Etika dalam Mengulas Film dan Novel: Membangun Kritik yang Mendukung Kreativitas

NERACA

Jakarta – Etika dalam mengulas karya seperti film dan novel menjadi perhatian utama dalam dunia literasi dan hiburan. Mereviu karya telah menjadi salah satu konten yang digemari masyarakat sebelum menikmati sebuah karya. 

Mengulas secara adil tidak hanya menghormati hak cipta para kreator, tetapi juga mendorong ekosistem kreatif yang sehat. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko, menekankan bahwa kritik haruslah menjadi wadah refleksi yang membangun, bukan alat yang merugikan atau bahkan menghancurkan reputasi para kreator.

"Sebagai seorang kreator, menghasilkan karya adalah sebuah proses yang panjang dan kompleks. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang, terutama para kritikus dan periviu, untuk menyadari dampak dari ulasan mereka terhadap keberlangsungan kreativitas seseorang," ujar Agung dalam pernyataannya, Jumat (17/1).

Agung menjelaskan bahwa kritik yang konstruktif haruslah didasarkan pada analisis yang objektif, tanpa mengabaikan aspek emosional atau subyektif yang mungkin ada. Menurutnya, kritik yang baik mampu memberikan masukan yang relevan sekaligus menghormati hak cipta dan jerih payah kreator. Hal ini menjadi penting di tengah maraknya ulasan yang hanya mencari sensasi atau berpotensi mengurangi minat publik terhadap karya tersebut.

Salah satu bentuk ulasan yang merugikan adalah tindakan spoiler tanpa peringatan yang dapat mengurangi kenikmatan audiens dalam menikmati karya. Selain itu, mengutip secara langsung atau memaparkan isi karya tanpa izin juga melanggar hak cipta. Mengambil adegan atau isi dalam karya juga telah melanggar hak cipta jika tidak diberikan izin oleh pencipta atau pemegang hak cipta.

"Kreator berhak atas pelindungan hukum terhadap karyanya. Periviu yang tidak mengikuti kaidah ini dapat dikenai sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur secara tegas dalam ketentuan 113 ayat (2) dan/atau ayat (3) juncto Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang hak cipta di mana setiap orang dilarang melakukan perbuatan atau penggunaan ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta dan dapat dikenakan sanksi pidana berupa pidana kurungan selama 3 atau 5 tahun dan/atau denda sebesar Rp. 500.000.000,00 atau Rp. 1.000.000.000,00," tegas Agung.

Sebagai solusi, Agung mendorong komunitas kreatif untuk mempromosikan etika dalam memberikan ulasan, baik di media sosial maupun media konvensional. Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan adalah memberikan apresiasi terlebih dahulu sebelum mengkritisi karya. Selain itu, penting bagi periviu untuk menuliskan ulasan mereka dengan nada yang menghargai, tanpa merendahkan atau menghina.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) juga mengimbau masyarakat untuk memahami prinsip-prinsip dasar hak cipta yang berkaitan dengan ulasan. Agung menambahkan bahwa edukasi menjadi kunci untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi hak cipta para kreator. "Melalui kegiatan edukasi seperti seminar daring dan diskusi literasi, DJKI berupaya memberikan wawasan yang komprehensif terkait pentingnya etika dalam meriviu karya," jelasnya.

DJKI mengajak masyarakat, terutama komunitas kreatif dan penikmat seni, untuk berperan aktif dalam menjaga keberlangsungan industri kreatif Indonesia. Dengan memahami dan menerapkan etika dalam meriviu, kita tidak hanya melindungi hak cipta kreator, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan budaya yang menghargai karya intelektual. (Mohar/fba)

 

 

BERITA TERKAIT

KPK dan PAC Malaysia Kaji Penguatan Kerja Sama Berantas Korupsi

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan pertemuan bilateral dengan The Public Accounts Committee (PAC) atau komite terpilih di…

Ombudsman Nilai Alasan Pagar Laut Secara Swadaya Tidak Logis

NERACA Kabupaten Tangerang - Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi menilai bahwa munculnya kelompok masyarakat yang mengaku memasang pagar…

Kolaborasi BPOM-Biofarma Tingkatkan Kemandirian Obat dan Vaksin

NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan kolaborasi dengan Bio Farma dapat meningkatkan kemandirian industri farmasi nasional, sekaligus…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Etika dalam Mengulas Film dan Novel: Membangun Kritik yang Mendukung Kreativitas

NERACA Jakarta – Etika dalam mengulas karya seperti film dan novel menjadi perhatian utama dalam dunia literasi dan hiburan. Mereviu…

KPK dan PAC Malaysia Kaji Penguatan Kerja Sama Berantas Korupsi

NERACA Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan pertemuan bilateral dengan The Public Accounts Committee (PAC) atau komite terpilih di…

Ombudsman Nilai Alasan Pagar Laut Secara Swadaya Tidak Logis

NERACA Kabupaten Tangerang - Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi menilai bahwa munculnya kelompok masyarakat yang mengaku memasang pagar…