Komitmen pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan sebagai visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas tahun 2045 tidak akan berjalan tanpa adanya harmonisasi dari hulu sampai hilir. Apalagi cita-cita kembali membangun keemasan swasembada pangan di era presiden Soeharto, tidak semudah dengan kondisi saat ini yang dihadapkan berbagai tantangan, mulai dari kondisi cuaca, keterbatasan lahan yang menyusut hingga krisis regenerasi petani.
Sudah menjadi rahasia umum, anak petani pada umumnya banyak tidak meneruskan profesi sang ayah menjadi petani karena tidak prospektif masa depan dan lebih memilih buruh pabrik akibat tidakberpihakan pemerintah terhadap petani atau buruh tani. Alhasil, lahan pertanian yang tidak digarap harus dijual untuk beralih fungsi, seperti proyek properti. Padahal kondisi ini terbalik dengan pertumbuhan populasi masyarakat Indonesia yang terus bertumbuh atau memiliki bonus demografi yang tentunya kebutuhan pangan akan terus meningkat.
Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan akan mencapai 324 juta pada 2045, sehingga kebutuhan beras nasional diperkirakan melonjak, dari 31 juta ton per tahun saat ini menjadi sekitar 37-38 juta ton. Pengamat Kebijakan Publik, Anzori Tawakal mengatakan, persoalan lahan dan teknologi inovasi menjadi tantangan yang harus segera diselesaikan oleh Kabinet Merah Putih dalam mewujudkan kedaulatan pangan."Ketersediaan lahan dan teknologi yang memadai itu memastikan bagaimana swasembada pangan yang dicita-citakan oleh Presiden Prabowo Subianto bisa terwujud dalam tempo yang sesingkat-singkatnya menjadi penting. Presiden Prabowo pun telah menekankan tantangan menjadi peluang,"ujarnya.
Saat ini, menurutnya, mempertahankan jumlah lahan terutama sawah menjadi sulit karena masyarakat melihat lahan mereka akan lebih bernilai ketika beralih fungsi."Misalnya menjadi properti, atau perkebunan, mencegah alih fungsi dan juga meningkatkan daya tarik masyarakat mencetak lahan baru mesti dilakukan. Selain itu, sektor teknologi inovasi untuk meningkatkan produktivitas juga penting, teknologi irigasi, pengairan, terkait pengendalian hama, teknologi pasca-panen hingga modifikasi cuaca untuk memastikan lahan pertanian produktif sepanjang tahun,"ucapnya.
Dia mengatakan, kementerian terkait bersama pakar dan litbang kementerian lembaga mesti bergerak cepat untuk memastikan teknologi pertanian segera mendukung ​​​produksi pertanian masyarakat. Hal paling penting lainnya, kata dia yakni terkait insentif bagi petani, pengolahan dan penyerapan panen petani yang harus dipastikan.
Ketika panen melimpah dan penyerapan kurang baik, kondisi itu tentu membuat harga komoditas hasil pertanian petani menjadi anjlok."Presiden Prabowo Subianto telah memikirkan itu, beliau menekankan swasembada pangan dan mengagendakan swasembada energi dan hilirisasi, semuanya berkorelasi. Hilirisasi juga akan memastikan kapasitas penyerapan hasil produksi petani menjadi lebih besar," ucapnya.
Menjawab tantangan regenerasi petani, Kementerian Pertanian menghadirkan program Petani Milenial sebagai salah satu program andalan untuk perkuat ketahanan pangan nasional. Tak tanggung-tanggung dana sebesar Rp30 triliun pun disiapkan untuk memastikan tercapainya tujuan program tersebut.
Pentingnya regerenasi petani ini, menurut presiden, akan menjaga ketahanan pangan di Indonesia. Bahkan, dengan regenerasi petani maka pertanian dinilai bakal kembali berjaya karena dengan pola pikir maju di sektor pertanian oleh anak muda maka hasil-hasil pertanian dinilai akan sangat menjanjikan.
Data BPS mencatat jumlah petani milenial di seluruh Indonesia saat ini mencapai 6,18 juta orang. Fakta inilah yang mendorong pemerintah untuk menjadikan program Petani Milenial sebagai salah satu program andalan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Kata Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, program Petani Milenial bertujuan untuk menarik generasi muda dengan menawarkan potensi penghasilan yang tinggi, melebihi gaji pegawai. Pendapatan ini dihasilkan dari panen yang dikelola para petani, bukan berupa gaji dari pemerintah."Pendapatannya tinggi, lebih besar dibandingkan jika menjadi pegawai," tegas Amran.
Program ini akan membentuk kluster pertanian modern yang setara dengan negara-negara maju, menggunakan teknologi canggih dari proses hulu hingga hilir. Untuk mendukung keberhasilan program, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dalam negeri.
Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi mengakui, pentingnya peran petani muda dalam mewujudkan ketahanan pangan dan menuju Indonesia Emas 2045. "Kalau istilah di perusahaan, petani millenial adalah pemegang saham utama Indonesia emas 2045. Sebagai pemegang saham, pasti harus mengupayakan supaya negara kita bisa mencapai tujuannya," ujarnya.
Maka dalam mendukung regenerasi petani, lanjutnya, perseroan bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti Kementerian Pertanian dan lembaga swadaya masyarakat membangun ekosistem pertanian berkelanjutan. Rahmad meyakini regenerasi petani adalah salah satu kunci keberlanjutan sektor pertanian. Melalui Jambore MAKMUR sebagai wadah untuk para petani millennial bisa berkolaborasi, berinteraksi, dan bersilaturahmi. Pupuk Indonesia sendiri telah sukses memberdayakan lebih dari 130.233 petani, mencakup 328.612 hektar lahan pertanian sejak program tersebug diluncurkan di 2021.
Hasil nyata terlihat dari peningkatan produktivitas padi sebesar 14% dan kenaikan pendapatan petani hingga 38%. Dengan dampak positif ini, Pupuk Indonesia optimistis bahwa program MAKMUR akan terus berkontribusi pada kesejahteraan petani dan ketahanan pangan nasional."Oleh karena itu, kami mendorong program MAKMUR ini sebagai fondasi bagi Indonesia untuk mencapai keadilan sosial. Saya yakin dengan semangat anak-anak muda, petani millennial, bahwa Indonesia akan segera swasembada pangan dan mencapai Indonesia Emas 2045," kata Rahmad.
Digitalisasi Distribusi
Dalam mendukung swasembada pangan, Pupuk Indonesia selain menambah kapasitas produksi pupuk hingga dua juta ton juga mengoptimalkan digitalisasi distribusi dan penebusan pupuk. Rahmad menegaskan bahwa terdapat dua aspek krusial pupuk yang harus diperhatikan untuk mencapai produktivitas pertanian yang lebih baik, yakni availability (ketersediaan) dan affordability (keterjangkauan) pupuk.
Dari sisi ketersediaan, Pupuk Indonesia menekankan bahwa selain kapasitas produksi, penting untuk memastikan pupuk benar-benar sampai ke tangan petani dengan tepat dan transparan. “Lima tahun ke depan, kami akan menambah kapasitas produksi sekitar 2 juta ton, tapi di luar itu kami juga memperbaiki pabrik tua yang ada. (Namun) availability tidak cukup hanya dengan menambah kapasitas produksi, tapi juga yang penting memastikan pupuk sampai ke petani. Kami sudah mengimplementasikan digitalisasi end-to-end dari proses produksi sampai ditebus petani di kios dengan menggunakan sistem yang namanya i-Pubers. Jadi ini sudah sangat transparan. Ini adalah sebuah inovasi Pupuk Indonesia untuk memastikan availability itu,” ujar Rahmad.
Dengan adanya i-Pubers, Pupuk Indonesia dapat memantau setiap langkah dalam distribusi pupuk, memastikan ketepatan dan efisiensi dalam setiap proses. Sistem ini sudah diterapkan di lebih dari 27.000 kios pupuk di Indonesia pada awal tahun 2024.
Sementara itu, dari sisi affordability, Rahmad menggarisbawahi pentingnya keterjangkauan harga pupuk yang bisa memengaruhi volume pemupukan oleh petani, dan pada akhirnya bisa berimbas pada produktivitas pertanian. ”Setiap kenaikan Rp1.000 per kilogram pupuk bisa menurunkan volume pemupukan urea hingga 13 persen dan NPK hingga 14 persen. Dampaknya, penurunan produktivitas tanaman pangan bisa mencapai 0,5 ton per hektar, dengan disusul penurunan pendapatan petani mencapai Rp3,1 juta/hektar,” kata Rahmad.
Sebagai agroinput, Pupuk Indonesia berkomitmen untuk memproduksi pupuk berkualitas dengan lebih efisien dan kompetitif. Namun, bahan baku akan menjadi faktor utama menjaga keterjangkauan dan tingkat konsumsi pupuk petani. Pupuk Indonesia yakin bahwa kebijakan yang diambil pemerintah dengan menetapkan harga gas di US$ 6 per MMBTU untuk industri pupuk itu akan dilanjutkan karena dampak dari kenaikan harga gas akan berefek panjang.
Tidak hanya kenaikan biaya subsidi, tapi juga menurunkan produktivitas pertanian. Karena itulah, Pupuk Indonesia menegaskan pentingnya gotong royong antar ragam stakeholder. Mulai dari kementerian yang memastikan pasokan sumber bahan baku, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, dan sebagainya. “Saya melihat alhamdulillah selama lima tahun ini petani mulai tersenyum karena pemerintah meningkatkan alokasi pupuk subsidi dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton. Dipermudah cara penebusannya. Harapan dan keyakinan saya, dengan gotong royong, di pemerintahan Pak Prabowo nanti petani tidak hanya tersenyum tapi akan bisa tertawa lebar. Karena pupuknya mudah, tersedia di mana-mana,” ujar Rahmad. (bani)
Dorong pertumbuhan literasi keuangan di masyarakat, Kredit Pintar kembali membuka kelas Pintar Bersama di Salatiga, Jawa Tengah. Kegiatan ini juga…
NERACA Jakarta – Wujudkan bisnis berkelanjutan, kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) menggelar konfrensi tahunan ESG 2024 yang digelar pertengahan Januari…
Selama dua dekade sejak berdirinya Reksa Dana Haji Syariah (I-Hajj Syariah Syariah Fund), telah berhasil memberangkatkan hampir 1.000 jemaah (total…
Dorong pertumbuhan literasi keuangan di masyarakat, Kredit Pintar kembali membuka kelas Pintar Bersama di Salatiga, Jawa Tengah. Kegiatan ini juga…
Komitmen pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan sebagai visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas tahun 2045 tidak akan berjalan…
NERACA Jakarta – Wujudkan bisnis berkelanjutan, kawasan Industri Morowali Indonesia (IMIP) menggelar konfrensi tahunan ESG 2024 yang digelar pertengahan Januari…