NERACA
Jakarta- Emiten produsen sepatu, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) masih optimis tetap optimis menjalankan bisnisnya meski telah menutup pabrik dan membukukan rugi. "Covid-19 merusak tatanan di BATA yang tadinya profit. Sekarang belum mencapai perbaikan yang diinginkan,”kata Direktur Sepatu Bata, Hatta Tutuko di Jakarta, kemarin.
Perseroan sendiri, lanjutnya, tidak akan keluar bisnisnya dari Indonesia. Disamping itu, lanjut Hatta, BATA tetap optimistis mampu membalikan keadaan rugi saat ini menjadi untung pada 2025 meski butuh waktu. Sejumlah strategi pun disiapkan BATA untuk membalikan keadaan.
BATA misalnya menjalankan operasional bisnis secara efisien. Setelah menutup pabrik, BATA akan memaksimalkan fungsi toko yang ada dalam menyasar konsumen."Tidak ada working capital [pabrik], raw material, memperkuat sebagai perusahaan. Kalau kita sourcing dari luar, kita bisa meningkatkan gross profit yang kita cari," tutur Hatta.
Perseroan pun menurutnya terus meluncurkan produk sepatu yang sesuai dengan selera pasar. Kemudian, BATA memperkuat penjualan daring. Hal ini termasuk meningkatkan ragam kampanye pemasaran pada hari besar agama ataupun momentum back to school. Sejak pandemi Covid-19, BATA mencatatkan penurunan tajam penjualan hingga rugi.
Pada kuartal III/2024, BATA masih membukukan rugi sebelum pajak sebesar Rp131,27 miliar. Bahkan ruginya membengkak lebih dari dua kali lipat atau 151% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp52,33 miliar. Bengkaknya rugi terjadi seiring dengan penjualan yang turun 26% pada kuartal III/2024 menjadi Rp363,27 miliar, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp488,47 miliar.
Tahun ini, BATA pun menutup satu-satunya pabrik di Purwakarta. BATA juga telah menyelesaikan proses pemutusan kontrak kerja dan membayar pesangon kepada karyawan yang terkena dampaknya sebesar Rp16,7 miliar hingga Mei 2024. Asal tahu saja, BATA telah menghentikan operasional pabrik perseroan yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat pada 30 April 2024. Penutupan pabrik tersebut dilakukan karena perseroan terus merugi selama empat tahun terakhir.
BATA juga tampak sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di pabrik ini terus menurun. Kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia. Kini, BATA menjalankan bisnis dengan mengandalkan 100% produksi dari suplier lokal. "Jalan keluarnya, kita kerja sama dengan suplier lokal agar perbaiki posisi keuangan," ujarnya.
Pusat distribusi pun dipindah dari Purwakarta ke Jakarta. BATA juga berkerja sama dengan perusahaan logistik dalam mengelola barang di warehouse yang kemudian disalurkan ke toko-toko Sepatu Bata. Meski begitu, BATA optimistis bisnisnya tetap eksis di pasar Indonesia. Sepatu dengan merek Bata sendiri memang bukan berasal dari Indonesia.
Manado – PT Elnusa Tbk (ELSA) mencatat realisasi penggunaan belanja modal atau capital expenditure sebesar Rp302 miliar hingga Oktober 2024…
NERACA Jakarta – Di kuartal tiga 2024, emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex membukukan…
NERACA Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan total emisi obligasi dan sukuk yang telah tercatat sebanyak 131 emisi…
Manado – PT Elnusa Tbk (ELSA) mencatat realisasi penggunaan belanja modal atau capital expenditure sebesar Rp302 miliar hingga Oktober 2024…
NERACA Jakarta- Emiten produsen sepatu, PT Sepatu Bata Tbk (BATA) masih optimis tetap optimis menjalankan bisnisnya meski telah menutup pabrik…
NERACA Jakarta – Di kuartal tiga 2024, emiten tekstil dan garmen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex membukukan…