NERACA
Kabupaten Bogor - Pemerintah Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memastikan penerapan pajak opsi atau pungutan tambahan pajak kendaraan bermotor tidak akan menambah beban masyarakat.
Penjabat Bupati Bogor Bachril Bakri memastikan hal itu usai rapat koordinasi penyamaan persepsi terkait mitigasi dan simulasi penyesuaian penerapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dan Opsen Pajak di Cibinong, Kabupaten Bogor, Kamis (19/12).
Pemerintah akan menerapkan pajak opsi atau pungutan tambahan pajak kendaraan bermotor mulai 6 Januari 2025.
“Hari ini Pak Menteri mendengarkan masukan dari Pemerintah Daerah terhadap pemberlakuan UU Nomor 1 tahun 2022, khususnya soal pemberlakuan pajak opsi,” ujar Bachril.
Kepala Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor Andri Hadian menjelaskan, penerapan pajak opsi ini masih dalam tahap pembahasan sebelum benar-benar diterapkan.
Menurut dia, ada beberapa opsi yang kini tengah dibahas terkait penerapan pajak tersebut. Pajak opsi kendaraan bermotor adalah amanat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Dalam skema pajak opsi ini, Pemerintah Kabupaten atau Kota nantinya memungkinkan dapat memungut opsi dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Pajak opsi kendaraan bermotor, baik PKB dan BBNKB yang berhak dikenakan oleh Pemkab atau Pemkot adalah sebesar 66 persen dari PKB dan BBNKB yang diterima Pemprov.
Sejauh ini, ia melihat pemberlakuan pajak opsi kendaraan bermotor pada tahun 2025 tidak menambah beban masyarakat atau Wajib Pajak.
Sebab menurut dia, pemberlakuan pajak opsi kendaraan bermotor tersebut juga diikuti dengan penurunan tarif PKB dan BBNKB dalam UU HKPD.
Dalam aturannya, tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama ditetapkan maksimal sebesar 1,2 persen dari sebelumnya sebesar 2 persen.
Dengan ketentuan penurunan tarif ini, maka pemerintah daerah dapat mengenakan pajak opsi kendaraan bermotor atau tambahan yang ditetapkan sebesar 66 persen dari pajak terutang.
Pajak opsi ini bertujuan memberikan kepastian penerimaan kabupaten atau kota atas bagiannya dari penerimaan PKB dan BBNKB.
Dengan begitu, tidak ada lagi mekanisme bagi hasil seperti pada aturan sebelumnya.
Andri melanjutkan, pajak opsi secara umum tidak menambah beban administrasi perpajakan wajib pajak. Artinya, meski komponen objek pajaknya bertambah, tapi jumlah pajak yang dibayarkan pemilik kendaraan tidak jauh berbeda.
“Ini karena tarif pajak PKB dalam skema pajak baru akan berkurang. Penerapan pajak opsi berfungsi untuk memudahkan bagi hasil pajak pada penerimaan pemerintah daerah,” kata Andri.
Dengan demikian, pajak opsi bukanlah penguatan baru, tapi pungutan tambahan pajak berdasarkan persentase tertentu.
“Yang jelas kita menunggu kebijakan terbaru dari Pemerintah Pusat dan Provinsi, dan kita akan terus berkoordinasi untuk nantinya akan diterapkan di 2025,” katanya. Ant
NERACA Jakarta – Sertifikasi Governance, Risk, and Compliance Executive (GRCE) menjadi pencapaian strategis bagi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Ketua Umum…
NERACA Jakarta - Air mata Fuji Astuti mengalir membasahi pipi dan bibirnya. Sementara tangannya mengelus perut yang memunjung. Bibirnya merapal…
NERACA Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengajak seluruh insan di kementeriannya, khususnya Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian…
NERACA Jakarta – Sertifikasi Governance, Risk, and Compliance Executive (GRCE) menjadi pencapaian strategis bagi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Ketua Umum…
NERACA Jakarta - Air mata Fuji Astuti mengalir membasahi pipi dan bibirnya. Sementara tangannya mengelus perut yang memunjung. Bibirnya merapal…
NERACA Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengajak seluruh insan di kementeriannya, khususnya Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian…