NERACA
Jakarta – Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan swasembada pangan, khususnya beras pada tahun 2027. Dengan potensi sumber daya lahan yang cukup luas, peluang merealisasikan swasembada pangan cukup besar. Apalagi bangsa Indonesia juga mempunyai pengalaman mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri pada tahun 1984.
Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Sarwo Edhy menuturkan, Indonesia mempunyai 191,09 juta hektare (ha). Diantara lahan tersebut, sekitar 9,44 juta ha adalah lahan basah non-rawa. Sementara lahan rawa yang tersebar dari Sabang hingga Merauke mencapai 31,12 juta ha.
“Dari luasan lahan rawa tersebut yang dapat digunakan sebagai lahan pertanian produktif itu sekitar 12,23 juta ha. Artinya apa? Kalau kita dapat mengoptimalisasikan lahan rawa 1 juta ha saja, maka dampaknya akan besar,” kata Sarwo Edhy, dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertema "Menyongsong Swasembada Pangan 2027” di Jakarta.
Apalagi jika pemerintah mampu mampu mengoptimalkan hingga 3 juta ha lahan tambahan, maka Indonesia dipastikan bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk 400-500 juta penduduk.
“Karena itu, cita-cita bangsa Indonesia untuk menjadi lumbung dunia, bukanlah hanya swasembada pangan. Kalau saya optimistis, yang penting bagaimana kita bisa mengoptimalkan lahan-lahan atau sumber daya lahan yang ada di Indonesia,” sambung Sarwo Edhy.
Tidak hanya itu, Sarwo Edhy yang pernah menjadi Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian itu, Indonesia memiliki 144 juta ha lahan kering, yang berpotensi besar untuk mendukung ketahanan pangan.
Peluang ini menurut Sarwo, semakin terbuka lebar jika teknologi seperti desalinasi, yang telah diterapkan di negara-negara seperti Arab dan Ethiopia, dapat diimplementasikan di Indonesia. Dengan mengubah air laut menjadi air tawar untuk irigasi pertanian, Indonesia dapat mengoptimalkan potensi lahan yang ada dan mewujudkan ketahanan pangan yang kuat.
“Karena itu, cita-cita untuk menjadi lumbung pangan dunia. Sehingga, Indonesia menjadi tempat negara-negara mencari makan di dunia, itu sangat memungkinkan,” tegas Sarwo Edhy.
Ada beberapa upaya yang pemerintah bisa lakukan untuk meningkatkan produksi pangan, khusus padi. Diantaranya, meningkatkan indeks pertanaman (IP) dari IP 100 jadi IP 200. Sedangkan yang IP 200 menjadi IP 300. Kemudian, memberikan bantuan benih unggul ke petani agar terjadi peningkatan produktivitas tanam.
”Upaya lain adalah penambahan luas areal penanaman, bisa melalui ekstensifikasi maupun cetak sawah. Dengan tambahan luas tanam akan meningkatan produksi,” kata Sarwo Edhy. Selain itu, juga dengan upaya mengurangi kehilangan hasil panen yang saat ini masih cukup tinggi dan efisiensi distribusi.
Kebijakan Bapanas
Sarwo Edhy menyampaikan sejumlah kebijakan Bapanas di sektor hilir untuk mewujudkan swasembada pangan tahun 2027. Diantaranya, menaikkan harga gabah kering panen (GKP) Rp 6.500 dari sebelumnya Rp 6.000/kg. Berdasarkan Keputusan Kepala Bapanas No. 2 Tahun 2025, yang kemudian direvisi menjadi Perbadan No. 14 Tahun 2025 harga GKP menjadi Rp6.500/kg.
Selain menetapkan kenaikkan HPP GKP, Bapanas juga menugaskan Perusahaan Umum (Perum) Bulog untuk melaksanakan penyerapan 3 juta ton setara beras selama Tahun 2025. “Ini menindaklanjuti Rakortas di lapangan bahwa Kepala Bapanas menugaskan Perum Bulog untuk melaksanakn penyerapan gabah dan beras di dalam negeri tahun 2025 dengan target 3 juta ton, semoga terlaksana dengan baik,” ungkap Sarwo.
Terakhir, Bapanas juga mengkampanyekan setop boros pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), makanan yang terbuang 31 persen. Dengan rincian 17 persen diantaranya sampah makan dan 14 persen food loss.
“Saya berpikir bahwa kalau 10 persen saja kita hemat, contoh misalnya beras, beras itu kebutuhan 1 tahun itu 30,6 juta ton beras. Kalau kita bisa hemat 10 persen maka bisa kita berhemat sekitar 3 juta ton beras. Kalau tahun lalu kita impor 4 juta, seharusnya impornya cuma 1 juta,” jelas Sarwo Edhy.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI), Mulyono Machmur, menekankan peran penting HKTI dalam mendukung pencapaian swasembada pangan. Salah satu kontribusi HKTI dalam upaya ini adalah dalam mengusulkan angka HPP yang dapat memberikan kepastian bagi petani.
“Jadi mulai HPP Rp 4.200—Rp 5.500 per kilogram, sekarang sudah Rp 6.500 per kilogram. Jadi kami juga berkontribusi bagaimana petani itu paling tidak untunglah minimal 30 persen dari input dan outputnya,” kata Mulyono.
Sementara itu, Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan), Dhani Gartina mengungkapkan pemerintah pusat akan terus memberikan dukungan melalui berbagai program strategis yang berfokus pada penguatan irigasi dan pompanisasi, termasuk optimalisasi pemanfaatan teknologi dalam pertanian untuk mewujudkan swasembada pangan.
“Kami optimis dengan penguatan irigasi dan pompanisasi serta optimalisasi pemanfaatan lahan dapat mewujudkan swasembada pangan,” pungkas Dhani,
NERACA Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono memastikan ketersediaan daging sapi dan kerbau menjelang bulan Suci Ramadhan yang akan datang,…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan keberadaan sistem rantai dingin membuat ikan yang dipasok ke dapur makan…
NERACA Jakarta – Menteri Perdagangan Budi Santoso, menerima kunjungan dari perwakilan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Jakarta.…
NERACA Jakarta – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono memastikan ketersediaan daging sapi dan kerbau menjelang bulan Suci Ramadhan yang akan datang,…
NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan keberadaan sistem rantai dingin membuat ikan yang dipasok ke dapur makan…
NERACA Jakarta – Menteri Perdagangan Budi Santoso, menerima kunjungan dari perwakilan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di Jakarta.…