Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Sejak diberlakukannya Undang - Undang No 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengharuskan koperasi dan koperasi syariah melakukan self declare atau peryataan mandiri. Membuat kegamangan bagi koperasi syariah itu sendiri. Pasalnya, koperasi syariah yang selama ini nyaman dalam melayani para anggotanya dan non anggota harus mengubah orientasi apakah close loop yang hanya melayani para anggota atau open loop yang melayani non anggota.
Ketentuan tersebut bagi keperasi syariah terasa pahit dan penuh kegamangan. Ketika koperasi syariah memilih close loop dengan dibawah pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, apakah bisa berkembang? Apalagi yang dilayani koperasi syariah dipilihan itu hanyalah para anggota saja, sementara fakta dalam bisnis koperasi syariah keaktifan bisnis para anggota lebih minim dibandingkan dengan para non anggota. Jelas hal ini akan mengubah tata kelola koperasi syariah dan mempersempit ruang bisnis dari kekakuan pelayanan ini.
Hal yang sama bagi koperasi yang memilih open loop dibawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meski memiliki keluwesan dengan melayani non anggota. Tetapi faktanya terjebak dalam kekakuan regulasi, dimana OJK di regulasi pengawasannya itu memperlakukan koperasi syariah dengan kaca mata kuda yang sama seperti BPR/BPRS. Dampaknya setiap tahun keuntungan koperasi syariah berupa sisa hasil usaha (SHU) selalu kecil karena koperasi syariah harus mencadangkan modalnya untuk solvabilitas sesuai dengan ketentuan regulasi OJK.
Apabila koperasi syariah tak memenuhi ketentuan solvabilitas maka keperasi syariah itu dilarang beroperasi hal ini berdampak pada bisnis koperasi. Diakui secara regulasi koperasi syariah dibawah pengawasan OJK bagus dalam mitigasi risiko dan prudent, tapi sangat kaku dari sisi bisnis koperasi. Apalagi kehadiran koperasi/koperasi syariah untuk menjawab keuangan inklusi di masyarakat terasa kurang pas.
Tambah lagi dengan adanya regulasi pelarangan penempatan dana koperasi syariah di koperasi sekunder jika terjadi kelebihan dana dan harus di tempatkan ke bank syariah bagi koperasi LKMS dibawah pengawasan OJK. Hal ini jelas akan membuat kemandirian dan semangat gotong - royong dalam nilai - nilai koperasi akan hilang. Sehingga dengan demikian menambah kegamangan dalam berkoperasi dan tidak strategis dalam bisnis koperasi.
Dari uraian dan pemaparan diatas muncul pertanyaan. Sebenarnya pembangunan koperasi dan koperasi syariah itu mau kemana pasca terlahir UU P2SK. Apakah koperasi/koperasi syariah itu mau dikembangkan atau dibunuh sekalian?
Teryata di regulasi itu tidak mampu menjawab persoalan pembangunan koperasi sesungguhnya justru semakin menambah benang kusut permasalahan koperasi. Sementara di tengah dinamika dan trasformasi, koperasi/koperasi syariah butuh penguatan seperti regulasi manajemen berkoperasi yang jelas hingga tata kelola sehigga mampu berkompetitif dengan lembaga keuangan lainnya. Baik dari sisi SDM, KPI manajemen, manajemen keuangan, infrastruktur teknologi IT dan Good Cooperative Governance (GCG).
Dengan tanpa rasa mengurangi hormat, apabila negara atau pemerintahan sudah tak mampu hadir dan mengurusi lagi karena dihadapkan berbagai persoalan dan koperasi / koperasi syariah yang justru menjadi beban. Maka lebih baik koperasi / koperasi syariah yang memiliki komunitas itu diperlukan seperti organisasi masyarakat saja. Jadi biarlah mereka mengatur rumah tangganya sendiri dan membuat ketentuan berkoperasi sesuai dengan kearifan lokal masing- masing. Sebab bila diperlakukan seragam seperti lembaga keuangan lainya (perbankan) banyak koperasi / koperasi syariah kedodoran dan gamang di tengah varian jenis microfinance di Indonesia yang bermacam-macam.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya…
Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian Pemerintah serius dalam upaya pengembangan sektor industri manufaktur untuk meningkatkan perekonomian nasional. Bahkan Presiden…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Pengamat Kebijakan Publik Kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, memunculkan…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Dosen STAN, Pemerhati Kebijakan Fiskal Dalam setiap penyusunan RAPBN, berita yang ditunggu masyarakat adalah meningkatnya…
Oleh: Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian Pemerintah serius dalam upaya pengembangan sektor industri manufaktur untuk meningkatkan perekonomian nasional. Bahkan Presiden…
Oleh: Achmad Nur Hidayat Pengamat Kebijakan Publik Kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, putra Presiden Jokowi, memunculkan…