Kerja Sama Iklim RI - Jepang dengan High Integrity

NERACA

Jakarta-Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, menerima kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Mr. Yagi Tetsuta dan delegasi Jepang di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta.

Pertemuan kedua menteri ini  membahas komitmen dan aktualisasi kerja sama dalam aksi perubahan iklim terkait pengelolaan limbah, gambut dan  upaya konservasi.

“Secara prinsip, kedua negara memiliki komitmen untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan upaya konservasi untuk mendukung kelestarian lingkungan. Isu-isu kritis tersebut telah dibahas dalam dialog kedua negara pada April 2024 lalu di Jepang, yang menyoroti dedikasi kita bersama,”ungkap Siti Nurbaya mengawali diskusi dengan Mr. Tetsuka.

Terkait perubahan iklim, Menteri Siti Nurbaya menyampaikan bahwa  mendorong kerja  bersama,  kolaborasi dalam mengatasi perubahan iklim. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target Kontribusi Nasional (NDC). Untuk Indonesia sudah ada pijakan dasarnya dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.98/2021.

Dikatakan Siti, saat ini Indonesia sedang mempercepat dan mengadaptasi mekanisme kredit JCM dan SPEI secara paralel sesuai dengan Perpres 98 Tahun 2021.

“Untuk  itu telah ada tim kerja KLHK  untuk memfasilitasi  percepatan kerja sama Indonesia-Jepang untuk iklim dan karbon. Tim kerja akan  fokus pada penyiapan Sistem Registrasi Nasional (SRN), sistem MRV, sistem SPEI, dan calon pilot project di sektor kehutanan dan persampahan,” ungkap Siti.

Kemudian terkait pengelolaan limbah, Siti menyoroti kolaborasi Indonesia - Jepang dalam pengelolaan merkuri, yang dilaksanakan melalui kerja sama JICA, dimana para ahli akan tiba di Indonesia tahun ini.

Demikian pula dibahas tentang perkembangan kelola  sampah  di Legok Nangka, Jawa Barat. “Kami mengharap kolaborasi yang signifikan dalam pengelolaan limbah padat, termasuk upaya untuk mempromosikan kota yang ramah lingkungan, serta pengelolaan limbah berbahaya.“

Selain itu juga dibahas tentang  kerja sama dalam pengelolaan limbah elektronik.

Kerja Sama Agenda Konservasi

Selanjutnya, kedua Menteri juga sepakat dalam kerja sama berkenaan  agenda konservasi. Menteri Siti mengusulkan rencana kerja sama model  ekowisata di Provinsi Jawa Barat.

Dalam hal  kelola  gambut, dijelaskan oleh Siti, bahwa sebagai bagian dari Memorandum of Cooperation (MoC)  akan diawali dengan  studi kelayakan mengenai restorasi dan pengelolaan lahan gambut di Kalimantan Tengah.

Dalam hal kerja sama Mangrove Indonesia-Jepang, telah dirintis sejak awal 1990-an dengan percontohan di Bali; yang  kemudian  di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali menjadi pusat untuk pengembangan Mangrove dalam berbagai kerjasama internasional.

Dalam pertemuan tersebut, Tetsuta menyampaikan harapannya untuk memperkuat kerja sama pengendalian iklim dan lingkungan Indonesia – Jepang. Untuk itu telah ada Tim KLHK untuk percepatan kerjasama RI-Jepang. Siti mendorong untuk segera ditindaklanjuti dengan kerja-kerja  teknis bersama pada awal  September mendatang. Hal itu didukung oleh Menteri Tetsuta.

“Baik Indonesia maupun Jepang, sama-sama menghadapi banyak tantangan lingkungan, dan memiliki pengalaman berbeda dalam penanganannya. Oleh karena itu, sangat bermanfaat untuk bertukar pengalaman, dan melakukan kegiatan bersama di lapangan,” harap Yagi Tetsuta.

Sebelumnya, KLHK juga mengadakan pertemuan bilateral dengan John Podesta, Penasehat Senior Presiden Amerika Serikat (AS) untuk Kebijakan Perubahan Iklim Internasional (Senior Advisor to the President on International Climate Policy/SPEC).

Indonesia telah meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca menjadi 31,89% unconditionally, dan 43,20% conditionally. Ini merupakan transisi menuju komitmen Second NDC (SNDC) yang akan diberlakukan untuk pencapaian target pengurangan emisi GRK pada tahun 2031 sampai 2035

Penasehat Senior Presiden Amerika Serikat Untuk Kebijakan Perubahan Iklim Internasional, John Podesta, menyampaikan pentingnya peran dan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca di berbagai sektor, terutama sektor energi melalui transisi energi termasuk biomass energy, serta sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

“Strategi untuk mewujudkan komitmen NDC di tahun 2035 menjadi sangat penting dengan rencana yang terintegrasi”, demikian kata Podesta. Podesta juga menyampaikan concern dan harapan untuk dapat segera terwujudnya investasi melalui skema Just Ennergy Transition Partnership (JETP) dengan proyeksi sebesar 20 milyar USD untuk mendukung transisi sektor energi.

 

BERITA TERKAIT

Pertamina Patra Niaga dan Vale Indonesia Bersinergi Dorong Dekarbonisasi

NERACA Bali – PT Pertamina Patra Niaga bersama PT Vale Indonesia Tbk menjalin kemitraan strategis dalam penyediaan bahan bakar ramah…

Proyek Co-generation PLTP 230 MW Siap Dongkrak Energi Bersih

NERACA Jakarta – Dalam upaya mewujudkan energi yang lebih bersih dan efisien, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan…

Pengembangan Hidrogen Hijau Akselerasi Target NZE Industri

NERACA Jakarta – Di tengah tantangan perubahan iklim, Indonesia berupaya mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) secara bertahap.…

BERITA LAINNYA DI Industri

Pertamina Patra Niaga dan Vale Indonesia Bersinergi Dorong Dekarbonisasi

NERACA Bali – PT Pertamina Patra Niaga bersama PT Vale Indonesia Tbk menjalin kemitraan strategis dalam penyediaan bahan bakar ramah…

Proyek Co-generation PLTP 230 MW Siap Dongkrak Energi Bersih

NERACA Jakarta – Dalam upaya mewujudkan energi yang lebih bersih dan efisien, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan…

Pengembangan Hidrogen Hijau Akselerasi Target NZE Industri

NERACA Jakarta – Di tengah tantangan perubahan iklim, Indonesia berupaya mengambil tindakan yang tepat untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) secara bertahap.…