SURPLUS NERACA PERDAGANGAN 53 BULAN BERTURUT: - Tantangan Struktural dan Ketergantungan Ekonomi Indonesia

 

 

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta

 

Data terkait surplus neraca perdagangan Indonesia yang mencapai 53 bulan berturut-turut hingga September 2024, meski tampak positif, menyimpan beberapa kelemahan dan tantangan. Namun hal ini disembunyikan oleh para policy makers dibidang ekonomi saat ini. Surplus sebesar US$ 3,26 miliar pada September 2024 lebih banyak didorong oleh penurunan impor ketimbang peningkatan ekspor yang signifikan.

Hal ini dapat menutupi kenyataan bahwa permintaan domestik sedang melemah, yang mengindikasikan stagnasi ekonomi internal. Defisit sektor migas yang mencapai US$ 66,93 miliar menunjukkan ketergantungan Indonesia terhadap impor energi, yang mengancam ketahanan energi jangka panjang.

Meskipun sektor nonmigas mencatat surplus US$ 224,15 miliar, banyak di antaranya berasal dari komoditas mentah, menandakan minimnya nilai tambah yang dihasilkan di dalam negeri akibat kurangnya hilirisasi.

Ekspor Indonesia yang mencapai US$ 192,85 miliar sepanjang Januari hingga September 2024 sebagian besar didorong oleh harga komoditas global yang tinggi, bukan peningkatan produktivitas atau daya saing produk.

Meski ekspor nonmigas tumbuh 8,13% secara tahunan, penurunan ekspor migas menunjukkan ketidakseimbangan struktural ekonomi. Pertumbuhan di sektor pertanian sebesar 38,76% YoY dan sektor pertambangan sebesar 9,03% YoY cenderung bersifat sementara, tergantung pada fluktuasi harga global, dan tidak menunjukkan peningkatan produktivitas yang berkelanjutan.

Selain itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan sebesar 7,11% YoY masih rendah dibandingkan dengan negara lain, mencerminkan kelemahan dalam upaya hilirisasi dan peningkatan nilai tambah.

Ketergantungan Indonesia pada China, Amerika Serikat, dan Jepang sebagai negara mitra utama ekspor, dengan kontribusi sebesar 43,57%, menimbulkan risiko besar terhadap kinerja ekspor jika salah satu negara tersebut mengalami perlambatan ekonomi.

Di sisi lain, impor yang mencapai US$ 170,87 miliar sepanjang Januari hingga September 2024, terutama barang modal yang naik 18,44% yoy, menandakan industri domestik masih sangat bergantung pada teknologi dan bahan baku impor.

Penurunan impor migas sebesar 24,04% yoy lebih disebabkan oleh penurunan permintaan domestik akibat perlambatan industri, bukan hasil dari efisiensi energi atau peningkatan produksi dalam negeri.

Peningkatan impor barang konsumsi sebesar 11,30% YoY mengindikasikan bahwa manufaktur domestik belum mampu memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Selain itu, kenaikan impor bahan baku 5,87% YoY menunjukkan ketergantungan sektor produksi domestik yang masih tinggi pada bahan baku luar negeri, sehingga kemandirian ekonomi masih jauh dari tercapai.

Ketergantungan pada plastik, mesin/peralatan mekanis, dan perlengkapan elektrik sebagai penyumbang utama impor nonmigas memperkuat sinyal bahwa Indonesia masih bergantung pada teknologi dan bahan baku impor untuk menjalankan industrinya, yang dapat memberikan dampak negatif terhadap neraca pembayaran di masa mendatang.

Secara keseluruhan, meskipun surplus neraca perdagangan Indonesia 53 bulan berturut menjadi sinyal ketahanan ekonomi, terdapat banyak kelemahan struktural yang memerlukan perhatian serius.

Ketergantungan pada komoditas mentah dan impor barang modal serta bahan baku memperlihatkan bahwa perekonomian Indonesia belum sepenuhnya tangguh dalam menghadapi perubahan global, dan perlu dorongan lebih kuat terhadap hilirisasi serta diversifikasi ekonomi.

BERITA TERKAIT

Wujudkan Pilkada 2024 yang Adil Demi Perubahan Positif

  Oleh: Khairunissa Dewi, Pemerhati Sosial Politik   Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen penting dalam proses demokrasi…

Program Ekonomi Pro-Rakyat: Komitmen PraGib untuk Pengentasan Kemiskinan

  Oleh: Silvia Anggun, Pengamat Kebijakan Publik   Dalam perkembangan politik dan ekonomi Indonesia yang dinamis, program pengentasan kemiskinan selalu…

Seluruh Pihak Siap Kawal Transisi Pemerintahan

  Oleh : Elisabeth Titania Dionne, Pengamat Sosial Politik   Seluruh pihak sangat mengharapkan proses transisi pemerintahan dari Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI Opini

Wujudkan Pilkada 2024 yang Adil Demi Perubahan Positif

  Oleh: Khairunissa Dewi, Pemerhati Sosial Politik   Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah salah satu momen penting dalam proses demokrasi…

Program Ekonomi Pro-Rakyat: Komitmen PraGib untuk Pengentasan Kemiskinan

  Oleh: Silvia Anggun, Pengamat Kebijakan Publik   Dalam perkembangan politik dan ekonomi Indonesia yang dinamis, program pengentasan kemiskinan selalu…

SURPLUS NERACA PERDAGANGAN 53 BULAN BERTURUT: - Tantangan Struktural dan Ketergantungan Ekonomi Indonesia

      Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta   Data terkait surplus neraca perdagangan Indonesia yang mencapai…