Efisiensi Biaya Penanggulangan Bencana dengan Konsep Risk Pool

 

Oleh: Rita Helbra Tenrini, Analis Madya di BKF, Kemenkeu

 

Indonesia rawan bencana, rata-rata 15 kejadian bencana alam per hari. Berdasarkan data BNPB terjadi 5.400 bencana pada tahun 2023. Hal ini disebabkan secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Berdasarkan World Risk Report 2023, Indonesia negara dengan disaster index tertinggi kedua setelah Filipina.

Tidak ada satupun daerah provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia yang tidak terpapar risiko bencana. Berdasarkan peta Risiko Bencana Indonesia BNPB tahun 2022, terdapat 13 provinsi berada pada kelas risiko bencana tinggi dan 21 provinsi berada pada kelas risiko bencana sedang.

Kerugian ekonomi rata-rata tiap tahun berdasarkan data historis tahun 2000 sampai dengan 2016 sebesar 22,8 triliun. Jumlah kerugian ekonomi akibat bencana tsunami dan gempa bumi di Aceh pada tahun 2004 bahkan mencapai Rp51,4 triliun. Sementara kemampuan pemerintah dalam pendanaan bencana mengalami keterbatasan dengan rata-rata jumlah dana cadangan bencana dalam APBN sebesar 3 sd 5 triliun rupiah, sehingga di tahun-tahun dimana terjadi bencana besar, akan terjadi realokasi anggaran, yang akan mengganggu jalannya perencanaan pembangunan.

Keterbatasan tersebut membuat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal meluncurkan Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) pada tahun 2018. Strategi PARB merupakan kombinasi dari berbagai instrumen keuangan untuk mendapatkan skema pendanaan risiko bencana yang memadai, tepat waktu dan sasaran, efektif, berkelanjutan, dan transparan.

Sebelum diluncurkannya strategi PARB hanya terdapat satu instrumen pembiayaan yaitu APBN/APBD, penggunaannya kurang fleksibel karena mengikuti siklus APBN, bersifat retensi dan reaktif dimana dana akan tersedia setelah terjadinya bencana. Setelah diluncurkannya strategi PARB maka terdapat bauran instrumen pembiayaan, dan tidak tergantung kepada APBN. Pembiayaan menjadi bersifat proaktif dimana dana tersedia sebelum terjadi bencana dan adanya transfer risiko melalui mekanisme asuransi

Mekanisme transfer risiko adalah mekanisme atau cara pengalihan risiko kerugian finansial atas harta benda yang diakibatkan oleh suatu peril dari individu atau badan usaha kepada perusahaan asuransi. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu sebagai instansi yang bertanggung jawab mengelola aset negara, sejak tahun 2019, telah mulai mengasuransikan gedung perkantoran, sekolah, dan kesehatan. Asuransi BMN dilakukan secara bertahap dan saat ini seluruh K/L telah mengasuransikan aset mereka.

Tingginya risiko bencana membuat premi asuransi lebih mahal dan terbatasnya anggaran negara menyebabkan perlunya strategi untuk menurunkan premi asuransi, efisiensi biaya penanggulangan bencana. Dalam konsep asuransi dikenal konsep risk pool, dimana penggabungan risiko secara bersama-sama memungkinkan diversifikasi risiko bencana, premi yang lebih tinggi bagi mereka yang risikonya tinggi diimbangi dengan premi yang relatif lebih rendah bagi mereka yang risikonya rendah. Secara umum, semakin besar risk pool, maka semakin dapat diprediksi dan stabil premi asuransi. Sehingga premi asuransi dapat diperoleh secara optimal dan sesuai dengan risiko sesungguhnya dari kumpulan risiko tersebut.

Inisiatif risk pool sudah dilaksanakan di beberapa wilayah lain seperti African Risk Capacity (ARC) yang didirikan pada tahun 2012 sebagai Badan Khusus Uni Afrika. ARC menyediakan asuransi bencana parametrik (kekeringan, siklon tropis, dan banjir; serta wabah dan epidemi). Saat ini, terdapat 39 negara anggota Uni Afrika.

Pacific Catastrophe Risk Insurance Company (PCRIC) merupakan inisiatif risk pool lainnya. Didirikan pada bulan Juni 2016 untuk menanggulangi risiko bencana dan iklim di Negara Kepulauan Pasifik. PCRIC Menyediakan asuransi bencana parametrik (topan tropis pasifik dan gempa bumi pasifik termasuk tsunami). Enam negara Pasifik menjadi anggota yaitu Kepulauan Cook, Fiji, Kepulauan Marshall, Samoa, Tonga, dan Vanuatu.

Inisiatif risk pool lainnya adalah Caribbean Catastrophe Risk Insurance Facility (CCRIF SPC) yang didirikan pada tahun 2007. CCRIF SPC adalah risk pool multi-negara dan multi-bahaya pada pemerintah Karibia dan Amerika Tengah. Risk pool ini menyediakan asuransi bencana parametrik (siklon tropis, gempa bumi, curah hujan berlebih, sektor perikanan, dan sektor pelayanan publik). Saat ini CCRIF SPC memiliki 26 negara anggota.

Inisiatif pembentukan risk pool dalam kerja sama regional ASEAN adalah South-East Asia Disaster Risk Insurance Facility (SEADRIF). Inisiatif SEADRIF yang didirikan pada tahun 2019 merupakan platform kerja sama negara anggota ASEAN yang kemudian dikembangkan ke ASEAN+3 yang fokus pada penyediaan fasilitas dan solusi pembiayaan risiko bencana melalui asuransi. Saat ini, 8 negara ASEAN+3 telah menjadi anggota inisiatif SEADRIF yaitu Kamboja, Indonesia, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Jepang, Vietnam.  Beberapa negara ASEAN+3 seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Timor Leste, Korea dan China belum menjadi anggota inisiatif SEADRIF. Konsep risk pool belum dapat dioptimalkan dengan belum bergabungnya seluruh negara ASEAN+3 sehingga belum tercapai diversifikasi risiko. Negara ASEAN+3 lainnya hendaknya diundang menjadi anggota dari inisiatif SEADRIF, sebagai suatu bentuk solidaritas regional, sesuai dengan motto ASEAN “One Vision, One Identity, One Community”.

Kemudian  tahun 2019 dibentuk perusahaan Asuransi SEADRIF untuk menyediakan solusi pembiayaan risiko bencana ex-ante yang disesuaikan untuk negara ASEAN+3. Perusahaan SEADRIF menawarkan produk asuransi regional pertama berupa produk asuransi banjir parametrik untuk Laos. Hendaknya SEADRIF tidak hanya menawarkan produk asuransi banjir, akan tetapi bencana lain seperti gempa bumi, karena untuk Indonesia bencana dengan kerugian ekonomi paling tinggi yaitu gempa bumi.

Pemanfaatan produk asuransi SEADRIF juga terkendala regulasi asuransi. Berdasarkan UU Perasuransian, SEADRIF harus bekerja sama dengan perusahaan domestik. Kerjasama SEADRIF dan perusahaan asuransi domestik juga dapat ditujukan untuk memperkuat industri asuransi domestik .

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau sebanyak 17 ribu, dengan jumlah penduduk sebanyak 282 juta dan total pemerintah daerah saat ini sebanyak 38 provinsi dan 514 kab/kota, dengan keanekaragaman risiko tiap provinsi, juga dapat memanfaatkan prinsip risk pool dalam penerapan asuransi bencana. Seluruh pemda dapat menggabungkan risikonya dan membentuk risk pool tersendiri. Keberagaman Indonesia dapat menjadi suatu alat untuk dapat menurunkan biaya penanggulangan bencana demi Indonesia yang tangguh bencana. 

BERITA TERKAIT

Dorong Food Estate untuk Wujudkan RI sebagai Lumbung Pangan Dunia

    Oleh : Rizka Soraya, Pengamat Pangan    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung…

Presiden Prabowo Tegas Berantas Penyelundupan Demi Selamatkan Kas Negara

    Oleh :  Gita Oktaviani, Pegiat Anti Korupsi     Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen…

Komitmen Berantas Narkoba Demi Mewujudkan Generasi Emas

  Oleh: Marsha Shamanta, Aktivis LSM Anti-Narkoba Jakarta   Presiden Prabowo Subianto dalam pidato pelantikannya pada 20 Oktober 2024 menggarisbawahi…

BERITA LAINNYA DI Opini

Efisiensi Biaya Penanggulangan Bencana dengan Konsep Risk Pool

  Oleh: Rita Helbra Tenrini, Analis Madya di BKF, Kemenkeu   Indonesia rawan bencana, rata-rata 15 kejadian bencana alam per…

Dorong Food Estate untuk Wujudkan RI sebagai Lumbung Pangan Dunia

    Oleh : Rizka Soraya, Pengamat Pangan    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung…

Presiden Prabowo Tegas Berantas Penyelundupan Demi Selamatkan Kas Negara

    Oleh :  Gita Oktaviani, Pegiat Anti Korupsi     Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen…