NERACA
Jakarta – Sepanjang Januari sampai Juni 2011, impor susu bubuk Indonesia mencapai 101.657 ton dengan nilai US$ 381,472 juta, atau setara dengan Rp 3,2 triliun.
Rata-rata setiap tahun Indonesia mengimpor bahan baku dan produk jadi susu sebesar US$ 600 juta atau kurang lebih Rp 5,1 triliun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor terbanyak berasal dari Selandia Baru dengan nilai sebesar US$ 126,65 juta, disusul Australia senilai US$ 85,297 juta, Amerika Serikat yang nilai mencapai US$ 77,610 juta, Filipina sebanyak US$ 19,247 juta, Singapura senilai US$ 15,528 juta dan negara lainnya US$ 57,137 juta.
BPS juga mencatat, pergerakan impor susu dari bulan ke bulan menunjukan kenaikan, misalnya pada April 2011 impor susu hanya sebesar US$ 58,368 juta, Mei naik jadi US$ 70,865 juta, Juni naik US$ 77,432 juta.
Lonjakan susu impor yang masuk ke Indonesia seiring dengan pertumbuhan industri susu yang mencapai level 6 sampai 7% per tahun.
Menurut Ketua Dewan Persusuan Nasional Teguh Budiana, kenaikan impor itu merupakan konsekuensi dari lonjakan permintaan susu di dalam negeri. “Memang kalau industri persusuan naik terus 6-7%, karena konsumsi susu akan terus naik,” ujar Teguh.
Dari kenaikan tren impor susu tersebut, imbuh Teguh, sudah seharusnya pemerintah menggenjot produksi susu sapi segar dalam negeri.
Teguh mencatat, kebutuhan industri pengolahan susu selama ini 75% masih dipenuhi dari impor sementara sisanya dari susu segar lokal 25%. Bahan baku susu olahan Indonesia masih tergantung pada impor bahan baku susu dari Selandia Baru dan Australia.
“Seharusnya ada upaya pemerintah agar bisa menurunkan secara drastis impor susu, dan mendorong sapi perah lokal,” jelasnya.
Menurut Teguh, ketergantungan bahan baku susu impor disebabkan kurangnya pasokan susu segar dalam negeri dan kurangnya perhatian pemerintah akan besarnya kemampuan peternak Indonesia. Pengeluaran pemerintah untuk impor bahan baku susu mencapai Rp 6 triliun. "Bayangkan pengeluaran pemerintah untuk impor sampai 6 triliun," tegasnya.
Teguh menambahkan, Selandia Baru dan Australia masih menguasai impor susu Indonesia. Sebanyak 70% impor bahan baku susu didatangkan dari kedua negara ini, sedangkan sisanya dari Amerika dan Eropa. "Selandia Baru dan Australia yang paling banyak, ya seperti halnya daginglah, Australia juga terbanyak," ujarnya.
Padahal, lanjut Teguh, harga susu lokal kualitas terbaik di perternak lebih murah dibandingkan dengan harga susu impor dari luar negeri. Susu lokal dihargai sekitar Rp 3.700 per liter, sedangkan harga susu impor Rp 4.500 per liter. "Dengan harga yang lebih murah saja kita masih hidup, berarti kita bisa bersaing," tuturnya.
Dia mengungkap, lonjakan permintaan susu dalam negeri telah diantisipasi dengan ekspansi beberapa pabrik pengolahan susu. Misalnya produsen susu merek Indomilk yaitu PT Indolakto memastikan akan mengoperasikan pabrik barunya 2012, dengan mampu menyerap 500-700 ton susu segar per hari.
Ketika ditanyai tentang harga susu yang melonjak, Teguh membantah karena harga bahan baku susu peternak yang dijual ke Industri pengolahan Susu masih belum berubah yaitu sekitar Rp 3.500-Rp 3.700 per liter, tergantung kualitasnya.
Sepinya pergerakan harga susu sebenarnya merugikan peternak. Pasalnya, saat ini harga pakan ternak telah naik hingga 20% sehingga biaya produksi ikut terkerek.
Peternak lokal mendorong industri dapat membeli susu hasil perahan petani dengan harga lebih tinggi, dari saat ini sekitar Rp 3.600-3.700 per liter. Usulan kenaikan ini didasarkan atas meningkatkanya harga pakan ternak sekitar 10-20%.
Menurut Ketua II Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Aun Gunawan, selain harga pakan yang telah merangkak naik, peningkatan inflasi juga memberatkan operasinal peternak di daerah.
“Mutlak naik karena tingkat inflasi menyebabkan biaya ekstra. Pakan ternak juga telah naik 10-20%," jelas Aun.
Usulan kenaikan sudah disampaikan pihak koperasi kepada industri, yang biasa membeli susu dari 6.000 petani binaan KPBS. Pihaknya juga masih menunggu tanggapan serius dari industri, Susu Ultra dan Bendera yang jadi konsumen setia KPBS.
“Memang belum ada peningkatan harga, masih di sekitar Rp 3.600- Rp 3.700 per liter. Untuk yang kita beli dari petani rata-rata Rp 3.300. Ada juga kita beli dengan harga Rp 3.600,” terangnya.
KPBS berharap industri dapat membeli susu dari mereka lebih tinggi Rp 500-Rp 700 per liter. Selain alasan harga pakan, ia juga menyampaikan harga susu impor juga sudah meningkat menjadi Rp 4.300 per liter.
"Jadi ajukannya segitu, saya nggak tau nanti mereka gimana. Informasi yang kami terima, susu luar naik menjadi Rp 4.300, jadi kalau naik (susu lokal) kan wajar," tegas Aun.
Produksi Minyak 2024 Capai 54,2 MBOPD Jakarta - Sepanjang 2024, Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina mencatat kinerja operasional migas positif.…
Water Management, Salah Satu Kunci Tingkatkan Produktivitas Padi Ogan Ilir – Dalam kunjungan kerja Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto ke…
Pemanfaatan DAK Dongkrak Kapasitas Produksi Sentra IKM Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus mengembangkan sentra industri kecil dan…
Produksi Minyak 2024 Capai 54,2 MBOPD Jakarta - Sepanjang 2024, Regional Jawa Subholding Upstream Pertamina mencatat kinerja operasional migas positif.…
Water Management, Salah Satu Kunci Tingkatkan Produktivitas Padi Ogan Ilir – Dalam kunjungan kerja Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto ke…
Pemanfaatan DAK Dongkrak Kapasitas Produksi Sentra IKM Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bertekad untuk terus mengembangkan sentra industri kecil dan…