Konsep Sekolah Kemiskinan ala Prabowo, Apakah Sudah Tepat?

 

 

Program ‘Sekolah Kemiskinan’ yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto belakangan ini ramai menjadi perbincangan. Terdapat anggapan bahwa gagasan ini menjadi salah satu upaya inovatif untuk mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Namun, di balik antusiasme tersebut, muncul pertanyaan mendasar, apakah program ini merupakan solusi jangka panjang atau sekadar langkah instan untuk mengatasi kemiskinan?

Guru Besar Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Tuti Budirahayu Dra MSi memberikan tanggapannya. Dilansir dari laman unair.ac.id, Prof Tuti memulai analisisnya dengan mempertanyakan dasar teori dari program ‘Sekolah Kemiskinan’.

“Sekolah pada dasarnya adalah lembaga pendidikan formal yang bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sosial. Apakah sekolah ini akan menggantikan sekolah-sekolah yang sudah ada, atau justru menjadi pesaing bagi sekolah-sekolah tersebut?” ungkap Prof Tuti.

Problematika Kondisi Sekolah

Kemudian, Prof Tuti juga menegaskan bahwa pendirian ‘Sekolah Kemiskinan’ tidak berdasar pada pemikiran yang matang terkait dengan problematika kondisi persekolahan di Indonesia. Menurutnya, program ini lebih terkesan sebagai proyek pemerintah yang membutuhkan biaya besar, namun berpotensi tidak berjalan dengan baik. “Seperti proyek-proyek pemerintah sebelumnya, banyak bangunan sekolah yang cepat ambruk dan mangkrak. Ini menjadi pertanyaan serius,” tambah Prof Tuti.

Pembangunan sekolah baru belum bisa menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi kemiskinan. Prof Tuti menegaskan bahwa sekolah-sekolah yang sudah ada seharusnya menjadi fokus utama. Alih-alih membangun sekolah baru, pemerintah dapat merevitalisasi sekolah yang sudah ada, meningkatkan kualitas guru, dan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan zaman.

“Sekolah-sekolah yang ada bisa diperbaiki dan disesuaikan untuk memenuhi standar pendidikan yang lebih baik. Sehingga, mampu membekali siswa dengan keahlian spesifik yang dibutuhkan,” jelas Guru Besar Bidang Sosiologi Pendidikan itu. Dengan demikian, sebut Prof Tuti, keberhasilan program ini bergantung pada perencanaan matang dan komitmen jangka panjang, bukan sekadar pembangunan fisik sekolah baru.

BERITA TERKAIT

47% Anak Indonesia Belum Memiliki Dokumen Kependudukan

    Akta Kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), merupakan…

Aktivitas Ibadah Selama Puasa Berperan dalam Tingkatkan Kualitas Kesehatan Mental

  Puasa dalam Islam tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan ibadah yang melatih pengendalian…

Berminat Bikin Taman Bacaan masyarakat, Simak Langkah-Langkahnya

    Taman Bacaan Masyarakat (TBM) merupakan salah satu ruang kreativitas atau kantong literasi yang tumbuh di tengah masyarakat. Program-program…

BERITA LAINNYA DI

47% Anak Indonesia Belum Memiliki Dokumen Kependudukan

    Akta Kelahiran, Kartu Identitas Anak (KIA) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta Nomor Induk Siswa Nasional (NISN), merupakan…

Aktivitas Ibadah Selama Puasa Berperan dalam Tingkatkan Kualitas Kesehatan Mental

  Puasa dalam Islam tidak hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga merupakan ibadah yang melatih pengendalian…

Konsep Sekolah Kemiskinan ala Prabowo, Apakah Sudah Tepat?

    Program ‘Sekolah Kemiskinan’ yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto belakangan ini ramai menjadi perbincangan. Terdapat anggapan bahwa gagasan…