NERACA
Jakarta – Pada Maret 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,92 miliar. Nilai ini naik 0,38 persen dibandingkan Februari 2025 (MoM) dan naik 5,34 persen dibandingkan Maret 2024 (YoY).
“Bila dibandingkan dengan Februari 2025, kenaikan impor Maret 2025 hanya terjadi pada sektor migas sebesar 9,07 persen, sementara impor nonmigas turun sebesar 1,18 persen (MoM). Secara tahunan, impor nonmigas naik sebesar 7,91 persen, sementara impor migas turun 5,98 persen (YoY),” jelas Menteri Perdagangan Budi Santoso.
Budi memaparkan, kinerja impor Maret 2025 masih didominasi bahan baku dan penolong dengan pangsa 71,23 persen, diikuti barang modal 19,56 persen dan barang konsumsi 9,21 persen.
Pada Maret 2025, impor barang konsumsi dan barang modal meningkat masing-masing sebesar 18,73 persen dan 7,28 persen (MoM).
Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong justru tercatat turun sebesar 3,27 persen (MoM). Barang konsumsi yang impornya naik signifikan, antara lain, bawang putih, apel, jeruk, monitor berwarna, dan mobil listrik.
Sementara itu, impor barang modal yang naik tinggi adalah mesin sortir, mesin pemanas, komputer, pesawat terbang, dan kapal tanker.
Di sisi lain, impor bahan baku dan penolong yang turun adalah gandum, kedelai, tebu, batu bara bitumen, dan pipa.Beberapa produk impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi pada Maret 2025 ini, antara lain, buah-buahan (HS 08) yang naik 56,63 persen; pupuk (HS 31) naik 46,06 persen; kertas, karton, dan barang daripadanya (HS 48) naik 29,12 persen; kain rajutan (HS 60) naik 23,69 persen; serta ampas dan sisa industri makanan (HS 23) naik 14,60 persen (MoM).
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia didominasi dari Tiongkok, Jepang, dan Thailand dengan total pangsa 52,21 persen dari total impor nonmigas Maret 2025. Beberapa negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, di antaranya adalah Pantai Gading yang naik 357,70 persen, Afrika Selatan 206,68 persen, Swedia 76,13 persen, Prancis 68,29 persen, dan Inggris 40,35 persen (MoM).
Secara kumulatif untuk periode Januari—Maret 2025, total impor mencapai USD55,71 miliar, naik 1,47 persen (CtC). Peningkatan impor tersebut dipicu impor nonmigas yang naik sebesar 2,91 persen, namun impor migas turun sebesar 5,85 persen (CtC).
Sementtara itu, Februari 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,86 miliar. Nilai ini naik 5,18 persen dibandingkan Januari 2025 (MoM) dan naik 2,30 persen dibandingkan Februari 2024 (YoY). Bila dibandingkan dengan Januari 2025, kenaikan impor Februari 2025 terjadi baik pada sektor nonmigas sebesar 3,52 persen maupun pada migas sebesar 15,50 persen (MoM). Secara tahunan, impor nonmigas naik sebesar 3,47 persen sementara impor migas turun 3,77 persen (YoY).
Budi memaparkan, kinerja impor Februari 2025 masih didominasi bahan baku/penolong dengan pangsa 73,90 persen, diikuti barang modal 18,31 persen dan barang konsumsi 7,79 persen.
Pada Februari 2025, impor bahan baku/penolong dan barang modal meningkat masing-masing sebesar 7,44 persen dan 4,13 persen (MoM). Kenaikan impor tersebut sejalan dengan perkembangan industri manufaktur yang sedang ekspansif yang terlihat dari naiknya Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia di Februari 2025 menjadi 53,6.
Di sisi lain, impor barang konsumsi justru tercatat turun 10,61 persen (MoM). Penurunan daya beli, yang diindikasikan oleh melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 127,2 pada Januari 2025 menjadi 126,4 pada Februari 2025, merupakan salah satu faktor turunnya impor barang konsumsi. Bahan baku/penolong yang impornya naik signifikan, antara lain, logam mulia, minyak mentah, batu bara, bijih besi, dan gandum.
Sementara itu, impor barang modal yang naik tinggi adalah ponsel pintar,instrumen navigasi, personal computer, dan kendaraan pengangkut barang. Di sisi lain, impor barang konsumsi yang turun adalah daging lembu beku, beras, jeruk mandarin, apel, dan cabai kering.
Beberapa produk impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi pada Februari 2025 ini, antara lain, logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) sebesar 110,26 persen; bijih logam, terak, dan abu (HS 26) 88,86 persen; bahan bakar mineral (HS 27) 78,65 persen; gula dan kembang gula (HS 17) 49,24 persen; sertaperangkat optik, fotografi, dan sinematografi (HS 90) 46,18 persen (MoM).
Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Indonesia didominasi Tiongkok, Jepang, dan Thailand dengan total pangsa 51,12 persen dari total impor nonmigas Februari 2025. Beberapa negara asal impor nonmigas dengan kenaikan tertinggi, diantaranya adalah Argentina 150,68 persen, Swiss 140,77 persen, Arab Saudi 79,48 persen, Australia 73,59 persen, dan Turki 63,78 persen (MoM).
Terkait dengan impor, Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menegaskan bahwa rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menghapus sistem kuota impor komoditas tidak akan mengancam kelangsungan industri pertanian dalam negeri.
Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk melindungi kepentingan petani dan pelaku usaha domestik, seiring dengan langkah mendorong tercapainya swasembada pangan nasional.
Sudaryono atau yang akrab disapa Mas Dar ini menyampaikan, bahwa kebijakan ini justru ditujukan untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efisien dalam rantai pasok pangan nasional.
Pertamina NRE Manfaatkan Teknologi AI untuk PLTS Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), subholding Pertamina yang fokus…
Pemerinah Pusat dan Daerah Bersinergi Tingkatkan Ekspor Perikanan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng pemerintah daerah hingga BUMN…
Mendorong Koperasi Merah Putih Buka Lapangan Pekerjaan Baru Jakarta - Pemerintah terus mendorong transformasi ekonomi desa melalui pembentukan 80 ribu…
Pertamina NRE Manfaatkan Teknologi AI untuk PLTS Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), subholding Pertamina yang fokus…
Pemerinah Pusat dan Daerah Bersinergi Tingkatkan Ekspor Perikanan Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggandeng pemerintah daerah hingga BUMN…
Maret 2025, Nilai Impor Capai USD18,92 Miliar Jakarta – Pada Maret 2025, impor Indonesia tercatat sebesar USD18,92 miliar. Nilai ini…