Oleh: Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Bank syariah lebih dari sekedar bank atau dikenal dengan sebutan beyond banking itulah tagline dari iB yang dikenal selama ini sebagai industri Islamic Banking. Membaca tagline tersebut—ada keistimewaan tersendiri yang dimiliki oleh bank syariah dimana bank syariah memberikan beragam variasi produk dan skema keuangan, dengan demikian masyarakat akan memiliki banyak pilihan dalam menggunakan jasa layanan perbankan syariah. Belum lagi brainding iB yang diperkenalkan di publik—memberikan citra, apabila bank syariah sebagai bank yang memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak, baik nasabah dan bank. Beyond banking yang lain adalah perbankan syariah di Indonesia lebih terbuka dan inklusif, dengan demikian keberadaan bank syariah Indonesia bisa dirasakan oleh berbagai pihak dan golongan manapun yang tidak memandang kelas. Hal ini tidak lepas dari prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil alamin.
Meskipun visi dari beyond banking sangat futuristic, namun untuk melangkah kearah tersebut hingga saat ini masih tertatih-tatih. Bahkan, hingga dua dekade bank syariah berdiri market share perbankan syariah masih dibawah 5 persen dibandingkan dengan market share perbankan konvensional. Dengan demikian beyond banking yang dijalankan sebagai tagline bank syariah selama ini menjadi pertanyaan, benarkah bank syariah lebih sekedar bank? Jika lebih sekedar bank mengapa bank syariah sangat kesulitan dalam mengembangkan diri ? Dimanakah kesalahannya? Apakah pihak regulator, industri perbankan syariah atau masyarakat yang enggan menggunakan bank syariah?
Diskusi dan kajian untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut sering kali dilakukan di berbagai mimbar-mimbar baik di kalangan akademik, industri dan regulator. Hasilnya sejauh ini belum ada titik temu yang konkrit bagaimana dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia. Yang ada hanyalah rekomendasi-rekomendasi berupa pentingnya good will dan political will pemerintah terhadap industri perbankan syariah, dana murah, efesiensi, inovasi produk dan lain-lain. Rekomendasi tersebut sudah berjalan dalam dua dekade lebih dan hasilnya enak di bicarakan dan sulit dilakukan hingga sekarang.
Kembali kepada beyond banking, sebenarnya tagline dari lebih dari sekedar bank masih sangat relevan untuk bank syariah untuk digunakan, tapi permasalahannya bagaimana menempatkan diri bank syariah dalam ranah masyarakat Indonesia. Bank syariah tidak bisa disamakan dengan bank konvensional dalam operasionalnya, bank syariah memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan perbankan konvensional. Karakteristik sebagai bank syariah inilah sebenarnya yang mempengaruhi segala lini dalam corporate culture dan para individu bankir syariah. Sehingga tujuan didalam menjalankan perbankan syariah adalah sesuai dengan maqasit al-syariah, ideologi inilah yang harus dimiliki oleh bankir-bankir syariah. Maka menjadi bankir syariah bukan sekedar bankir biasa—tapi adalah seorang mujahid syariah. Apabila nilai dan ideologi ini tidak dimiliki oleh para bankir syariah dalam mengoperasikan bank syariah, yang ada adalah bank syariah tidak bedanya dengan bank konvensional yang sekedar profit oriented.
Maka “roh” sebagai bankir syariah yang merupakan semangat awal mendirikan bank syariah harus dikembalikan. Dengan roh tersebut akan mempengaruhi jiwa-jiwa para bankir syariah untuk komitmen dalam menjalankan praktek perbankan syariah. Maka benar dalam buku the celestial management karya mantan Direktur Bank Muamalat dan Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Achmad Riawan Amin, dia mengatakan, sebuah organisasi dimulai dari menumbuhkan rasa keyakinan, bekerja merupakan bagian dari ibadah. Paradigma masyarakat di masa kini, masih mempersempitkan makna ibadah yang hanya berfungsi sebagai hubungan vertikal (hubungan langsung dengan Allah SWT.) tanpa melibatkan unsur hubungan horizontal (hubungan kesesama makhluk ciptaan- Nya). Padahal ibadah harus memperhatikan kedua hubungan tersebut dengan seimbang karena keduanya akan membawa kita kepada jalan kebaikan (mashlahat). Oleh karena itu sebagai pribadi yang terus memperbaiki diri, kita harus memperluas makna ibadah sehingga segala aktivitas yang kita lakukan diniatkan untuk beribadah. Manajemen tidak lagi dalam pengertian getting things done through the people, melainkan getting God‟s will done by the people.
Dari pengertian ini mengandung arti, bahwa seluruh upaya manusia untuk menciptakan pertambahan nilai bagi kesejahteraan haruslah menempatkan manusia sebagai sebuah subyek perubahan (khalifatullah fil ardh), bukan mendegradasi manusia sebagai faktor produksi atau perbudakan. Ikhtiar dalam menurunkan nilai-nilai langit itu dijabarkan dalam tiga ranah hidup, yaitu 3 W (WHORSHIP, WEALTH, WARFARE). Jika semua bankir syariah memahami ini semua maka beyond bank bukan sekedar tagline atau selogan iklan di media massa saja yang kehilangan makna.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Gelombang kebijakan tarif Trump yang diluncurkan pada awal April 2025 telah mengguncang aktivitas…
Permenperin 13/2025 Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Adie Rochmanto Pandiangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai janji politik Presiden…
Permenperin 13/2025 Staf Ahli Menteri Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri, Adie Rochmanto Pandiangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerbitkan…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Ekonom UPN Veteran Jakarta Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas sebagai janji politik Presiden…
Oleh : Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Gebrakan Pemerintahan Prabowo - Gibran untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi terus dilakukan, selain membuat…