NERACA
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong agar legislator segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembatasan uang kartal, demi menutup celah korupsi dengan menggunakan uang tunai.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menanggapi Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menyita uang tunai senilai hampir Rp1 triliun milik mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemufakatan jahat suap dalam kasasi terdakwa Ronald Tannur.
"KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut yang mana bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/10).
Tessa mengatakan aparat penegak hukum masih menemui kesulitan untuk melacak kasus korupsi ketika para pelaku korupsi tersebut bermain dengan menggunakan uang tunai.
"Tentunya hal ini cukup menyulitkan aparat penegak hukum, tidak hanya KPK tapi juga Kejaksaan Agung maupun kepolisian. Dan kembali lagi, KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU perampasan aset dan uang kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR," ujarnya.
Pihak KPK yang terus memantau perkembangan RUU perampasan aset dan pembatasan uang kartal di parlemen, menyayangkan kedua RUU tersebut belum menjadi prioritas oleh legislator.
"Selain RUU perampasan aset, kami juga mendorong terkait rencana undang-undang pembatasan uang kartal di DPR. Informasi terakhir bahwa RUU tersebut belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan," kata Tessa.
Untuk diketahui, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/10) malam, menyebutkan bahwa pihaknya menggeledah dua lokasi, yaitu rumah milik ZR di kawasan Senayan, Jakarta, dan kamar Hotel Le Meridien tempat ZR menginap ketika ditangkap di Bali.
Pada penggeledahan di rumah ZR, penyidik menemukan barang bukti berupa uang tunai senilai hampir Rp1 triliun dari berbagai mata uang, yaitu sejumlah Rp5.725.075.000, 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.
“Yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp920.912.303.714,” ucapnya.
Penyidik juga menyita satu buah dompet yang berisi 12 keping emas logam mulia masing-masing seberat 100 gram, satu keping emas logam mulia Antam seberat 50 gram, dan satu buah dompet merah muda berisikan tujuh keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram serta tiga keping emas logam mulia Antam masing-masing 50 gram.
Barang bukti lainnya yang disita adalah sebuah dompet berwarna hitam berisikan satu keping emas logam mulia Antam dengan berat satu kilogram, satu buah plastik berisikan 10 keping emas logam mulia Antam masing-masing 100 gram, tiga lembar sertifikat diamond, dan tiga lembar kuitansi toko emas mulia.
Logam mulia emas tersebut jika dijumlahkan seluruhnya memiliki berat sekitar 51 kilogram atau jika dikonversikan setara dengan Rp75 miliar.
Kemudian, pada hotel Le Meridien, Bali, penyidik menyita sejumlah barang bukti uang tunai sejumlah Rp20.414.000.
Dalam pemeriksaan, kata Qohar, ZR mengaku bahwa uang-uang tersebut juga berasal dari ketika yang bersangkutan menjadi makelar pengurusan perkara di MA dari tahun 2012--2022.
"Selain perkara pemufakatan jahat, saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Qohar juga menjelaskan bahwa penangkapan ZR di Bali berawal ketika pihaknya mendeteksi keberadaan yang bersangkutan di Pulau Dewata.
Ia mengatakan, ZR ditangkap pada Kamis dan langsung dibawa ke Kejaksaan Tinggi Bali untuk diperiksa penyidik. Kemudian pada Jumat pagi, ZR diterbangkan ke Jakarta untuk diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, hingga pada sore harinya, resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui, ZR ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat suap atau gratifikasi dalam putusan tingkat kasasi terhadap Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
ZR diminta oleh pengacara Ronald Tannur berinisial LR yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini, untuk memuluskan perkara kasasi Ronald Tannur pada tingkat Mahkamah Agung dengan memberikan suap kepada Hakim Agung yang menangani kasasi tersebut. Ant
NERACA Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi mengatakan penguatan pertahanan siber dan koordinasi antar-lembaga mampu menjaga…
NERACA Jakarta - Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi konsisten dalam mendorong penguatan implementasi keadilan restoratif (restorative justice)…
NERACA Jakarta - Mantan calon presiden Anies Rasyid Baswedan percaya bahwa proses peradilan terkait mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong…
NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong agar legislator segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pembatasan uang kartal, demi…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Okta Kumala Dewi mengatakan penguatan pertahanan siber dan koordinasi antar-lembaga mampu menjaga…
NERACA Jakarta - Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menekankan bahwa Mahkamah Konstitusi konsisten dalam mendorong penguatan implementasi keadilan restoratif (restorative justice)…