Pengguna Paylater Meningkat, Waspadai Kredit Macet

Pengguna Paylater Meningkat, Waspadai Kredit Macet
NERACA
Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan perlu untuk mengantisipasi potensi kredit macet dari peningkatan penggunaan layanan beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later (BNPL) di tengah daya beli masyarakat yang menurun. "Kondisi ini akan mengancam lembaga keuangan jika banyak terjadi non performing loan (kredit macet)," kata Esther, sebagaimana dikutip Antara, kemarin. 
 
Ia menuturkan jika kredit macet bertambah, maka kinerja dan likuiditas lembaga jasa keuangan dapat terganggu. "Tentunya potensi kredit macet pasti ada, ini berpeluang mengganggu likuiditas lembaga keuangan," ujarnya. Menurut dia, peningkatan penggunaan layanan paylater oleh masyarakat saat ini menandakan bahwa daya beli masyarakat menurun karena kecepatan kenaikan inflasi tidak sebanding dengan kenaikan upah. "Artinya kenaikan harga tidak diikuti kenaikan upah sehingga masyarakat yg memang harus beli barang tapi tidak mampu makanya solusinya paylater," tuturnya.
 
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan outstanding pembiayaan untuk transaksi beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Juli 2024 tumbuh 73,55 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp7,81 triliun. “Angka ini lebih rendah dari paylater pada perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman di Jakarta, Sabtu (7/9).
 
Sementara porsi produk kredit BNPL perbankan sebesar 0,24 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Juli 2024 baki debet kredit BNPL tumbuh 36,66 persen yoy menjadi Rp18,01 triliun, dengan total jumlah rekening 17,90 juta. Risiko kredit untuk BNPL perbankan turun ke level 2,24 persen.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pada Juli 2024 kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross perbankan yang relatif stabil di level 2,27 persen dan NPL net sebesar 0,79 persen. Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,27 persen. Rasio LaR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi, yakni sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.
Sebelumnya, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pertumbuhan bisnis paylater di sektor perbankan didorong oleh basis konsumen bank yang lebih besar dibandingkan dengan nasabah multifinance atau pinjaman online. "Sebagian besar nasabah bank sudah adaptif dengan teknologi, sehingga penetrasi pasar paylater oleh bank lebih mudah dilakukan," ujar Nailul.
Nailul juga mencatat bahwa bank memiliki keunggulan dalam hal data pengukuran kredit yang lebih luas dan akurat, memberikan keuntungan bagi perbankan dalam persaingan di pasar BNPL. Namun, ia mencatat bahwa sebagian besar pengguna paylater bank berasal dari nasabah perbankan itu sendiri, sementara segmen unbanked dan underbanked lebih banyak digarap oleh multifinance dan pinjaman online. Ke depannya, persaingan dalam bisnis paylater kemungkinan akan terjadi di dalam ekosistem perbankan itu sendiri. "Tenant yang menerima layanan paylater dan integrasi layanan digital akan menjadi faktor penentu dalam persaingan tersebut," tambah Nailul.
 

 

NERACA

Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan perlu untuk mengantisipasi potensi kredit macet dari peningkatan penggunaan layanan beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later (BNPL) di tengah daya beli masyarakat yang menurun. "Kondisi ini akan mengancam lembaga keuangan jika banyak terjadi non performing loan (kredit macet)," kata Esther, sebagaimana dikutip Antara, kemarin. 

Ia menuturkan jika kredit macet bertambah, maka kinerja dan likuiditas lembaga jasa keuangan dapat terganggu. "Tentunya potensi kredit macet pasti ada, ini berpeluang mengganggu likuiditas lembaga keuangan," ujarnya. Menurut dia, peningkatan penggunaan layanan paylater oleh masyarakat saat ini menandakan bahwa daya beli masyarakat menurun karena kecepatan kenaikan inflasi tidak sebanding dengan kenaikan upah. "Artinya kenaikan harga tidak diikuti kenaikan upah sehingga masyarakat yg memang harus beli barang tapi tidak mampu makanya solusinya paylater," tuturnya.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan outstanding pembiayaan untuk transaksi beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Juli 2024 tumbuh 73,55 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp7,81 triliun. “Angka ini lebih rendah dari paylater pada perbankan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman di Jakarta, Sabtu (7/9).

Sementara porsi produk kredit BNPL perbankan sebesar 0,24 persen, namun terus mencatatkan pertumbuhan yang tinggi. Per Juli 2024 baki debet kredit BNPL tumbuh 36,66 persen yoy menjadi Rp18,01 triliun, dengan total jumlah rekening 17,90 juta. Risiko kredit untuk BNPL perbankan turun ke level 2,24 persen.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pada Juli 2024 kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio non-performing loan (NPL) gross perbankan yang relatif stabil di level 2,27 persen dan NPL net sebesar 0,79 persen. Loan at Risk (LaR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,27 persen. Rasio LaR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi, yakni sebesar 9,93 persen pada Desember 2019.

Sebelumnya, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai pertumbuhan bisnis paylater di sektor perbankan didorong oleh basis konsumen bank yang lebih besar dibandingkan dengan nasabah multifinance atau pinjaman online. "Sebagian besar nasabah bank sudah adaptif dengan teknologi, sehingga penetrasi pasar paylater oleh bank lebih mudah dilakukan," ujar Nailul.

Nailul juga mencatat bahwa bank memiliki keunggulan dalam hal data pengukuran kredit yang lebih luas dan akurat, memberikan keuntungan bagi perbankan dalam persaingan di pasar BNPL. Namun, ia mencatat bahwa sebagian besar pengguna paylater bank berasal dari nasabah perbankan itu sendiri, sementara segmen unbanked dan underbanked lebih banyak digarap oleh multifinance dan pinjaman online. Ke depannya, persaingan dalam bisnis paylater kemungkinan akan terjadi di dalam ekosistem perbankan itu sendiri. "Tenant yang menerima layanan paylater dan integrasi layanan digital akan menjadi faktor penentu dalam persaingan tersebut," tambah Nailul.

 

BERITA TERKAIT

Maucash dan Astra Agro Lestari Bersinergi Tingkatkan Literasi Keuangan Petani di Pasangkayu, Sulawesi Barat

Maucash dan Astra Agro Lestari Bersinergi Tingkatkan Literasi Keuangan Petani di Pasangkayu, Sulawesi Barat NERACA Jakarta - Maucash mendapat kesempatan…

Izin Dicabut, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPR Nature Primadana Capital

Izin Dicabut, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPR Nature Primadana Capital  NERACA Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyiapkan proses…

Pengguna QRIS Belum Maksimal, Dibutuhkan Sosialisasi dan Edukasi yang Masif

Pengguna QRIS Belum Maksimal, Dibutuhkan Sosialisasi dan Edukasi yang Masif NERACA Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Maucash dan Astra Agro Lestari Bersinergi Tingkatkan Literasi Keuangan Petani di Pasangkayu, Sulawesi Barat

Maucash dan Astra Agro Lestari Bersinergi Tingkatkan Literasi Keuangan Petani di Pasangkayu, Sulawesi Barat NERACA Jakarta - Maucash mendapat kesempatan…

Izin Dicabut, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPR Nature Primadana Capital

Izin Dicabut, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPR Nature Primadana Capital  NERACA Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyiapkan proses…

Pengguna QRIS Belum Maksimal, Dibutuhkan Sosialisasi dan Edukasi yang Masif

Pengguna QRIS Belum Maksimal, Dibutuhkan Sosialisasi dan Edukasi yang Masif NERACA Jakarta - Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Kelontong Seluruh Indonesia…