Kejagung Minta Warga Laporkan Dugaan Penyeborotan Lahan dan Pengemplang Pajak

 

NERACA

Jakarta - Kejaksaan Agung RI tengah gencar mengusut dugaan penguasaan lawan sawit secara melawan hukum. "Saat ini, Kejagung tengah menyelidiki dugaan telah terjadi penguasaan dan pengelolaan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan secara melawan hukum pada tahun 2005 sampai dengan 2024," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Senin (7/10) lalu.

Menurutnya, penguasaan lahan tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan atau perekonomian negara. Dirinya menduga, dugaan penguasaan lahan perkebunan oleh korporasi yang merupakan tanah milik negara dan atau yang dikelola oleh masyarakat juga terjadi di sejumlah tempat lain. "Kami menduga, penguasaan lahan perkebunan, tidak hanya sawit, juga terjadi di sejumlah tempat lainnya," ungkap Harli.

Karenanya, alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) ini meminta bila ada informasi dari masyarakat terkait dugaan kasus-kasus tersebut, bisa dilaporkan ke Kejagung. "Kami sangat terbuka menerima laporan dari masyarakat. Silahkan, laporkan saja bila ada kecurangan yang dilakukan, baik oleh BUMN maupun korporasi swasta, terkait dugaan pencaplokan lahan negara atau tanah adat maupun adanya penggelapan pajak. Nanti akan kami dalami," tukasnya.

Justru, sambungnya, masyarakat harus proaktif bila menemui kejanggalan terhadap aktifitas korporasi di daerahnya. Seperti diketahui, sejak lama masyarakat di Kecamatan Sandai, Kalimantan Barat, berkonflik dengan PT Sandai Makmur Sawit (SMS) dan PT Mukti Plantation, terkait dugaan penyerobotan lahan milik warga seluas 70 hektar.

Konflik ini kian memanas ketika terjadi insiden tergulingnya Zonder milik perusahaan yang kabarnya tidak layak pakai tapi digunakan untuk mengangkut pekerja lahan sawit. Akibatnya, kendaraan tersebut masuk jurang dan mengakibatkan satu orang pekerja meninggal dunia dan 9 lainnya luka parah.

Selama ini, warga menilai kehadiran dua korporasi dibawah Mukti Group ini tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. Padahal, seharusnya pemerintah mendapat value dari pajak hasil pengelolaan lahan dan pabrik kelapa sawit di Ketapang. Jika tidak, patut diduga terjadi tindak pidana penggelapan pajak dan korupsi.

Dilaporkan, tanah dan kebun warga dipakai tanpa ada pemberitahuan dan pembagian keuntungan alias dirampas. Mukti Group juga merambah kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK), hingga negara dirugikan triliunan rupiah melalui hasil panen selama puluhan tahun.

Ketua Koperasi Nasional Pangkat Longka Ketapang Sejahtera, M. Sandi, dalam keterangan persnya, beberapa waktu lalu mengatakan, "Penolakan terhadap dua perusahaan tersebut sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, Pemerintah Kabupaten Ketapang sudah melayangkan tiga kali surat peringatan ke perusahaan tersebut. Tak hanya itu, pada 2022 lalu, PT SMS di hadapan pejabat daerah telah menandatangani pakta integritas untuk meningkatkan kinerja dan melakukan perbaikan. Namun faktanya, pakta integritas tersebut tidak dijalankan," jelasnya.

Di sisi lain, Emerson Yuntho Wakil Direktur Visi Integritas mengatakan, kuat dugaan pencaplokan lahan terjadi karena ada kongkalikong antara perusahaan sawit dengan pemerintah. "Di Kalbar, umumnya ada tiga modus yang kerap terjadi yakni, suap untuk memperoleh izin, pemberian izin untuk keluarga atau kroni kepala daerah, serta pembiaran beroperasi tanpa izin," jelasnya.

Dia menduga dari sisi kerugian akibat kesemena-menaan korporasi mengambil lahan yang selanjutnya dijadikan kebun sawit, sejak dulu, mungkin sudah mencapai ratusan triliun rupiah.

Baginya, keinginan warga melaporkan masalahnya ke Kejaksaan Agung dan KPK, merupakan bentuk kekecewaan yang sudah menggurita sejak dulu. Selain itu, juga merupakan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang selama ini dirasakan. "Warga mungkin sudah antipati terhadap keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit di sana. Karena hanya menguras kekayaan alam lokal, tapi tidak memberi dampak bagi warga sekitar. Belum lagi soal perizinan yang masih perlu dipertanyakan," tukasnya.

Dirinya meminta pemerintahan kedepan bisa memberi perhatian terhadap pembenahan tata kelola perkebunan sawit. "Harus dicek lagi izin-izin perusahaan sawit yang ada. Jangan-jangan banyak yang bodong. Kasihan masyarakat lokal yang mungkin selama ini mengolah lahan tapi secara semena-mena dikuasai oleh korporasi," tuntasnya.

BERITA TERKAIT

Genjot Produksi AC, Midea Bangun Pabrik Baru di Cikarang

  NERACA Jakarta - Produsen peralatan elektronik Midea menggenjot 25 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di tahun 2025 dan…

Pemerintah Sukses Bangun 17.203 Desa Mandiri & Elektrifikasi Desa Terpencil

NERACA Jakarta - Sejak dimulainya program Dana Desa pada 2015, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah mencatat berbagai…

Indonesia Harap ASEAN Lebih Responsif Terhadap Isu Kesenjangan Pembangunan

  NERACA Jakarta – Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian Edi Prio Pambudi sebagai pemimpin delegasi Indonesia…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Kejagung Minta Warga Laporkan Dugaan Penyeborotan Lahan dan Pengemplang Pajak

  NERACA Jakarta - Kejaksaan Agung RI tengah gencar mengusut dugaan penguasaan lawan sawit secara melawan hukum. "Saat ini, Kejagung…

Genjot Produksi AC, Midea Bangun Pabrik Baru di Cikarang

  NERACA Jakarta - Produsen peralatan elektronik Midea menggenjot 25 persen tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di tahun 2025 dan…

Pemerintah Sukses Bangun 17.203 Desa Mandiri & Elektrifikasi Desa Terpencil

NERACA Jakarta - Sejak dimulainya program Dana Desa pada 2015, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah mencatat berbagai…