Jakarta-Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Erwin Dwiyana mengungkapkan, ekspor udang beku Indonesia mengalami penurunan sebesar 19,8 persen pada 2023 dibandingkan 2022. Tercatat, realisasi ekspor udang beku di 2023 hanya US$ 1,73 miliar.
NERACA
Menurut Erwin, penyebab anjloknya kinerja ekspor udang beku Indonesia akibat tuduhan antidumping (AD) dan countervailing duties (CVD), terhadap komoditas ekspor udang beku Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS) dari American Shrimp Processors Association (ASPA). Tuduhan antidumping sejak 25 Oktober 2023. "Masalah tuduhan dumping ini memengaruhi," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Senin (28/10).
AS menjadi tujuan utama ekspor komoditas udang beku Indonesia. Yakni, dengan pangsa pasar mencapai 64,3 persen dari total ekspor udang Indonesia. "Memang sampai saat ini udang menjadi komunitas utama dan pasar utama ada di Amerika Serikat. Dan yang paling utama adalah udang beku," tegas dia.
Akibatnya pelaku usaha eksportir udang beku Indonesia dikenakan bea tambahan masuk sebesar 3,9 persen per 22 Oktober lalu. Angka pengenaan bea tambahan ini turun dari sebelumnya 6,3 persen pada waktu awal dihembuskanya tudingan dumping oleh AS. "Hasilnya kita tetap devinimis artinya kita tidak dituduh melakukan subsidi terhadap industri udang nasional sehingga kita tidak dikenai tarif untuk CVD nya nol persen," ujarnya.
Erwin berharap, upaya hasil pembuktian pemerintah Indonesia untuk komoditas udang beku dapat disetujui AS pada 5 Desember 2024. Dengan ini, bea tambahan untuk komoditas udang beku Indonesia kembali menjadi 0 persen. "Semoga final determination nanti di pada 5 Desember anti-dumping dibatalkan dan CBD di minimize untuk kemajuan perudangan Indonesia," ujarnya.
Perkembangan Terbaru
Seiring berjalannya waktu, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan U.S Departemen of Commerce (USDOC) menerbitkan plemineraly rate pada Maret 2024. Hasilnya, USDOC menetapkan CVD terhadap ekspor produk udang dari Indonesia ke Amerika Serikat sebesar deminimis atau nol persen untuk kedua mandatory responden dan seluruh pelaku usaha eksportir udang di tanah air.
"Kita mendapatkan untuk CVD, kita de minimis artinya kita tidak dikenai tuduhan melakukan subsidi atau pemerintah tidak melakukan subsidi. Kedua, dari hasil premineraly bulan Maret kita mendapatkan perhitungan kepada dua mandatory responden dua perusahaan eksportir udang, yang pertama hasilnya 0 persen dan yang kedua 6,3 persen," ujar Erwin.
Kemudian, pada 23 Mei 2024, USDOC menetapkan preliminary rate Anti-dumping Duties (AD) sebesar nol persen untuk responden PT Bahari Makmur Sejati (BMS) dan 6,3 persen untuk responden PT First Marine Seafood (FMS) serta 6,3 persen untuk pelaku usaha lainnya.
"Secara keseluruhan selain pelaku usaha atau eksportir yang nol persen itu dikenai margin dumping atau tarif sementara untuk masuk ke Amerika Serikat 6,3 persen," ujarnya.
Namun, Pemerintah Indonesia telah mengajukan keberatan terhadap penggunaan laporan keuangan perusahaan yang bisnisnya berbeda dengan kedua mandatory respondents sebagai dasar perhitungan dumping margin. Hal ini disampaikan pula dalam brief yang dimasukkan oleh Legal Counsel yang telah ditunjuk, yaitu Fox Rotshchild, kepada USDOC pada 16 September 2024.
Dalam laporan USDOC pada 21 Oktober, keberatan ini berhasil diterima dan disetujui, sehingga PT Central Proteina Prima tidak lagi digunakan sebagai data pembanding. Kemudian, pada 22 Oktober, USDOC membuat keputusan finalnya dan menetapkan rate Antidumping untuk responden BMS tetap sebesar 0 persen, sedangkan untuk FMS dan pelaku usaha lainnya turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen.
Namun demikian, dengan adanya perbedaan rate antara respondent pertama sebesar 0 persen dengan anggota APSI lainnya sebesar 3,9 persen, pelaku usaha APSI yang terdampak rate 3,9 persen, merasakan adanya persaingan usaha yang tidak sehat dalam perhitungan harga bahan baku dan harga penjualan produk udang ke Amerika Serikat, sehingga perjuangan untuk membantah tuduhan dari Petitioner masih perlu dilanjutkan di hadapan USITC (International Trade Commission).
Alhasil pada 22 Oktober 2024, telah diadakan hearing di hadapan USITC secara hybrid, baik daring maupun luring, yang dihadiri baik dari perwakilan pihak Petitioner dan dari perwakilan negara tertuduh. Saat hearing tersebut, perwakilan dari Pemerintah Indonesia telah menyampaikan hal-hal yang menjadi concern.
"Pada tanggal 22 Oktober USDOC sudah menerbitkan kembali final determination terhadap investigasi USDOC terhadap CDC dan anti dumping. Hasilnya kita tetap devinimis artinya kita tidak dituduh melakukan subsidi terhadap industri udang nasional sehingga kita tidak dikenai tarif untuk CVD nya nol persen," ujarnya.
"Sementara untuk anti dumping kita turun dari 6,3 persen menjadi 3,9 persen ini merupakan hasil capaian dari sinergi asosiasi dan kementerian perdagangan, KBRI Washington DC yang juga ikut di dalam proses hearing bersama dengan USDOC dan USITC," ujarnya seperti dikutip Liputan6.com.
Lalu dilanjutkan adanya testimony dari buyer retailer besar di Amerika Serikat, yaitu Costco, yang telah diminta kesediaannya untuk ikut mendukung oleh tim satgas APSI. Kemudian, mewakili Tim Satgas, Aris Utama juga turut menyampaikan testimoni.
Testimoni-testimoni tersebut diperkuat dengan analisa dari Jim Dougan selaku Economist di Amerika Serikat yang ditunjuk oleh Tim Satgas. "Proses masih ada lagi, terkait hearing dengan USITC yang bertugas melaksanakan atau mengkaji dampak ekonomi di domestik Amerika Serikat masih berlangsung," tutur dia.
Erwin pun berharap, untuk hasil finalnya dari USDOC terkait CVD Indonesia tetap de minimis dan untuk anti-dumpingnya bisa dibatalkan. "Mudah-mudahan posisi kita yang hasil finanl dari USDOC ini CVD tetap depinimis dan terkait dumping bisa di drop artinya dibatalkan, ini keinginan kita. Final akan disampaikan USITC pada 5 Desember dan pengenaan untuk dumping atau CVD akan dikenakan di tanggal 12 Desember (2024)," ujarnya.
Pada 25 Oktober 2023, Indonesia menghadapi tuduhan antidumping (AD) dan countervailing duties (CVD) terkait ekspor udang beku ke pasar Amerika Serikat.
Petisi AD dan CVD diajukan oleh American Shrimp Processors Association (ASPA) atau Asosiasi Pengolah Udang Amerika. Petisi tersebut mencakup seluruh udang tropis beku asal Indonesia, tidak termasuk udang segar dan udang yang telah dibumbui (breaded).
Investigasi terhadap kasus AD udang beku Indonesia dilakukan oleh pihak Amerika Serikat untuk periode 1 September 2022–31 Agustus 2023. Kemudian, pada 25 Maret 2024, USDOC menerbitkan hasil keputusan sementara bahwa Pemerintah Indonesia tidak terbukti melakukan subsidi.
Selanjutnya, pada 23 Mei 2024, USDOC menerbitkan hasil keputusan sementara bahwa margin dumping untuk seluruh eksportir udang beku Indonesia dikenakan tarif bea masuk antidumping sebesar 6,3 persen. bari/mohar/fba
Jakarta-Menteri Usaha Makro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman, mengatakan saat ini Pemerintah sedang mengkaji lebih dalam mengenai rencana…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi VII DPR, Iman Adinugraha, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait maraknya impor baja murah dari China. Ini…
Jakarta-Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, pemerintah telah membahas rencana penyelamatan raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang tengah…
Jakarta-Menteri Usaha Makro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman, mengatakan saat ini Pemerintah sedang mengkaji lebih dalam mengenai rencana…
NERACA Jakarta - Anggota Komisi VII DPR, Iman Adinugraha, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait maraknya impor baja murah dari China. Ini…
Jakarta-Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan, pemerintah telah membahas rencana penyelamatan raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang tengah…