NERACA
Jakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka 4,9%. Sementara tu, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook 2025 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7%.
Menyikapi hal itu, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat, menyebut bahwa publik seolah terkejut. Tapi bagi Saya ini bukanlah kabar yang mengejutkan. Kami telah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini berisiko jatuh ke angka 4,2% bila tim ekonomi tidak cukup adaptif terhadap perubahan geopolitik global. "Penurunan proyeksi IMF hanya menegaskan kekhawatiran yang telah lebih dahulu kami suarakan: bahwa ramuan kebijakan ekonomi Indonesia saat ini tidak cukup meyakinkan untuk membawa ekonomi nasional tumbuh di atas 5%," ujar Achmad seperti pada keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (23/4).
"Proyeksi yang lebih jujur dan kritis menurut kami, menempatkan pertumbuhan Indonesia hanya di kisaran 4,2% hingga 4,5%, bahkan berpotensi lebih rendah apabila respon kebijakan tetap pasif," imbuhnya.
Dimana, menurut Achmad, IMF mengidentifikasi tekanan eksternal sebagai penyebab utama pelemahan ekonomi Indonesia. Ketegangan perdagangan global, kebijakan tarif baru Amerika Serikat, serta perlambatan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama menjadi pemicu turunnya proyeksi. Namun, yang lebih penting dan kerap luput dari sorotan adalah penilaian IMF terhadap persoalan domestik Indonesia produktivitas yang stagnan, sektor manufaktur yang tidak kompetitif, serta transisi demografis menuju penurunan proporsi penduduk usia produktif. "IMF menyiratkan bahwa Indonesia tidak hanya menghadapi tantangan dari luar, tetapi juga membawa beban internal yang berat akibat kebijakan ekonomi masa lalu," ujarnya.
Menurut Achmad pada dalam negeri, masalhnya investasi besar-besaran dalam infrastruktur yang tidak dibarengi dengan reformasi kelembagaan dan peningkatan produktivitas dan ini hanya menciptaakan pertumbuhan jangka pendek. Lalu utang yang menumpuk dan tidak produktif dari proyek-proyek infrastruktur tidak optimal, makanya beban fiskal meningkat tanpa memperkuat basis ekonomi.
Lalu, ketergantungan terhadap harga komoditas, lemahnya permintaan domestik, dan lambatnya diversifikasi industri menjadi ekonomi juga melambat. Ditambah lagi, kebijakan ekonomi saat ini lebih berpihak pada kepentingan elite dan investor besar daripada memperkuat kelas menengah.
Oleh karenaa itu pemerintah harus mengubah pendekatan dan mempercepat adaptasi kebijakan dengan kombinasi insentif industri, diversifikasi ekspor, dan proteksi kelompok rentan yang tepat sasaran, maka risiko krisis ekonomi yang lebih luas tidak bisa dihindari. "Tahun 2025 bisa menjadi momen pembelajaran pahit tentang bagaimana kegagalan beradaptasi bisa menggerus pertumbuhan dan memperdalam ketimpangan. Jika ingin ada perubahan harus ada terobosan kebijakan terutama di bidang ekonomi," tegasnya.
Sementara itu, pada kesempaan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menegaskan pemerintah terus memastikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap menjadi instrumen utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas nasional. bahwa APBN 2025 akan difokuskan pada efisiensi belanja serta peningkatan daya dorong terhadap sektor riil, demi mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Wamenkeu Suahasil menekankan pentingnya fleksibilitas APBN di tengah ketidakpastian global. “Tugas paling pertama adalah me-manage global uncertainty. Ini harus kita buat supaya instrumen-instrumen di dalam negeri kita, kegiatan aktivitas ekonomi kita di dalam negeri bisa cukup agile, bisa cukup responsif terhadap uncertainty di tingkat global,” ujarnya.
Salah satu fokus utama dalam APBN 2025 adalah efisiensi belanja negara. Pemerintah melakukan review mendalam terhadap pos anggaran untuk memastikan pengalokasian yang lebih tepat sasaran. agus
Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…
Jakarta-Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…
NERACA Jakarta – Konsorsium Korea Selatan yang dipimpin oleh LG Energy Solution (LGES) menyatakan mundur dari megaproyek baterai kendaraan…
Jakarta-Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arief menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada kebijakan khusus yang mengatur…
NERACAJakarta - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dalam APBN 2025, dengan World Bank memperkirakan 5,1% dan OECD di angka…
Jakarta-Kementerian Perdagangan menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menjalin hubungan dagang dengan semua negara seperti biasa. Sikap ini disampaikan sebagai…