NERACA
Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menutup tahun 2024 dengan perolehan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di subsektor perikanan tangkap menembus Rp 1,053 triliun. Total PNPB KKP sampai menjelang akhir tahun tembus Rp2,16 T. Capaian kinerja sektor perikanan tangkap terdiri dari torehan PNBP sumber daya alam (SDA) sebesar Rp 955,39 miliar dan non SDA yang berasal dari imbal jasa unit pelaksana teknis (UPT) sebesar Rp 101,193 miliar.
Penerapan PNBP pascaproduksi telah KKP terapkan sejak tahun 2023 sebagai bagian dari implementasi penangkapan ikan terukur (PIT). Jika dibandingkan dengan peroleh tahun lalu, terjadi peningkatan perolehan PNBP perikanan tangkap sebesar 30 persen pada tahun ini.
Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif, raihan ini merupakan andil bersama pemerintah dengan para pelaku usaha perikanan. Kepatuhan pelaku usaha, dinilainya menjadi salah satu faktor keberhasilan tersebut.
“Perolehan ini menjadi bukti PNBP pascaproduksi sebagai bentuk keadilan berusaha. Pembayaran PNBP disesuaikan dengan jumlah ikan hasil tangkapan setelah didaratkan,” ungkap Latif.
Lebih lanjut Latif menerangkan perolehan PNBP ini nantinya akan dikembalikan ke masyarakat kelautan dan perikanan. Tujuannya untuk mendukung produktivitas dan peningkatan kesejahteraan nelayan kecil.
“Hasil PNBP kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan termasuk program bantuan bagi nelayan kecil, berupa peningkatan kapasitas dan pemberdayaan,” ujar Latif.
Sebelumnya, di berbagai kesempatan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan PNBP pascaproduksi ini diterapkan untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan ekonomi, sekaligus keberlanjutan sumber daya akan lebih terjaga demi ekonomi biru, laut sehat dan Indonesia sejahtera.
Terkait PIT, Kapten kapal Nelayan Leo Samudra, Legiman menyambut baik dan berterimakasih kepada KKP untuk program modeling PIT yang baru diluncurkan. Menurutnya, meski baru menjadi percontohan, PIT adalah solusi untuk mengatasi penangkapan ikan yang kini semakin sulit.
Selain itu, lanjut Legiman, biaya operasional setelah penangkapan juga terbilang mahal lantaran harus mengocek uang sebesar Rp 53 juta per kontainer untuk mengirim ke pulau Jawa.
“Kami kan mencari ikan di laut Aru sini sesuai dengan izin zonasi. Kalau mau jual kami hrus pakai jasa logistik ke Pulau Jawa. Sekarang ikan sudah mulai sedikit dan murah. Biaya operasional semakin mahal, saya harap PIT bisa menjawab permasalahan ini,” ungkap Legiman.
Sementara itu, Direksi PT Industri Perikanan Arafura, Jauzi mengatakan bahwa pihaknya sangat mendukung kebijakan PIT yang mengatur hulu hilir usaha perikanan.
Jauzi meyakini PIT dapat menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, meningkatkan ekonomi lokal dan kesejahteraan sosial.
“PIT ini kan mengatur penangkapan dan penjualan di zonasi yang ditentukan. Dari segi bisnis sumber daya ikan bisa terjaga, pemberdayaan masyarakat dan perekonomian daerah akan terus berputar. Semakin banyak uang beredar di wilayah, semakin meningkat ekonominya. Begitu juga dengan dampak sosialnya,” jelas Jauzi.
Terkait dukungan yang diberikan PT Industri Perikanan Arafura dalam kebijakan PIT yaitu mulai dari sarana prasarana pembangunan/rehab kantor, pengelolaan sumber air bersih, cold storage, hingga dermaga pelabuhan yang aman dan nyaman.
“Terpenting bagi kami ada konsistensi dari pemerintah. Sehingga pengusaha dapat memiliki kepastian dalam berusaha,” terang Jauzi.
Seperti dikerahui, KKP juga telah menyiapkan checker mutu ikan di lokasi modeling PIT. Hal tersebut sebagai salah satu upaya untuk memastikan penjaminan mutu produk perikanan. PIT merupakan salah satu kebijakan prioritas guna menjaga kelestarian sumberdaya ikan dengan tetap mengoptimalkan manfaat ekonomi dan sosial bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan. Artinya, PIT memiliki tujuan untuk mempertahankan ekologi dan menjaga biodiversity, meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah, dan kesejahteraan nelayan.
Pelaksanaan PIT diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur. Salah satu poin dalam aturan tersebut yaitu mengatur zonasi. Dimana para pelaku usaha perikanan hanya boleh menangkap dan membawa ikan di zonasi yang telah ditentukan. Sehingga tidak ada lagi penangkapan ikan di luar Pulau Jawa dan kembali membawanya ke Pulau Jawa.
Pelaksanaan uji coba PIT telah resmi dijalankan di zona III PIT, tepatnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718. Uji coba ini akan dilakukan selama tiga bulan di WPPNRI 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru dan Laut Timor Bagian Timur. Namun bila dalam tiga bulan dirasa belum berhasil, maka durasi akan diperpanjang menjadi enam bulan.
NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan menyebutkan pemerintah berencana melakukan impor gandum untuk pakan ternak agar tidak…
NERACA Banyuwangi - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono menegaskan bahwa investasi dalam sektor peternakan sapi yang sedang berjalan saat ini…
NERACA Bogor - Kementerian Koperasi (Kemenkop) mendorong koperasi di Indonesia salah satunya Koperasi Jasa Tri Capital (TC) Investama untuk terlibat…
NERACA Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan menyebutkan pemerintah berencana melakukan impor gandum untuk pakan ternak agar tidak…
NERACA Banyuwangi - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan), Sudaryono menegaskan bahwa investasi dalam sektor peternakan sapi yang sedang berjalan saat ini…
NERACA Bogor - Kementerian Koperasi (Kemenkop) mendorong koperasi di Indonesia salah satunya Koperasi Jasa Tri Capital (TC) Investama untuk terlibat…