PENERAPAN SISTEM PERPAJAKAN BARU 2025: - Pengamat: Coretax Merepotkan WP

 

Jakarta-Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengritik sistem teknologi informasi terbaru milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Coretax. Menurut dia, penanggung jawab sistem Coretax harus disanksi. Sebab, pemerintah juga tidak segan memberikan sanksi kepada wajib pajak yang bermasalah. Selain itu, pemerintah sebaiknya memberikan kompensasi kepada WP atas problem sistem perpajakan baru tersebut.

NERACA

Sebelumnya Ditjen Pajak telah menyampaikan permohonan maaf karena kesulitan yang dihadapi oleh para wajib pajak (WP). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti juga mengatakan perbaikan masih terus dilakukan.

Di postingan Instagram Dijten Pajak yang berisi langkah-langkah yang bisa diambil oleh para wajib pajak ketika terkendala password dan passphrase di Coretax yang diunggah kemarin, tercatat hingga kini sudah menuai 969 komentar dari warganet. Tak sedikit dari mereka mempertanyakan sistem Coretax yang masih sulit diakses.

Sistem Coretax itu, menurut Agus Pambagio justru menyusahkan wajib pajak. Sistem integrasi seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia itu terdapat kendala sejak diluncurkan 1 Januari 2025 lalu. “Kebijakan yang tidak disiapkan dengan baik akan sangat menyulitkan wajib pajak,” kata Agus lewat aplikasi perpesanan, Kamis (16/1).

Menurut Agus, penanggung jawab sistem Coretax harus disanksi. Sebab, pemerintah juga tidak segan memberikan sanksi kepada wajib pajak yang bermasalah. Selain itu, kata dia, pemerintah sebaiknya memberikan kompensasi kepada WP. Ganti rugi bisa berupa diskon pajak hingga layanan bisa berjalan normal. “Tidak bayar pajak atau telat atau kurang bayar, kita dikejar-kejar. Sementara pemerintah melakukan kesalahan yang sangat menyulitkan wajib pajak tidak diberi sanksi,” katanya seperti dikutip Tempo.co.

Dalam unggahan di akun media sosial Facebooknya, Agus menyatakan bahwa sistem Coretax yang diluncurkan DJP sebenarnya merupakan upaya cerdas memudahkan wajib pajak membayar pajak. Namun, kata Agus, kebijakan baru ini tak berjalan dengan baik dan justru membuat mereka kesulitan.

“Sistem baru gagal dijalankan (sampai tulisan ini dibuat) tetapi sistem lama sudah dibunuh. Model peralihan kebijakan model begini (yang baru belum siap, yang lama sudah dibunuh) sudah puluhan bahkan ratusan kali dilakukan dan bermasalah tapi terus saja diulangi,” tulis Agus, Rabu (15/1).

Sebagai informasi, Coretax merupakan Sistem Inti Administrasi Perpajakan besutan DJP untuk memodernisasi proses perpajakan, mulai dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan. Sistem ini dirancang agar lebih efisien dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak serta petugas pajak.

Namun dalam pelaksanaannya, banyak WP kesulitan mengakses sistem tersebut. Salah satunya adalah Andi, seorang praktisi perpajakan yang juga memiliki perusahaan di bidang jasa. Dia menemukan kesulitan dalam pembuatan faktur pajak di layanan Coretax DJP. Dia khawatir bakal terkena sanksi keterlambatan pembuatan faktur. “Kami belum bisa buat faktur, belum bisa buat penagihan,” ujar Andi,  Sabtu ( 4/1). 

Sebelumnya Ditjen Pajak telah menyampaikan permohonan maaf karena kesulitan yang dihadapi oleh para wajib pajak. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti juga mengatakan perbaikan masih terus dilakukan.

Di postingan Instagram Ditjen Pajak yang berisi langkah-langkah yang bisa diambil oleh para wajib pajak ketika terkendala password dan passphrase di Coretax yang diunggah kemarin, tercatat hingga kini sudah menuai 969 komentar dari warganet. Tak sedikit dari mereka mempertanyakan sistem Coretax yang masih sulit diakses.

Pengampunan Pajak

Sementara itu, Pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengkritik rencana pemerintah yang akan kembali menerapkan pengampunan pajak atau tax amnesty. Kebijakan ini dianggap berdampak buruk pada kepatuhan pajak.

Pengampunan pajak, menurut dia, akan menjadi sinyal bagi wajib pajak bahwa pengampunan akan terus ada. WP bakal meremehkan kepatuhan karena mengantisipasi tax amnesty selanjutnya. “Dampak buruknya bagi kepatuhan dan penerimaan jangka panjang serta kredibilitas dan distrust terhadap otoritas pajak,” ujar Fajry kepada media.

Tax amnesty adalah program pengam pengampunan pajak yang ditawarkan oleh pemerintah kepada wajib pajak perorangan dan badan. Pengampunan dilakukan setelah wajib pajak mengungkap harta yang sebelumnya belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dengan cara membayar uang tebusan.

Program ini mulanya dilaksanakan pada 2016-2017. Pada 2022, pemerintah kembali menerapkan amnesti pajak lewat Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II. Pada November 2024, rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) tentang tax amnesty masuk prioritas program legislasi nasional atau prolegnas 2025.

Fajry mempertanyakan untuk siapa pengampunan pajak diberikan. Mengingat para pengusaha besar sudah ikut program pengampunan 2016-2017 serta PPS pada tahun 2022 lalu. “Siapa lagi yang ingin dijaring dari tax amnesty jilid III? karena itu saya yakin jika tax amnesty jilid III ini tidak akan menghasilkan banyak penerimaan,” ujarnya.

Kebijakan pengampunan pajak menurut dia akan berdampak pada penerimaan negara, karena tax amnesty akan membuat orang menjadi tak patuh dalam jangka menengah dan panjang. Kredibilitas pemerintah dalam menarik pajak justru bisa diragukan, padahal pemerintah butuh opsi kebijakan pajak untuk meningkatkan penerimaan. Dampak akhirnya, rencana kebijakan perpajakan lain yang akan diterbitkan oleh pemerintah pasti akan mendapatkan banyak penolakan.

Sebelumnya Wakil ketua komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat, Fauzi Amro, mengatakan tax amnesty bakal diberlakukan karena negara butuh tambahan anggaran untuk mengakomodasi visi dan misi Presiden Prabowo Subianto. 

Menurut Fauzi masuknya tax amnesty sebagai RUU prioritas sudah berdasarkan keputusan seluruh fraksi di komisi XI. Dia mengklaim tax amnesty sebelumnya berhasil, sehingga perlu dipertimbangkan untuk kembali menerapkan tax amnesty jilid III. "Tax amnesty I dan II kan berhasil menggaet wajib pajak dari luar negeri, kesadaran pajak orang tumbuh," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

Makan Bergizi Gratis Hidupkan Perekonomian Rakyat

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang, Pemerintah Indonesia meluncurkan program inovatif yang tidak hanya bertujuan untuk…

Pakar: "Activity of Glasses" Mampu Cegah Pidana Korupsi

NERACA Semarang - Pakar hukum pidana Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof Bambang Tri Bawono menyebutkan bahwa "activity of glasses"…

Ekonom Taksir Kerugian Akibat Pagar Laut Capai Rp116,91 Miliar

NERACA Jakarta - Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan kerugian yang ditimbulkan oleh…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Makan Bergizi Gratis Hidupkan Perekonomian Rakyat

NERACA Jakarta - Di tengah tantangan ekonomi yang terus berkembang, Pemerintah Indonesia meluncurkan program inovatif yang tidak hanya bertujuan untuk…

Pakar: "Activity of Glasses" Mampu Cegah Pidana Korupsi

NERACA Semarang - Pakar hukum pidana Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang Prof Bambang Tri Bawono menyebutkan bahwa "activity of glasses"…

PENERAPAN SISTEM PERPAJAKAN BARU 2025: - Pengamat: Coretax Merepotkan WP

  Jakarta-Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengritik sistem teknologi informasi terbaru milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Coretax. Menurut dia,…