Koperasi Modern Jadi Kunci Hilirisasi dan Industri Menengah

NERACA

Jakarta – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, buku kedua tersebut mengungkapkan potensi besar koperasi modern dalam mendorong hilirisasi dan menguatkan industri menengah nasional. 

Di berbagai kesempatan, Teten juga menegaskan bahwa dibangunnya pabrik yang dikelola oleh koperasi, termasuk Rumah Produksi Bersama (RPB) bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). 

“Dibangunnya pabrik yang berkualitas industri, tergantung dari komoditas unggulan dan yang diberikan alat sederhana, tetapi berkualitas industri agar ada peningkatan kualitas produk,” kata Teten.

Selain itu, tujuan RPB adalah untuk mendukung industrialisasi. Tidak hanya usaha besar tetapi juga melibatkan UMKM.

Begitu juga dengan kehadiran pabrik minyak makan merah. Ia meyakini, keberadaan minyak makan merah akan meningkatkan kesejahteraan petani sawit.

“Adanya pabrik yang dikelola oleh koperasi, maka petani mendapat nilai tambah dari kebun sawitnya. Bukan hanya dijual TBS (tandan buah segar) tapi bisa diolah. Minyak makan merah bisa dirasakan dan membawa perubahan pada kesejahteraan petani,” ucap Teten.

Teten menegaskan, keluarnya buku itu merupakan upaya Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) dalam mendokumentasikan sejumlah ide yang muncul dari sejumlah pejabat di kementeriannya. 

“Kami terus berupaya membuat koperasi dan UMKM agar bisa berkembang lebih maju dan baik di masa mendatang,” kata Teten.

Sejalan dengan hal tersebut, Asisten Deputi Pengembangan dan Kawasan Rantai Pasok KemenKopUKM Ali Alkatiri mengungkapkan, satu hal yang harus menjadi pengarusutamaan isu ke depan, pertama hadirnya RPB sebagai upaya hilirisasi komoditas unggulan di masing-masing daerah.

Ditegaskannya, hilirisasi ini akan mensyaratkan upaya petani, pekebun, perajin, hingga petambak yang tadinya hanya menjual bahan mentah, kini menjual bahan setengah jadi atau bahan jadi, yang bisa terkoneksi dengan level industri yang lebih tinggi. 

“Tidak ada lagi konglomerasi besar yang menguasai hulu-hilir, tapi industri UMKM bisa menguasai rantai pasok,” ucap Teten.

Selama ini, pihaknya melihat, terdapat inequality pada struktur ekonomi, berimbas pada lapangan kerja yang disediakan, sehingga RPB hadir mengatasi ini.

Petani kecil ketika panen akan sangat dikuasai oleh tengkulak padahal mereka mestinya mendapat berkah paling utama, tapi jalur mereka dipotong tengkulak. 

“Maka, RPB akan memotong jalur ini, RPB tidak berdiri sendiri sebagai segmen terpisah,” ucapnya.

Pada Peraturan Permerintah (PP) Nomor 7 tahun 2021 sambung Ali, terdapat terminologi pengelolaan terpadu UMKM RPB bagian dari situ, di situ ada konsolidasi bahan baku dan produksi oleh alat manufaktur modern, serta tersambung dengan pasar.

KemenKopUKM pun bersyukur, saat ini RPB sudah tersebar di 11 kabupaten/provinsi dengan komoditas unggulan masing-masing. 

Melalui RPB mulai dibangun hilirisasi komoditas secara bertahap. Pada tahun 2022 dibangun tiga RPB. Yaitu, di Kabupaten Kutai Kartanegara (Provinsi Kalimantan Timur) untuk mengolah komoditas jahe, Kabupaten Minahasa Selatan (Provinsi Sulawesi Utara) untuk hilirisasi komoditas kelapa, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk hilirisasi komoditas sapi potong. 

Tahun 2023, pembangunan Rumah Produksi Bersama dilanjutkan di beberapa tempat. Terdiri dari, Kabupaten Batubara (Provinsi Sumatera Utara) untuk hilirisasi komoditas cabai merah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta untuk hilirisasi komoditas susu.

Senada dengan hal tersebut, Sekretaris Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM, Eka Pan Lestari menambahkan, minyak makan merah adalah salah satu bentuk inovasi yang sudah lama, tapi baru sekarang dikomersialisasi.

“Ketika minyak makan merah muncul dan dikelola koperasi ini menjadi suatu inovasi,” ujar Eka.

Tantangannya saat ini mencakup cara mengubah dari skala laboratorium menjadi skala pabrik yang menurut risetnya membutuhkan anggaran mencapai Rp13 miliar.

Selain itu, ketika pabrik terbangun, teori tidak selaly sesuai karena banyak perbaikan yang perlu dilakukan, dan ini yang terus coba diperbaiki pada piloting 3 tempat, yakni Pagar Merbau, Ungkad, dan Asahan. 

“Masih menjadi pekerjaan rumah, bagaimana mengubah pola pikir petani sawit agar tidak berpuas diri hanya sebagai pemilik kebun, tapi juga sampai ke produk hilir,” pungkas Eka.

BERITA TERKAIT

Eksportir Diajak Melek Kebijakan Karbon di Negara Tujuan Ekspor

NERACA Tangerang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengajak para pelaku usaha dan eksportir Indonesia untuk meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan karbon yang…

Manfaatkan Peluang Pasar Konsumsi ke Amerika Sebesar USD 21 Triliun

NERACA Tangerang – Peluang pasar konsumsi di Amerika Serikat (AS) sangatlah besar,sekitar 29 persen dari  pengeluaran konsumen global sebesar USD21…

KKP Siap Sukseskan Program MBG

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap menyukseskan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) mengingat program ini bisa memberikan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Eksportir Diajak Melek Kebijakan Karbon di Negara Tujuan Ekspor

NERACA Tangerang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengajak para pelaku usaha dan eksportir Indonesia untuk meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan karbon yang…

Koperasi Modern Jadi Kunci Hilirisasi dan Industri Menengah

NERACA Jakarta – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengatakan, buku kedua tersebut mengungkapkan potensi besar koperasi modern dalam…

Manfaatkan Peluang Pasar Konsumsi ke Amerika Sebesar USD 21 Triliun

NERACA Tangerang – Peluang pasar konsumsi di Amerika Serikat (AS) sangatlah besar,sekitar 29 persen dari  pengeluaran konsumen global sebesar USD21…