Sebagian besar masyarakat strata terbawah saat ini bergantung pada pekerjaan informal seperti pedagang kaki lima (PKL) atau buruh harian, yang tidak memiliki perlindungan social maupun tunjangan kesehatan yang memadai. Saat kondisi perekonomian melambat, mereka tidak hanya mengalami penurunan penghasilan, tetapi juga mengikuti jalannya ekonomi yang subsistensi ketat dengan menghemat segala kebutuhan harian untuk bisa bertahan hidup lebih lama.
Selain itu, kenaikan harga barang kebutuhan pokok seperti beras dan minyak, memaksa mereka berjuang lebih keras untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Banyak dari mereka juga menghadapi kesulitan akses ke layanan kesehatan yang memadai, dengan biaya pengobatan yang tinggi dan fasilitas kesehatan yang terbatas di daerah mereka.
Begitu juga pendidikan anak-anak sering kali terhambat oleh kurangnya fasilitas dan biaya tambahan, yang membuat mereka sulit untuk meraih peluang yang lebih baik. Keterbatasan finansial juga sering memaksa terjebak dalam siklus utang berbunga tinggi, yang semakin membebani mereka. Ditambah dengan risiko lingkungan seperti banjir atau pencemaran, masyarakat kelas bawah berjuang untuk tetap bertahan hidup.
Saat potret masyarakat kelas bawah di berbagai negara menunjukkan protes atau ketidakpuasan secara terbuka, masyarakat Indonesia justru menunjukkan ketenangan dan penerimaan yang luar biasa. Mereka tetap melanjutkan kehidupan sehari-hari dengan kesederhanaan dan harapan, menyadari bahwa perubahan besar mungkin tidak selalu dicapai dengan cepat.
Mereka adalah tiang penyangga yang memastikan stabilitas sosial dan ekonomi. Mereka layak mendapatkan penghormatan yang lebih tinggi, sebagai pengakuan atas ketangguhan dan dedikasi mereka yang luar biasa di masa yang penuh tantangan seperti saat ini.
Ironisnya, meski mereka seharusnya mendapatkan bagian yang lebih besar dari kue ekonomi untuk membantu mereka bangkit dari keterpurukan, kenyataannya justru berbeda. Sebagian besar kekayaan dan kesempatan sering kali terkonsentrasi di tangan sekelompok orang kaya, yang dengan akses dan privilese lebih besar, mampu memperkaya diri jutaan kali lebih banyak. Mereka mendapatkan keuntungan dari kebijakan, investasi, dan peluang yang tidak tersedia bagi masyarakat kelas bawah.
Jelas, dari sisi kerangka pertumbuhan ekonomi Indonesia, besaran angka produk domestik bruto (PDB) sering kali menjadi tujuan utama politisi, yang seakan-akan PDB merupakan satu-satunya barometer mutlak dari kemajuan sebuah negara.
Namun patut disadari, memusatkan perhatian hanya pada PDB ibarat melihat puncak gunung es tanpa tanpa menyelam ke dasar laut. Artinya, meski PDB tinggi menyiratkan geliat transaksi ekonomi yang tangguh, namun tidak menyentuh inti dari kualitas pembangunan. Seperti mata uang yang dipertukarkan dalam pasar, PDB tidak memperhitungkan distribusi kekayaan yang timpang. Sebagian kecil individu mungkin meraup keuntungan, sementara mayoritas lainnya tertinggal dalam baying-bayang kemiskinan.
Adapun dorongan untuk mencapai angka PDB yang meningkat sering kali juga datang dengan harga yang mahal seperti penjarahan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan, yang akhirnya dapat menghancurkan ekosistem dan merusak kesehatan masyarakat.
Oleh sebab itu, menjadikan PDB sebagai tolok ukur tunggal adalah pendekatan yang sangat terbatas. Untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan benar-benar bermanfaat, saatnya kita perlu melihat lebih dari sekedar angka. Kita harus menilai siapa yang sudah berkontribusi di garis finish ekonomi dan siapa yang gagal dalam perlombaan menempuh perjuangan hidup.
Jelas, dalam gelombang ketidakpastian ekonomi saat ini, sebagian besar masyarakat strata kelas bawah bertarung keras untuk memenuhi kebutuhan dasar dengan sumber daya yang dimiliki sangat terbatas. Mereka seolah-olah kebal dengan badai pemutusan hubungan kerja (PHK), gaji sebatas upah minimum, mereka tetap berdiri tegak dan berjuang demi untuk anak dan keluarga mereka. Itulah potret dinamika kehidupan masyarakat secara ekonomis di negeri ini.
Keputusan Pemerintah dan DPR yang berencana mengampuni para pengemplang pajak pada tahun depan, dan pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa koruptor…
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM…
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki kebutuhan energi yang terus meningkat, terutama saat momentum penting seperti…
Keputusan Pemerintah dan DPR yang berencana mengampuni para pengemplang pajak pada tahun depan, dan pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa koruptor…
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM…
Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki kebutuhan energi yang terus meningkat, terutama saat momentum penting seperti…