaan Internasional Global Corporate Sustainability Award (GCSA) 2024 Jakarta – Upaya Pertamina Hulu Energi Offshore North West…

Portal Satu Data Pangan Barometer Data Pangan Nasional

NERACA Jakarta – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan data pangan melalui integrasi…

Hilirisasi Industri Kunci Mencapai Pertumbuhan Ekonomi

NERACA Yogyakara – Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan pentingnya hilirisasi industri sebagai kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen…

BERITA LAINNYA DI Industri

PHE ONWJ Raih Penghargaan Internasional GCSA 2024

PHE ONWJ Raih Penghargaan Internasional Global Corporate Sustainability Award (GCSA) 2024 Jakarta – Upaya Pertamina Hulu Energi Offshore North West…

Portal Satu Data Pangan Barometer Data Pangan Nasional

NERACA Jakarta – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus mendorong pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan data pangan melalui integrasi…

Hilirisasi Industri Kunci Mencapai Pertumbuhan Ekonomi

NERACA Yogyakara – Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan pentingnya hilirisasi industri sebagai kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen…