Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, perputaran ekonomi Indonesia sebelum Ramadhan 2025 memang agak lesu. Terlihat dari deflasi dua bulan beruntun yang terjadi pada Januari dan Februari 2025. Sementara itu, fenomena gelombang PHK lebih punya imbas besar terhadap pertumbuhan ekonomi ketimbang peristiwa ekonomi lain yang kini terjadi, yang berpotensi menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga.
NERACA
"Dengan situasi deflasi dua bulan berturut-turut, daya beli rendah, karena kan konsumsi rumah tangga penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar," ujar Tauhid, Selasa (11/3).
Selain itu, dia menganggap musim Ramadhan dan Lebaran 2025 unik dari kacamata ekonomi. Meskipun terjadi pada satu bulan yang sama, namun kontribusinya terhadap perekonomian akan terpecah di kuartal I dan II-2025.
Mengingat Maret 2025 jadi bulan terakhir pada triwulan pertama tahun ini. Sementara perputaran ekonomi pasca Lebaran 2025 akan terjadi di periode awal kuartal II atau April 2025.
"Jadi momentum puasa itu didapat di kuartal pertama, tapi momentum Lebaran itu didapat di kuartal kedua. Artinya peningkatan pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya, karena tidak full di kuartal pertama, tapi terbagi," ujarnya.
Menurut dia, kuartal II-2025 lebih beruntung lantaran imbas ekonomi di momen Lebaran akan sangat terasa. Lantaran masyarakat usai lebaran biasanya lebih jor-joran untuk membeli barang hingga mengeluarkan ongkos mudik ke kampung halaman.
"Kalau kita lihat spending utama di momentum Hari Raya dan Ramadhan ini berbeda. Mungkin kalau di momentum puasa rata-rata kan barang konsumsi. Pembelian makanan/minuman itu kan naik, plus juga pakaian. Tetapi, di Lebaran itu biasanya ada traveling, konsumsi ikut naik dan lain sebagainya," ujarnya.
"Jadi saya kira karena pola belanja masyarakat berbeda, itu akan terjadi peningkatan, tapi tidak sebesar kuartal sebelumnya pada saat Lebaran," kata Tauhid seperti dikutip Liputan6.com.
Untuk itu, Tauhid memprediksi momen Ramadhan dan Lebaran kali ini belum cukup kuat mendorong pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 di atas 5 persen. Sebaliknya, efek Lebaran justru akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kuartal II-2025.
"Kuartal I-2025 saya kira konsumsi rumah tangga, terus agregat pertumbuhan ekonomi mungkin masih di bawah 5 persen ya, tapi akan meningkat di atas 5 persen di kuartal kedua," ujarnya.
"Karena tadi, momentum Lebarannya terjadi di kuartal kedua. Otomatis konsumsi rumah tangga dan lain sebagainya biasanya lebih tinggi," ujarnya lagi.
Secara keseluruhan, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di musim Ramadhan dan Lebaran 2025 belum akan sekuat tahun sebelumnya, yang sulit tertandingi gara-gara bertepatan dengan momen pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Kurang sedikit, karena tahun sebelumnya itu ada momentum Pemilu dan lain sebagainya. Uang pemerintah banyak beredar di masyarakat," ujar Tauhid.
Sebagai catatan, momen Ramadhan tahun lalu terjadi tak lama selang Pilpres 2024 yang digelar pada Februari 2024. Peristiwa ini turut berperan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 yang mampu tumbuh 5,11 persen.
Pertumbuhan ekonomi Januari Maret triwulan I-2024 ini naik jika dibandingkan dengan kuartal I-2023 lalu yang sebesar 5,03 persen. Adapun pertumbuhan ekonomi kuartal I-2024 ini merupakan yang tertinggi sejak 2019 lalu untuk kategori pertumbuhan ekonomi kuartal pertama.
Imbas PHK
Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencuat jelang dalam waktu dekat. Beberapa perusahaan besar seperti Yamaha Music hingga Sritex Group menutup tempat produksinya, membuat para pekerjanya terpaksa menganggur.
Peristiwa ini dinilai sedikit mengganggu momen Ramadhan dan Lebaran 2025. Dua momen suci umat Islam yang kerap mendulang perputaran ekonomi besar. Namun Tauhid tak mengelak jika badai PHK bakal turut berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di musim Ramadan dan Lebaran tahun ini.
Menurut dia, gelombang PHK lebih punya imbas besar terhadap pertumbuhan ekonomi ketimbang peristiwa ekonomi lain yang kini terjadi. Lantaran itu berpotensi menurunkan tingkat konsumsi rumah tangga.
"Kalaupun ada case-case, sebagian besar mungkin berdampak ke masyarakat, terutama yang PHK. Kalau case lain mungkin enggak direct (dampaknya), tapi kalau PHK direct ke sana. Karena kan konsumsi rumah tangga penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar," ujarnya.
Pandangan sedikit berbeda diutarakan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda. Meskipun tidak menampik adanya gelombang PHK, dia menilai dampaknya tidak akan langsung mengganggu daya beli rakyat.
"Meskipun memang ada PHK, tapi saya rasa efeknya belum terasa karena ada efek JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan). Baru setelah 4-6 bulan, efek PHK baru terasa kepada permintaan agregat," kata Nailul.
Nailul menilai, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 akan banyak dipengaruhi oleh Ramadan dan Lebaran. Sebab secara siklus, perputaran ekonomi di bulan suci lebih tinggi dibandingkan periode normal.
"Terlebih di ramadhan dan lebaran ada kenaikan pendapatan berupa THR. Pendapatan disposable (sekali pakai) masyarakat akan relatif meningkat," ujarnya.
Di sisi lain, aksi PHK besar-besaran yang menuai sorotan dilakukan oleh Sritex Group. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, Sritex Group telah melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap total 11.025 pekerja secara bertahap sejak Agustus 2024.
Para pegawai PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) korban PHK pun harus banyak menahan diri di momen Ramadan dan Lebaran ini, lantaran pesangon dan tunjangan hari raya (THR) belum dibayar.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, pihak kurator memang sudah membayar upah para pegawai Sritex sampai dengan Februari 2025. Namun untuk pembayaran pesangon dan THR, nasib harus menunggu penjualan aset milik perusahaan yang sudah pailit (aset boedel).
"Yang belum memang adalah terkait dengan pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak, yang akan dibayarkan dari hasil penjualan aset boedel," kata Menaker Yassierli dalam rapat kerja (raker) dan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI. "Dan THR juga sama, akan dibayar dari hasil penjualan aset boedel," dia menambahkan.
Sementara itu, Dirut BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo menghitung, estimasi total nilai manfaat yang harus dibayarkan kepada eks pegawai Sritex mencapai Rp 154,61 miliar. Terbagi sekitar Rp 143,26 miliar untuk JHT, dan Rp 11,34 miliar untuk JKP.
"Per tanggal 10 (Maret), manfaat yang sudah dibayarkan Rp 90,8 miliar. Artinya 58,7 persen sudah terrealisir tanggal 10 (Maret 2025) per jam 11.00 WIB," kata Anggoro dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI.
Dengan rincian, sekitar Rp 89,27 miliar atau 62,3 persen klaim JHT telah terbayarkan. Sementara realisasi pembayaran JKP masih rendah, yakni hanya 13,7 persen atau senilai Rp 1,55 miliar.
Untuk JHT, Anggoro target agar pembayarannya kepada para korban PHK Sritex bisa selesai sebelum Lebaran 2025. Proses pencairannya bisa cepat lantaran langsung diproses di tempat, sehingga bisa dibayarkan keesokan harinya atau paling lambat lusa. "Kita targetkan tanggal 14 Maret 2025 seluruh proses dokumen selesai, tanggal 18 semua pembayaran JHT selesai," ujarnya.
Sementara untuk klaim JKP, Anggoro mengajak eks pegawai Sritex segera mendaftar di aplikasi SIAPkerja. Lantaran pembayarannya harus melalui verifikasi via aplikasi tersebut. bari/mohar/fba
NERACA Jakarta - Belum reda Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap Skandal Pertamax oplosan. Kini terbitlah kasus serupa yaitu minyak goreng oplosan…
Jakarta-Hasil riset Center of Economic dan law Studies (CELIOS) menunjukan penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai…
NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengusulkan kenaikan tarif royalti untuk komoditas tambang mineral dan…
NERACA Jakarta - Belum reda Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap Skandal Pertamax oplosan. Kini terbitlah kasus serupa yaitu minyak goreng oplosan…
Jakarta-Ekonom yang juga Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, perputaran ekonomi Indonesia…
Jakarta-Hasil riset Center of Economic dan law Studies (CELIOS) menunjukan penundaan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai…