REGULASI JANGAN HAMBAT JASA TRANSPORTASI ONLINE - KPPU: Hapus Sistem Tarif Bawah Taksi

 

Jakarta- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendesak pemerintah cq Kementerian Perhubungan untuk membuat regulasi terkait pelepasan sistem tarif bawah pada taksi konvensional di Indonesia. Kebijakan itu dianggap akan menyehatkan persaingan usaha antara operator taksi konvensional dan taksi berbasis aplikasi online.

NERACA

Perbaikan regulasi tersebut harus secepatnya digarap oleh Kementerian Perhubungan dan diinstruksikan ke pemerintah derah, dalam hal ini Pemerintah DKI Jakarta.

Menurut Ketua KPPU Syarkawi Rauf, pengenaan tarif bawah pada taksi konvensional menyebabkan segmen taksi tersebut mati. Pemberlakuan tarif bawah membebani taksi konvensional karena mereka tidak akan pernah bisa berinovasi.

“Selama tarif bawah tidak dihilangkan, maka taksi konvensional tidak akan mampu bersaing dengan taksi aplikasi,” uarnya di Jakarta, pekan lalu.

Syarkawi menilai tarif bawah taksi konvensional di Indonesia masih cenderung tinggi bagi operator yang menerapkan tarif bawah seperti Express, Taxiku, Gamya, Putra dan Primajasa.

Keputusan DPD Organda DKI yang tertuang dalam suran Nomor 512.DPD/ORG-DKI/1/2015 menyebutkan tarif batas bawah dirumuskan dengan tarif buka pintu Rp7.500, tarif per kilometer sebesar Rp4.000 dan tarif waktu tunggu Rp45.000 per jam.

Syarkawi menilai tingginya tarif bawah yang ditetapkan oleh pemerintah menjadi celah masuknya taksi aplikasi seperti Uber dan Grab Car. Mereka masuk ke pangsa pasar taksi konvensional dengan tarif yang murah tanpa ketentuan tarif bawah.

“Tarif bawah ini gak sehat bagi persaingan usaha. Kalau begini taksi konvensional mana bisa bersaing di tengah pesatnya kemajuan teknologi,” tutur dia.

Seperti diketahui, taksi berbasis aplikasi online dikategorikan sebagai transportasi rental. Mereka tidak memiliki regulas tarif bawah dan tarif atas seperti yang berlaku pada taksi konvensional. Taksi aplikasi dapat menerapkan harga murah yang akhirnya mampu menjaring ceruk pasar yang dulunya dimiliki oleh taksi konvensional.

“Ini namanya creative destruction. Taksi online merusak pasar taksi konvensional melalui kreasi yang inovatif berbasis teknologi. Kemajuan teknologi udah gak bisa dibendung lagi. Jadi kuncinya ada di regulasi,” uarnya.

Pihaknya mempertanyakan dasar pemikiran Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang terus menerus memberlakukan tarif bawah. Baginya, penetapan tarif bawah tidak ada manfaatnya. Hal ini dinilai berbeda dengan penetapan tarif atas yang memang harus dilakukan agar pengemudi tidak seenaknya mematok tarif ketika permintaan tinggi.

“Sebenarnya tarif bawah itu untuk melindungi siapa sih,” ujarnya.

KPPU, menurut dia, telah memberikan rekomendasi untuk menghapus tarif bawah pada Kemenhub sejak dua tahun yang lalu. Masukan ini juga telah disampaikan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Usulan dari KPPU disambut baik oleh sejumlah operator taksi konvensional.

Bahkan, beberapa di antaranya telah berkirim surat ke Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama agar menjalankan rekomendasi KPPU. Namun hasilnya nihil.

Selain itu, dari sisi pelayanan dan kenyaman, taksi konvensional juga ketinggalan jauh dari taksi aplikasi dalam jaringan. Pasalnya taksi konvensional berbadan hukum baru bisa dilakukan peremajaan setelah lima tahun berperasi.

Padahal, taksi online bisa dilakukan peremajaan kapan saja mengingat pengemudinya mayoritas adalah pemilik dari armada mobil tersebut.

Aturan peremajaan taksi konvensional yang diatur oleh Kementerian Keuangan ini seharusnya bisa dipangkas dari lima tahun menjadi dua atau tiga tahun. Dengan begitu, taksi konvensional dapat bersaing sehat dalam sisi kenyamanan bagi penumpang.

KPPU mengingatkan pemerintah, agar mencontoh Singapura terkait aturan penerapan transportasi online di negara tersebut. Dengan demikian, diharapakan tidak ada lagi persaingan usaha yang tidak sehat antara taksi konvensional dengan taksi berbasis online.
"Prinsip dari KPPU tidak boleh ada yang menghambat persaingan. Apalagi tidak mungkin menghambat ekonomi digital, justru yang akan dilakukan seperti di Singapura, yang melegalkan itu dengan cara membawa aturan transportasi," ujarnya.

Syarkawi mengatakan, pada dasarnya perkembangan teknologi digital memang sedang menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia, seperti penggunaan aplikasi berbasis online.

Namun, karena tidak adanya regulasi yang mengatur hal ini, membuat persaingan usaha antara taksi konvensional dan taksi online tidak sehat, lantaran berbedanya harga tarif yang sangat signifikan.

"Pak menteri menyampaikan selalu ada pilihan, tidak boleh regulasi itu membatasi suatu industri, nah sehingga berdasarkan paltform itu regulasi itu akan dibuat," ujarnya.

Regulasi Lemah

Secara terpisah, Wakil Ketua DPD-RI Farouk Muhammad mengatakan, konflik antara transportasi publik konvensional dengan berbasis online akhir-akhir ini disebabkan lemahnya regulasi dan minimnya komunikasi berbagai pihak terkait.

"Disadari selama ini bahwa regulasi yang mengatur transportasi berbasis aplikasi belum memadai dan sesuai, sehingga pengaturan atas praktek operasinya tidak dapat diawasi serta dikendalikan sepenuhnya. Untuk mengaturnya, perlu perubahan regulasi dan adaptasi sistem yang lebih baik, " ujar senator dua periode dari Nusa Tenggara Barat (NTB) ini melalui siaran persnya, Jumat, 25 Maret 2016.

Menurut Farouk yang juga Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu, secara faktual UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) belum mengatur transportasi berbasis aplikasi. Kondisi tersebut pada akhirnya menghasilkan solusi yang pragmatis, karena setiap sektor menyelesaikan persoalan berdasarkan pijakan masing-masing.

"Penyelesaian persoalan kisruh transportasi ditanggapi dengan cara yang berbeda dari setiap pihak dan instansi, karena mereka memandang mekanisme serta regulasi yang tidak sama. Selain perlu duduk bersama untuk mengintensifkan komunikasi, perlu juga adanya inisiasi dalam sinkronisasi regulasi teknis" ujarnya.

Farouk mengatakan, perkembangan yang cepat dalam dunia Information Communication and Technology (ICT) itu mendorong perubahan pola serta prilaku transportasi publik saat ini yang cenderung lebih efisien. Biaya dan tarif yang tinggi bisa dipangkas dengan meminimalisir rantai operasional, dengan adanya pengalihan pada informasi berbasia aplikasi. Pengguna saat ini tak memerlukan waktu dan biaya yang besar untuk menggunakan transportasi, karena pilihan yang tidak lagi terbatas.

"Sayangnya perubahan tersebut tidak diimbangi dengan adanya integrasi dan adaptasi cepat dari layanan transportasi publik atau konvensional, baik taksi maupun bus angkutan kota. Padahal, sesungguhnya jika dibangun komunikasi dan kesepahaman, akan memberikan manfaat yang besar kepada publik maupun pelaku jasa transportasi" pungkasnya.

Ketua Komisi V DPR-RI Fary Djemi Francis mengatakan, pemerintah harusnya menciptakan industri jasa transportasi umum yang memprioritaskan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan penumpang. Dan tentunya juga memenuhi standar pelayanan.

Menurut dia,  jasa transportasi yang ada saat ini juga harus dapat bersaing dengan sehat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ia juga meminta seluruh penyedia jasa transportasi, termasuk transportasi online, untuk mematuhi peraturan tentang transportasi umum.

Bahkan, Fary menghendaki UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan direvisi. "Berkaitan dengan sejumlah pihak yang menghendaki payung hukum regulasi untuk menyelesaikan permasalahan angkutan umum berbasis teknologi aplikasi, Komisi V siap nyambut usulan  dari pemerintah jika hendak melakukan revisi UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan," ujarnya.

Namun Menteri Perhubungan Ignasius Jonan  kembali menegaskan bahwa tidak ada yang perlu direvisi dari UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ) untuk merespon perkembangan angkutan berbasis aplikasi.

Menurut Jonan, ketentuan yang ada dalam UU LLAJ sudah selayaknya dipenuhi oleh seluruh penyelenggara angkutan umum. Soal berbasis aplikasi ataupun konvensional, Dia tidak mempermasalahkan, lantaran hanyalah merupakan proses bisnis. mohar/bari/fba

BERITA TERKAIT

ESDM: Peningkatan 'Joint Study' Hulu Migas Indikator Minat Investasi

NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…

PENERIMAAN PAJAK TRIWULAN I-2025 TURUN 18,1% - Menkeu Optimis Pertumbuhan di Kisaran 5%

  Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…

Maret 2025, Nilai Ekspor Capai US$23,25 Miliar

  Maret 2025, Nilai Ekspor Capai  USD23,25 Miliar Jakarta – Maret 2025, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD 23,25 miliar.…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

ESDM: Peningkatan 'Joint Study' Hulu Migas Indikator Minat Investasi

NERACA Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti adanya peningkatan signifikan di tahap joint study atau studi…

PENERIMAAN PAJAK TRIWULAN I-2025 TURUN 18,1% - Menkeu Optimis Pertumbuhan di Kisaran 5%

  Jakarta-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini tumbuh di kisaran 5%, meski Dana Moneter…

Maret 2025, Nilai Ekspor Capai US$23,25 Miliar

  Maret 2025, Nilai Ekspor Capai  USD23,25 Miliar Jakarta – Maret 2025, total nilai ekspor Indonesia mencapai USD 23,25 miliar.…