NERACA
Jakarta - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengungkapkan kemajuan teknologi menimbulkan pergantian aktivitas kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung memengaruhi lahirnya berbagai bentuk perbuatan hukum yang juga baru, salah satunya pelanggaran kekayaan intelektual.
"Kemajuan teknologi ini memberikan banyak dampak positif, tetapi dampak negatifnya timbul kejahatan, salah satunya kejahatan di bidang kekayaan intelektual secara daring," kata Kanit 1 Subdit Industri dan Perdagangan Dittipideksus Bareskrim Polri AKBP Muhammad Taat Resdi dalam diskusi Forum Kejahatan Kekayaan Intelektual yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (6/5).
Ia pun menjelaskan terdapat beberapa modus operandi pelanggaran kekayaan intelektual secara daring, yakni memalsukan merek terkenal, menempel merek tertentu pada produk palsu, mengganti isi pada kemasan merek terkenal, membuat produk serupa, merek berbeda namun desain produk sama, memalsukan temuan teknologi, serta membuat produk dengan meniru sistem teknologi yang telah didaftarkan.
Untuk itu, Polri, sebagai salah satu instansi yang memiliki komitmen yang sangat kuat terhadap perlindungan kekayaan intelektual, sudah lama melakukan penegakan dan perlindungan hukum di bidang kekayaan intelektual untuk melindungi pemilik hak kekayaan intelektual.
Berbagai penegakan hukum dalam mengatasi pelanggaran kekayaan intelektual secara daring tersebut dilakukan dengan enam strategi, yaitu membuat tim khusus, pemantauan daring, kerja sama dengan pihak berwenang lainnya, penyelidikan mendalam, kampanye kesadaran publik, serta kerja sama internasional.
Seluruh upaya itu, kata dia, dilakukan dengan terlibat secara aktif, baik yang bersifat nasional, regional, maupun internasional, guna menghindari adanya pelanggaran hak terdaftar, menyejahterakan pemilik hak terdaftar, meningkatkan daya kompetisi terkait kreativitas intelektual, dan melindungi konsumen dari produk palsu.
Selain melindungi pemilik hak kekayaan intelektual, Taat menyebutkan penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual juga bertujuan meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia karena pembangunan ekonomi suatu negara sangat berkaitan erat dengan perlindungan kekayaan intelektual.
"Semakin terbuka sistem perekonomian suatu negara, maka perlindungan kekayaan intelektual akan memainkan peranannya dalam mendukung pembangunan ekonomi negara tersebut," ujarnya.
Kemudian Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menangani 636 kasus kejahatan di bidang kekayaan intelektual sejak 2019 sampai Februari 2024.
Muhammad Taat Resdi mengungkapkan, seluruh kasus tersebut berasal dari laporan para pemegang hak kekayaan intelektual berdasarkan undang-undang (UU) di ranah kekayaan intelektual kepada satuan Polri di seluruh Indonesia, tak hanya Bareskrim.
"Dari 636 kasus itu, sebagian besar kasus dihentikan karena pelapor mencabut pengaduannya," ujar Taat.
Ia membeberkan, dari 636 kasus tersebut, sebanyak 38,8 persen (247 kasus) dihentikan penyidikannya, 38,2 persen (243 kasus) dalam proses, 15,69 persen (99 kasus) berada dalam tahap 2, 4,9 persen (31 kasus) dihentikan penyelidikannya karena tidak ditemukan pelanggaran, serta 2,5 persen (16 kasus) dilimpahkan.
Dari jenisnya, dia menyebutkan pelaporan kasus kejahatan kekayaan intelektual didominasi di bidang merek sebanyak 417 kasus, yang disusul kejahatan kekayaan intelektual di bidang hak cipta sebanyak 175 kasus, desain industri sebanyak 26 kasus, paten sebanyak 10 kasus, dan rahasia dagang sebanyak 8 kasus.
Di bidang merek, Taat mengungkapkan salah satu contoh kasus kejahatan kekayaan intelektual yang ditangani Polri, yakni pelaporan pemilik merek 'Scarlett' yang merupakan merek kosmetik terkenal di Indonesia, dengan kerugian pelapor mencapai Rp30 miliar.
Selain itu, kata dia, terdapat pula proses penegakan hukum di bidang merek lainnya yang ditangani Polri, dengan pelapor merupakan pemilik merek 'Inoac' yang merupakan merek kasur terkenal di Indonesia. Kerugian pelapor dari kasus tersebut mencapai Rp25 miliar.
"Kedua perkara ini sudah dihentikan karena sudah mencapai kesepakatan antara pelapor dan terlapor dengan penggantian kerugian, sehingga dicabut laporannya," tuturnya.
Kendati demikian, Taat menjelaskan 636 kasus mengenai kekayaan intelektual tersebut hanya mencakup kasus-kasus yang dilaporkan pemegang hak kekayaan intelektual, lantaran masih banyak kasus lainnya yang disidik oleh Polri tanpa menunggu laporan dari pemegang hak.
Namun, lanjut dia, berbagai kasus yang disidik oleh Polri itu dilakukan dengan tindak pidana lain menggunakan UU Kesehatan, UU Pangan, hingga UU Perlindungan Konsumen. Ant
NERACA Jakarta - Enam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yang mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengukuhkan 45 finalis Puteri Indonesia 2025 sebagai Duta Obat dan Makanan…
NERACA Jakarta - DPR RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dilaksanakan secara…
NERACA Jakarta - Enam mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yang mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengukuhkan 45 finalis Puteri Indonesia 2025 sebagai Duta Obat dan Makanan…
NERACA Jakarta - DPR RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan dilaksanakan secara…