Hukuman Nihil Koruptor BT Mengesankan Pemberantasan Korupsi Masih Lemah

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

 

Korupsi terus mencengkram negara ini seolah-olah tidak akan pernah bisa diselesaikan. Para penegak hukum yang menangani datang silih berganti tapi korupsi tak pernah pergi.

Semakin hari harapan negara ini bersih dari korupsi semakin tipis. Bagaimana tidak, banyak kasus-kasus korupsi yang tidak pernah bisa diselesaikan hingga saat ini seperti pelaku Harun Masiku yang tidak pernah tertangkap dan publik menilai KPK tidak berdaya menangani ini karena diduga melibatkan partai penguasa, hukuman pun terlalu ringan dan seperti mudah dikorting seperti pada terpidana kasus korupsi Jaksa Pinangki.

Kali ini dipertontonkan lagi kasus korupsi salah satu yang terbesar yang merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun yang divonis nihil. Terpidana kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) (Persero) yang dilakukan oleh Benny Tjokrosaputro (BT) divonis nihil oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada hari Kamis (12/1/2023). 

Tuntutan hukuman mati yang dilayangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak dikabulkan oleh hakim dengan alasan bahwa JPU menuntut di luar pasal yang didakwakan dan JPU tidak bisa membuktikan beberapa kondisi dalam kasus ini, korupsi yang dilakukan terjadi disituasi negara sedang aman dan terdakwa terbukti tidak melakukan korupsi secara berulang.

Benny Tjokro pun divonis nihil oleh hakim dengan alasan bahwa Benny Tjokro sudah dihukum penjara seumur hidup pada kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero). Dan Benny Tjokro hanya di denda uang pengganti sebesar Rp 5,733 triliun, jika dalam 1 bulan tidak dipenuhi sejak vonis inkrah maka asetnya akan disita dan dilelang.

Kerugian mencapai Rp 22,7 trilun dan denda hanya Rp 5,733 triliun. Inipun dimata publik tampak sebagai bentuk ketidakadilan. Dan sewajarnya jika hukuman mati menjadi tuntutan JPU. Ini akan menjadi preseden buruk yang membuat publik pesimis dengan penegakan hukum di Indonesia.

Kasus ini menjadi kasus terbesar kedua setelah kasus korupsi penyerobotan lahan yang dilakukan oleh Surya Darmadi yang merugikan negara hingga mencapai Rp78 triliun.

Jika kasus-kasus korupsi terkesan tidak ditangani secara adil maka publik akan tetap pesimis dan terus menganggap bahwa pemerintah tidak pernah berhasil menjalankah fungsi penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi.

BERITA TERKAIT

Kebutuhan Pokok Tak Terdampak, Penyesuaian PPN 1% Berpihak ke Rakyat Kecil

    Oleh : Vania Salsabila Pratama, Pengamat Perpajakan       Penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%…

Peran Aktif Masyarakat: Kunci Sukses Berantas Judol

Oleh : Samuel Christian Galal, Pengamat Sosial Budaya     Perjudian online atau yang sering disebut judol telah menjadi ancaman…

Peran Strategis Direksi dan Komisaris Mencegah Kepailitan

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik, Konsultan Hukum             Kecenderungan meningkatnya perkara hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran…

BERITA LAINNYA DI Opini

Kebutuhan Pokok Tak Terdampak, Penyesuaian PPN 1% Berpihak ke Rakyat Kecil

    Oleh : Vania Salsabila Pratama, Pengamat Perpajakan       Penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%…

Peran Aktif Masyarakat: Kunci Sukses Berantas Judol

Oleh : Samuel Christian Galal, Pengamat Sosial Budaya     Perjudian online atau yang sering disebut judol telah menjadi ancaman…

Peran Strategis Direksi dan Komisaris Mencegah Kepailitan

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik, Konsultan Hukum             Kecenderungan meningkatnya perkara hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran…