Tahun 2025 yang baru masuk tampaknya diwarnai sejumlah tanda yang menunjukkan ekonomi Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mulai dari turunnya target pertumbuhan ekonomi seperti prediksi lembaga keuangan internasional, gelombang PHK yang hingga kini belum memperlihatkan tanda berakhir, penurunan PMI manufaktur yang mungkin masih terjadi serta menyusutnya jumlah kelas menengah karena turun kelas.
Meski Presiden Prabowo telah menampung keluhan masyarakat yang menolak kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025, dengan meminta Menkeu Sri Mulyani membuat peraturan menteri keuangan (PMK), yang intinya hanya barang mewah saja dikenakan tarif PPN 12%. Sementara untuk barang kebutuhan pokok masyarakat tetap dengan tarif PPN lama 11%. Wajar, mereka mengkhawatirkan, kenaikan tarif pajak itu akan mendongkrak inflasi, dan makin melemahkan daya beli yang sudah lemah ini.
Pemerintah memastikan, itu tidak akan terjadi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu menegaskan, kenaikan PPN sebesar 1% hanya akan berdampak 0,2% pada inflasi. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di 1,5-3,5%.
Sekalipun pemerintah menyiapkan bantalan berupa paket kebijakan ekonomi 2025 yang disediakan senilai Rp 265,6 triliun, efek rambatan akan lebih kuat terhadap daya beli masyarakat, utamanya kelas menengah. Menurut laporan LPEM FEB UI, kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara, menyumbang 50,7% dari penerimaan pajak. Sedangkan calon kelas menengah menyumbang 34,5%. Jika daya beli kelas menengah turun, kontribusi pajak akan semakin berkurang dan berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah.
Pemerintah memang telah meluncurkan bantalan sosial berupa insentif ekonomi untuk keluarga miskin dan pekerja di sektor padat karya. Termasuk juga subsidi listrik selama 2 bulan. Namun kalangan ekonom menilai, paket stimulus pemerintah tersebut bersifat temporer. Apalagi rata-rata insentif tersebut merupakan perpanjangan kebijakan yang telah ada sebelumnya, seperti perpanjangan PPh Final 0,5% selama satu tahun bagi UMKM beromzet Rp 500 juta sampai Rp 4,8 miliar.
Walau kebijakan tarif PPN 12% tetap diberlakukan untuk barang mewah, masyarakat tetap berharap, sejumlah rencana yang telah disusun pemerintah untuk berlaku tahun 2025 yang memberatkan rakyat, tidak jadi diterapkan. Rencana itu antara lain iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), kenaikan iuran BPJS Kesehatan, asuransi wajib kendaraan bermotor, opsen pajak kendaraan bermotor, dan pengalihan subsidi BBM menjadi BLT. Kesemuanya itu akan makin membebani kelas menengah di tengah situasi ekonomi domestik yang tak menentu.
Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sesuai kesepakatan Pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025. Kenaikan PPN secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hitungan Pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6%. Dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025 di kisaran 1,5%-3,5%. "Dengan demikian, kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan," kata Kemenkeu dalam keterangan tertulis.
Adapun barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Jenis barang dan jasa tersebut meliputi barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
Selain itu, jasa-jasa penting termasuk jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum. Barang lainnya seperti buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum juga mendapatkan insentif.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjadi kabar baik bagi masyarakat luas. Bahkan…
Pemerintah maupun masyarakat kini menghadapi masalah yang cukup pelik pada tahun 2025. Belum lagi kondisi ekonomi global yang menentu, situasi…
Pemerintahan Prabowo menunjukkan komitmen tinggi untuk memastikan dan mengoptimalkan kesiapan infrastruktur dan transportasi demi mendukung kelancaran perjalanan masyarakat jelang Tahun…
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menjadi kabar baik bagi masyarakat luas. Bahkan…
Tahun 2025 yang baru masuk tampaknya diwarnai sejumlah tanda yang menunjukkan ekonomi Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mulai dari…
Pemerintah maupun masyarakat kini menghadapi masalah yang cukup pelik pada tahun 2025. Belum lagi kondisi ekonomi global yang menentu, situasi…