Sumur Idle Bisa Jadi Incar

NERACA

Jakarta – Pemerintah terus berupaya meningkatkan lifting minyak nasional demi mengatasi dampak buruk akibat ketimpangan antara kebutuhan dan pasokan minyak nasional. Pengoptimalan produksi minyak dari sumur-sumur idle di wilayah kerja migas adalah satu upaya pemerintah untuk peningkatan lifting.

"Hari ini kami rapat internal sedikit dengan Kepala Badan Investigasi Khusus, Pengendalian Pembangunan juga dengan komisaris pertamina. Kita membahas beberapa langkah penting dalam rangka meningkatkan lifting karena kita tahu cadangan minyak kita yang sudah ada sekitar 301 wilayah kerja namun hingga kini belum POD (plan of development). Ini akan kita lakukan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Istana Negara Jakarta.

Wilayah Kerja (WK) Migas potensial yang idle, yaitu lapangan produksi yang selama dua tahun berturut-turut tidak diproduksikan atau lapangan dengan POD selain POD ke-1 yang tidak dikerjakan selama dua tahun berturut-turut. Selain itu juga apabila terdapat struktur pada WK eksploitasi yang telah mendapat status discovery dan tidak dikerjakan selama tiga tahun berturut-turut.

Menurut Bahlil, potensi penambahan lifting dari sumur tua sangat memungkinkan karena saat ini ada sekitar 4.500 sumur yang dapat dioptimalkan untuk menambah lifting. "Kita punya 4.500 sumur idle well yang harus dilakukan dan ini salah satu program utama presiden untuk bagaimana bisa mewujudkan kemandirian energi," jelas Bahlil.

Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Yuliot menyatakan hal yang sama. Sumur-sumur yang idle saat ini sedang diidentifikasi berpotensi untuk dikembangkan untuk meningkatkan lifting migas nasional. "Sekitar 6.000 sumur potensial sedang kita identifikasi permasalahannya. Apakah cadangannya mulai menipis, apakah perlu intervensi teknologi untuk peningkatan produksi," jelas Yuliot.

Melalui upaya tersebut, Yuliot berharap setidaknya ada tambahan produksi minyak nasional setidak sebesar 20.000 barel per hari. " Kita mengharapkan dalam beberapa bulan ke depan itu akan menjadi quick win. Saat ini kan tingkat produksi minyak nasional sekitar 609 ribu barrel dan dengan upaya ini kita paling tidak bisa meningkatkan sekitar 20 ribu barrel," ujar Yuliot.

Selain pengoptimalan sumur-sumur idle, pemerintah juga mengupayakan peningkatan lifting dengan meningkatkan eskplorasi di wilayah-wilayah yang diduga memiliki kandungan minyak guna menemukan cadangan baru yang potensial. "Kita akan berusaha untuk meningkatkan eksplorasi. Peningkatan eksplorasi itu dilakukan untuk menemukan cadangan terukur," tutur Yuliot.

Seperti diketahui, dari total 44.985 sumur migas yang ada di Indonesia, terdapat 16.990 sumur yang masuk pada kriteria idle well. Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivikasi karena sesuatu dan lain hal, seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost rectivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal seperti masalah masyarakat.

KKKS diberikan beberapa opsi untuk mengoptimalkan WK idle tersebut dengan mengerjakan sendiri, bekerja sama dengan badan usaha lain untuk menerapkan teknologi tertentu, diambil alih KKKS lain atau mengembalikannya ke negara.

Selaras dengan upaya peningkatan lifting, pemerintah mengambil jalan untuk menyederhanakan perizinan. Salah satunya adalah fleksibilitas dan penyederhaan kontrak hulu migas. Perubahan dari gross split menjadi cost recovery dan penyesuaian komponen tambahan bagi hasil gross split menjadi hanya 5 komponen.

Lebih lanjut, Kementerian ESDM telah menerbitkan regulasi terbaru terkait kontrak bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) untuk meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia. Regulasi terbaru ini tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, Permen ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Selain itu, ditetapkan pula Kepmen ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Pembaruan aturan ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan kontraktor dan Pemerintah. Salah satu Poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75-95 persen. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu. Aturan gross split baru ini juga membuat Wilayah Kerja Migas Non Konvensional lebih menarik, karena bagi hasil untuk kontraktor dapat mencapai 93-95 persen di awal.

 

BERITA TERKAIT

Awas Benih Iligitim Akibatkan Kerugian Besar Bagi Petani

NERACA Bogor – Benih memiliki posisi strategis dalam usaha tani subsektor perkebunan. Sebagai usaha tani yang bersifat tahunan, pengunaan benih…

Industri Manufaktur Kendaraan Roda Empat Tasuk Penyumbang Devisa Terbesar

NERACA Cikarang – Industri manufaktur kendaraan roda empat tetap menegaskan posisinya sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar dan kontributor utama terhadap pertumbuhan…

Pemerintah Masih Kaji Subsidi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan subsidi energi masih dalam proses…

BERITA LAINNYA DI Industri

Awas Benih Iligitim Akibatkan Kerugian Besar Bagi Petani

NERACA Bogor – Benih memiliki posisi strategis dalam usaha tani subsektor perkebunan. Sebagai usaha tani yang bersifat tahunan, pengunaan benih…

Industri Manufaktur Kendaraan Roda Empat Tasuk Penyumbang Devisa Terbesar

NERACA Cikarang – Industri manufaktur kendaraan roda empat tetap menegaskan posisinya sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar dan kontributor utama terhadap pertumbuhan…

Pemerintah Masih Kaji Subsidi Tepat Sasaran

NERACA Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kebijakan subsidi energi masih dalam proses…