NERACA
Jakarta - Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai kepastian hukum yang jelas dan tata kelola pemerintahan yang berbasis kompetensi diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan pasar terhadap ekonomi Indonesia.
Menurutnya, kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) saat ini bukan sekadar reaksi terhadap belanja negara yang agresif, tetapi juga akibat melemahnya budaya teknokrasi dan ketidakpastian hukum.
"Pasar membutuhkan bukti nyata bahwa pemerintah serius dalam membangun tata kelola yang bersih dan profesional," kata Hardjuno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (18/3).
Oleh karenanya, dia berpendapat pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset bisa menjadi salah satu langkah paling cepat untuk mengembalikan kepercayaan, bukan hanya bagi investor, tapi juga bagi masyarakat luas.
Ia menilai UU tersebut bukan sekadar instrumen hukum, tetapi sinyal bagi pasar bahwa Pemerintah serius melawan korupsi dan membangun kembali budaya teknokrasi.
Menurut Hardjuno, hal tersebut penting terutama setelah adanya kasus dugaan korupsi besar di PT Pertamina yang memperburuk sentimen pasar terhadap tata kelola negara, yang dianggap semakin rentan terhadap kepentingan kelompok tertentu.
Apabila aset koruptor bisa langsung disita dan dikembalikan ke negara, sambung dia, maka negara memiliki lebih banyak ruang fiskal tanpa harus terus-menerus mencari utang atau mengorbankan sektor strategis lainnya.
Sejauh ini, Hardjuno mengatakan penegakan hukum terhadap korupsi masih menghadapi banyak kendala, termasuk proses hukum yang panjang dan sulitnya penyitaan aset.
Tanpa perangkat hukum yang efektif, dirinya menuturkan akan banyak aset hasil korupsi yang tetap dinikmati oleh para pelaku meskipun mereka telah dijatuhi hukuman.
"Akibatnya, masyarakat melihat perang melawan korupsi lebih sebagai alat politik ketimbang upaya fundamental dalam memperbaiki sistem," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa mengembalikan kredibilitas teknokrasi dalam pemerintahan bukan sekadar soal penggantian pejabat, tetapi juga memastikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat memiliki akuntabilitas yang kuat.
Jika pejabat strategis dipilih bukan karena kompetensi, maka dia menyebutkan setiap kebijakan yang diambil cenderung bermasalah dalam implementasi.
"Kalau sistem seperti ini terus berjalan, IHSG akan terus bergejolak karena pasar melihat negara ini semakin sulit diprediksi. Lebih jauh dampaknya bahkan bisa pada investasi jangka panjang dan stabilitas nilai tukar rupiah," ujar Hardjuno menambahkan.
Maka dari itu, dirinya menekankan bahwa saat ini yang dibutuhkan bukan sekadar menenangkan pasar dengan wacana atau janji politik, namun harus ada langkah konkret yang menunjukkan bahwa negara ini bisa dikelola dengan baik. Ant
NERACA Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan bahwa menulis dan membaca adalah cara mempertajam pikiran,…
NERACA Jakarta - Wakil Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Veronika Novoseltseva menghadiri Indonesia Painting Exhibition (IPE) 2025 yang diselenggarakan…
NERACA Jakarta - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menyebutkan, pengembangan teknologi perlu berdasarkan rasa kemanusiaan, seperti dalam konsep sains,…
NERACA Jakarta - Pengamat hukum dan pembangunan Hardjuno Wiwoho menilai kepastian hukum yang jelas dan tata kelola pemerintahan yang berbasis…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua MPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menegaskan bahwa menulis dan membaca adalah cara mempertajam pikiran,…
NERACA Jakarta - Wakil Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia Veronika Novoseltseva menghadiri Indonesia Painting Exhibition (IPE) 2025 yang diselenggarakan…