Penerbitan Surat Utang Korporasi - Pefindo Taksir Bakal Capai Rp155,43 Triliun di 2025

NERACA

Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memproyeksikan penerbitan surat utang korporasi baru akan berada di kisaran Rp139,29 triliun sampai Rp155,43 triliun, dengan titik tengah di angka Rp143,91 triliun pada tahun 2025. Hal tersebut disampaikan ekonom Pefindo, Suhindarto di Jakarta, kemarin.

Disampaikannya, berbagai faktor yang akan mendorong penerbitan surat utang korporasi pada 2025. Pertama, kebutuhan refinancing pada 2025 cukup tinggi seiring dengan nilai surat utang jatuh tempo yang besar, yang mana tercatat sebesar Rp161,21 triliun pada akhir 2024 atau meningkat dibandingkan kisaran Rp150 triliun pada akhir 2023.“Ini terjadi karena memang penerbitan bertenor pendek yang kurang lebih satu tahun itu cukup marak di tahun lalu, sehingga menambahkan nilai jatuh tempo di tahun 2025 ini cukup banyak,” ujar Suhindarto.

Kedua, lanjutnya, kondisi sektor riil dan pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan akan menguat pada tahun 2025, seiring kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif.“Katalis utamanya akan berasal dari kebijakan pemerintah yang lebih ekspansif. Ini terlihat dari defisit anggaran yang direncanakan lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu dan inflasi yang diperkirakan masih akan terkendali dalam rentang target bank sentral,”kata Suhindarto.

Kemudian, ketiga, kondisi suku bunga acuan yang lebih rendah ditambah ekspektasi berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter akan mendorong penerbitan surat utang korporasi pada 2025.“Kita sudah melihat adanya pemangkasan suku bunga satu kali di Januari 2025 oleh Bank Indonesia (BI). Kami perkirakan pelonggaran moneter ini masih akan berlanjut di tahun ini, baik dari instrumen suku bunga acuan itu sendiri maupun dari instrumen moneter lainnya,” ujar Suhindarto.

Keempat, Ia menyebut dari sisi likuiditas lembaga keuangan telah terjadi pengetatan di tengah potensi pertumbuhan bisnis yang diperkirakan akan meningkat pada 2025.“Kalau kondisi ini terjadi, maka perusahaan akan mencari alternatif dana dengan tenor yang lebih panjang daripada pinjaman perbankan, seperti obligasi korporasi untuk mendukung liabilitas aset keuangan,” ucap Suhindarto.

Di sisi lain, diriny memaparkan, berbagai tantangan penerbitan surat utang korporasi baru, diantaranya dari sisi risiko geopolitik yang diperkirakan masih akan tinggi pada 2025.“Kami memperkirakan risiko geopolitik di 2025 masih akan cukup tinggi, dimana akan membuat pasar lebih volatile dan bisa jadi mendorong penerbitan yang diminta akan menjadi lebih besar,” ujar Suhindarto.

Kemudian, pada tahun ini juga terdapat potensi fluktuasi nilai tukar mata uang yang bisa terjadi sering dengan kemungkinan pelonggaran moneter di Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan akan lebih lambat.“Sebelumnya, di September 2024 kita melihat The Fed kemungkinan bisa menurunkan suku bunga sebanyak empat kali di tahun 2025 sebesar 100 basis poin. Tapi, pada perkembangannya hingga Januari kemarin kemungkinan The Fed tidak akan menurunkan sebanyak itu,” ujar Suhindarto.

Dirinya menjelaskan, saat ini konsensus pasar memperkirakan The Fed hanya akan sekali melonggarkan suku bunga acuannya dan akan terjadi divergensi kebijakan moneter di negara maju lainnya, yang akan mendorong kondisi arus modal keluar dari negara-negara berkembang“Modal asing keluar dari negara berkembang, dan mendorong adanya fluktuasi nilai tukar di negara-negara berkembang tersebut, termasuk Indonesia,”kata Suhindarto.

Selanjutnya, terkait dengan persaingan instrumen dari substitusi seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Utang Negara (SUN) yang relatif lebih risk free dibandingkan dengan obligasi korporasi, yang dapat membuat penyerapan penerbitan dari obligasi korporasi akan kurang maksimal. Sepanjang tahun 2024. Pefindo mencatat total penerbitan surat utang korporasi secara keseluruhan mencapai senilai Rp149,7 triliun.

BERITA TERKAIT

Momentum Tepat Beli di Tengah Koreksi IHSG

NERACA Jakarta – Terkoreksinya indeks harga saham gabungan (IHSG) selama lima hari berturut-turut menjadi momentum tepat bagi investor untuk mengkoleksi…

Perdagangan Bursa Karbon Capai Rp62,93 Miliar

NERACA Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa nilai perdagangan bursa karbon telah mencapai Rp62,93 miliar sejak diluncurkan pada 26…

Proyek BRI Ragunan Garapan PTPP Capai 15,84%

PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dipercaya untu pembangunan kawasan IT Center milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Momentum Tepat Beli di Tengah Koreksi IHSG

NERACA Jakarta – Terkoreksinya indeks harga saham gabungan (IHSG) selama lima hari berturut-turut menjadi momentum tepat bagi investor untuk mengkoleksi…

Perdagangan Bursa Karbon Capai Rp62,93 Miliar

NERACA Jakarta- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa nilai perdagangan bursa karbon telah mencapai Rp62,93 miliar sejak diluncurkan pada 26…

Proyek BRI Ragunan Garapan PTPP Capai 15,84%

PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dipercaya untu pembangunan kawasan IT Center milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di…