RENCANA KEBIJAKAN PRESIDEN TERPILIH PRABOWO SUBIANTO: - Pangkas PPh Badan dari 22% Menjadi 20%

Jakarta-Presiden terpilih Prabowo Subianto berencana memangkas Pajak Penghasilan (PPh) Badan atau Pajak Perusahaan dari semula 22% menjadi 20%.  Prabowo akan meninjau kemungkinan pemotongan pajak penghasilan tersebut setelah resmi dilantik menjadi Presiden pada 20 Oktober 2024. Sementara itu, keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 dinilai sebagai langkah tepat.

NERACA

"Kami berharap bahwa pada suatu saat kami dapat mengurangi pajak penghasilan badan usaha," ujar anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, Senin (14/10).

Dradjad lebih lanjut mengatakan, keputusan pemangkasan pajak perusahaan akan bergantung pada kondisi penerimaan negara. "Kita lihat saja nanti kinerja penerimaan negara, kalau ada peluang, kita ingin turunkan supaya tidak terlalu memberatkan rakyat,” ujarnya seperti dikutip Channel News Asia.

Prabowo Subianto, yang akan resmi dilantik menjabat Presiden Indonesia pada 20 Oktober mendatang, berkomitmen untuk meningkatkan kepatuhan pajak, dengan berupaya meningkatkan pendapatan pajak menjadi 18 persen dari produk domestik bruto. Selain itu, Prabowo berencana untuk memisahkan kantor pajak dan bea cukai Kemenkeu untuk membentuk badan pendapatan negara.

Sejumlah ivestor asing sebelumnya dilaporkan khawatir bahwa Prabowo, yang berencana untuk memperluas jumlah kementerian dan lembaga, dapat melonggarkan disiplin fiskal Indonesia. Namun, seorang staf senior memastikan Prabowo akan tetap berpegang pada tingkat pengeluaran yang disepakati pada tahun 2025 dan mematuhi kebijakan anggaran yang ada.

Di sisi lain, Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 dinilai sebagai langkah tepat, utamanya karena kebijakan ini dapat memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan industri tembakau dan tenaga kerjanya.

Meski demikian, industri tembakau masih dibayangi berbagai kekhawatiran, mulai dari terbitnya Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2024, Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes), hingga kompensasi kenaikan cukai rokok yang tinggi di 2026.

Menurut peneliti The Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengatakan kebijakan untuk tidak menaikkan CHT 2025 akan menjaga stabilitas industri tembakau.

Namun, kebijakan ini perlu diikuti dengan kepastian kebijakan CHT pada tahun berikutnya guna mempertahankan stabilitas industri tembakau. Apabila di tahun 2026 terjadi lonjakan tarif yang tinggi, maka industri tembakau akan terguncang kembali.

Heri merujuk pada kejadian di tahun 2019 dan 2020, di mana tidak adanya kenaikan cukai di 2019, tapi diikuti oleh lonjakan kenaikan cukai lebih dari 20% di 2020 dengan alasan kompensasi cukai tidak mengalami kenaikan di 2019. Dampaknya, industri tembakau mengalami penurunan kinerja secara drastis yang pada akhirnya menjadi beban berat bagi industri tembakau.

Maka, Heri mendorong agar pemerintah dapat lebih memperhatikan kepastian usaha dalam jangka panjang. “Sebanyak 10% dari penerimaan pajak itu berasal dari cukai tembakau. Jadi, memang seharusnya diberikan kepastian karena industri ini sangat highly regulated sehingga sangat bergantung terhadap arah kebijakan pemerintah,” ujarnya seperti dikutip Liputan6.com, Senin (14/10).

Dengan adanya kepastian tersebut, industri tembakau dapat merencanakan langkah-langkah produksinya dalam jangka panjang. Menurut Heri, ketidakpastian mengenai kebijakan cukai turut berpotensi menciptakan dampak negatif yang lebih besar bagi industri tembakau.

Menurut dia, selain kebijakan cukai, industri tembakau kini tengah menghadapi rencana kemasan polos tanpa merek yang tertera pada Rancangan Permenkes yang berpotensi mengganggu ekonomi dan mendorong pengurangan tenaga kerja. “Kalau sudah kena ke kinerja industri, tenaga kerja terdampak, akan ada ancaman PHK,” ujarnya.

Kejar Pengemplang Pajak

Pada bagian lain, Presiden Terpilih Prabowo Subianto disebut akan mengejar pendapatan negara dari sejumlah pengemplang pajak, yang nilainya mencapai Rp 300 triliun.

Hal tersebut diungkap Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo. Menurut dia, ada potensi penerimaan negara yang masih bisa dikejar, termasuk dari pajak yang tidak dibayarkan.

"Ini bukan omon-omon, ini bukan bukan teori, jadi saya lihat sendiri ketika saya menjadi unsur pimpinan di salah satu lembaga yang bergerak di bidang kemanan nasional, nanti kita bisa ngecek orang sampai paling detailnya sampai kancing-kancingnya kita bisa tahu, itu ternyata memang masih ada sumber-sumber penerimaan negara," ujar Drajad Wibowo.  

Dia mengatakan, ada selisih sekitar Rp 300 triliun dari kebutuhan belanja pemerintah pada 2025. Menurut APBN 2025, belanja pemerintah tahun perdana pemerintahan Prabowo-Gibran ditentukan sebesar Rp 3.600 triliun, padahal kebutuhannya dihitung sebesar Rp 3.900 triliun. "Jadi ada kurang Rp 300 triliun dan kebetulan itu kita juga menemukan ada pajak-pajak yang tidak terkumpulkan dan ada sumber-sumber yang belum tergali," ujarnya.

Soal pajak yang belum dikumpulkan, misalnya berasal dari kasus-kasus hukum yang para pengemplang pajak-nya itu dinyatakan kalah. Namun, para pelaku tersebut belum juga menyetorkan kewajiban pajaknya kepada kas negara.

"Jadi sudah tidak ada lagi peluang mereka, Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai, finish, ya tapi mereka tidak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar. Itu jumlahnya juga sangat besar," urainya.

Dia mengamini angkanya sekitar Rp 300 triliun, senada dengan yang disampaikan adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Menurut dia, angka tersebut valid karena berpatokan pada data yang jelas.

Meski demikian, Drajad menyebut angkanya berpeluang lebih besar dari Rp 300 triliun tadi. Mengingat ada kasus-kasus lainnya yang bisa turut berkontribusi ke penerimaan negara. "Tapi intinya, yang disampaikan Pak Hashim itu, basisnya adalah data, sangat kredibel. Bahkan, saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu. lebih besar, cuma Pak Hashim sudah menyebutkan Rp 300 triliun kita pakai (angka) Rp 300 triliun," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, menyampaikan penerimaan pajak sejak Januari - Agustus 2024  telah mencapai Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari target APBN.

Untuk rinciannya, PPh non migas realisasinya mencapai Rp665,52 triliun atau 62,58 persen dari target APBN, dengan pertumbuhan bruto negatif 2,46 persen. PPh non migas terkontraksi akibat pelemahan harga komoditas tahun lalu yang menyebabkan profitabilitas tahun 2023 menurun, terutama pada sektor terkait komoditas.

"Meskipun masih mengalami kontraksi, namun kinerjanya menunjukkan perbaikan. Terlihat negatif growthnya yang melandai dibanding bulan sebelumnya," kata Thomas dalam konferensi pers APBN KiTa Agustus 2024, belum lama ini.

Selanjutnya, PPN dan PPnBM realisasinya mencapai Rp470,8 triliun atau 58,03 persen dari target APBN. Pertumbuhan brutonya mencapai 7,36 persen. "Pertumbuhan bruto yang positif ini memberikan sinyal positif ekonomi kita sedang tumbuh," ujarnya.

Lalu, realisasi penerimaan pajak PBB dan pajak lainnya hingga AGustus 2024 mencapai Rp15,76 triliun atau 41,78 persen dari target. Pertumbuhan brutonya mencapai 34,18 persen. Untuk PPh Migas realisasinya mencapai Rp44,45 triliun atau 58,20 persen dari target. Pertumbuhan brutonya minus 10,23 persen, yang terkontraksi akibat penurunan lifting minyak bumi.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati melaporkan, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.045,32 triliun sampai Juli 2024. Realisasi pajak ini setara 52,56 persen dari total target. "Pajak kita hingga Juli terkumpul Rp1.045,32 triliun," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual APBN Kita di Jakarta, Selasa (13/8).

Dia merinci, penerimaan pajak terbesar disumbang Pajak penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp593,76 triliun. Namun, realisasi tersebut turun-3,04 persen atau setara 55,84 persen dari target. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

KEBIJAKAN KEMENPERIN: - SNI Wajib bagi 16 Produk Industri

  Jakarta-Kementerian Perindustrian mengungkapkan baru ada 130 wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dari 5.365 SNI di sektor industri. Minimnya wajib standar tersebut…

Pengusaha Berharap Ekonomi Nasional Stabil - BANYAK CALON MENTERI DIISI ORANG LAMA

NERACA Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil calon menteri dan calon wakil menteri di kabinetnya nanti. Dari puluhan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Neraca Perdagangan Surplus 53 Bulan Berturut

Jakarta-Indonesia kembali mengalami surplus neraca perdagangan pada September 2024, yang membuat realisasi selama 53 bulan secara beruntun sejak Mei 2020. Menurut…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

KEBIJAKAN KEMENPERIN: - SNI Wajib bagi 16 Produk Industri

  Jakarta-Kementerian Perindustrian mengungkapkan baru ada 130 wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dari 5.365 SNI di sektor industri. Minimnya wajib standar tersebut…

Pengusaha Berharap Ekonomi Nasional Stabil - BANYAK CALON MENTERI DIISI ORANG LAMA

NERACA Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memanggil calon menteri dan calon wakil menteri di kabinetnya nanti. Dari puluhan…

BPS MENGUNGKAPKAN: - Neraca Perdagangan Surplus 53 Bulan Berturut

Jakarta-Indonesia kembali mengalami surplus neraca perdagangan pada September 2024, yang membuat realisasi selama 53 bulan secara beruntun sejak Mei 2020. Menurut…